Wednesday, November 28, 2007

KRI Hasanuddin-366 On The Way Ke Indonesia

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50779
Rakyat Merdeka, Kamis, 29 November 2007, 04:01:29

KRI Hasanuddin-366 On The Way Ke Indonesia

PANGLIMA TNI Marsekal Djoko Suyanto terbang ke Belanda Sabtu (24/11) untuk menghadiri acara serah terima dan persiapan untuk berlayar (delivery and commissioning) kapal korvet Sigma-2 yang diberi nama KRI Hasanuddin-366. Pada hari yang sama, juga digelar upacara pemberian nama (shipnaming ceremony) untuk kapal korvet ke-3 yang dipesan oleh pemerintah RI, yakni KRI Sultan Iskandar Muda-367.

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya melaporkan, acara serah terima kapal korvet itu, digelar di galangan kapal angkatan laut Royal Schelde (SNS - Schelde Naval Shipbuilding), kota Vlissingen.

Pada kesempatan itu, hadir Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Belanda Junus Effendi Habibie, Direktur Umum Schelde Naval Schipbuilding Hein van Ameijden, Rob L. Zuiderwijk (Commander of the Royal Netherlands Navy), bekas Menlu Belanda Dr Bernard Bot dan anggota parlemen dari VVD (Volkspartij voor Vrijheid en Democratie/Partai Rakyat untuk Kemerdekaan dan Demokrasi) Hans van Baalen.

Kepada Rakyat Merdeka, Djoko Suyanto mengatakan, sebagai Panglima TNI, dia sangat senang program pembangunan kekuatan laut itu tidak berhenti, meskipun pemerintah Indonesia tidak leluasa untuk memberikan anggaran pembangunan kekuatan TNI.

“Program pembangunan kekuatan TNI itu sudah dirancang pada prioritas-prioritas. Dan inilah salah satu program pembangunan kekuatan yang melalui tahapan prioritas-prioritas itu. Saya berharap, ke depan pembangunan kekuatan TNI berkembang terus. Meskipun dalam keterbatasan yang ada, pasti kita tidak melupakan program pembangunan kekuatan TNI itu,” papar Djoko yang sebentar lagi akan pensiun itu.

KRI Hasanuddin-366 dibuat galangan kapal Schelde Navel Shipbuilding dan Royal Schelde bertindak sebagai kontraktur utama. KRI Hasanuddin-366 kini sedang on the way (dalam perjalanan) ke Indonesia dan diharapkan tiba di tanah air pada Januari mendatang. Sementara kapal korvet Sigma-3 yang diberi nama KRI Sultan Iskandar Muda, akan diserahkan tahun 2008 dan kapal korvet Sigma-4 akan diserahkan tahun 2009.

“Saya bersyukur bahwa kegiatan itu telah dilaksanakan tepat waktu, berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Dan terutama sesuai requirement (syarat) yang diperlukan oleh angkatan laut. Itu yang paling penting. Kita masih menunggu kedatangan kapal-kapal lain yang kita pesan, yaitu kapal korvet Sigma yang ke-3 dan kapal yang ke-4,” jelas Djoko.

Menurut Djoko, TNI tidak berhenti pada empat kapal korvet Sigma itu saja. Kalau PT PAL bisa dibangkitkan kembali, mungkin kapal-kapal korvet jenis Sigma ke-5, ke-6, ke-7 dan ke-8, bisa saja dibuat di dalam negeri. “TNI akan berupaya untuk mengembangkan pembuatan kapal di dalam negeri sebatas kemampuan kita,” katanya.

Untuk menghindari ketergantungan dari negara tertentu, tambahnya, RI akan membuka jaringan kerja sama dengan berbagai negara. Diakui Panglima TNI, memang banyak kapal perang yang hebat, misalnya dari Amerika Serikat dan Rusia. Tetapi harus disesuaikan dengan, pertama, requirement untuk kebutuhan angkatan laut RI. Kedua, teknologi bisa sama saja baik.

“Jadi kalau alusista TNI kita tidak bisa menilai itu murah atau mahal, tetapi yang pas dengan kebutuhan kita, yang cocok dengan geografis wilayah kita. Mungkin harganya mahal, tetapi itulah yang kita perlukan. Meski kapalnya murah tapi tidak cocok dengan apa yang kita butuhkan, ya kita tidak perlukan,” cetusnya. rm

Thursday, November 22, 2007

Vonis Bebas Adelin Lis Menyentak Keadilan Publik

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50099
Rakyat Merdeka, Selasa, 20 November 2007, 06:51:07

Vonis Bebas Adelin Lis Menyentak Keadilan Publik

Ketua MPR Hidayat Nurwahid Seputar Penanganan Korupsi

Kemarin, kami menampilkan perbincangan dengan Ketua MPR Hidayat Nurwahid seputar calon presiden dari kalangan muda.
Hari ini, kami menghadirkan kembali wawancara dengan Hidayat usai sosialisasi perubahan UUD 45 di Wisma Duta KBRI (Wassenar), Den Haag, Belanda. Tapi, kali ini tentang penanganan korupsi oleh pemerintahan SBY-JK.

Berikut obrolan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda, A Supardi Adiwidjaya dengan bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

INDONESIA dikenal sebagai salah satu negara terkorup. Pemerintahan SBY-JK sudah bekerja maksimal memberantas korupsi?
Ya, memang Indonesia masih berada dalam ranking yang buruk untuk urusan korupsi. Tetapi tidak bisa dipungkiri, ada upaya yang terus dilakukan untuk memberantas korupsi. Hal itu terlihat dari adanya lembaga KPK, ada lembaga-lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan, seperti Badan Kehormatan DPR, ada rakyat yang bebas untuk melaporkan korupsi.

Saya ingin mengatakan, kita mengapresiasi kerja keras untuk memberantas korupsi. Dan memang baru kali ini ada gubernur yang bisa ditahan, ada kapolda yang bisa diturunkan, ada orang KPK yang juga bisa ditangkap atau bisa ditahan karena ada tuduhan memeras.

Anda sudah puas?
Memang masalah korupsi ini begitu luar biasa. Tiba-tiba kita dikagetkan ketika ada semangat besar untuk memberantas atau mengatasi illegal logging, kemudian Adelin Lis divonis bebas. Hal ini adalah sesuatu yang menyentak keadilan publik.

Memang ada prestasi dalam memberantas illegal logging, tetapi kita belum puas. Dalam pemberantasan korupsi juga kita belum puas. Oleh karena itu, mari kita dorong terus menerus, sambil dikritisi. Jangan kemudian terlena oleh beberapa hasil dalam memberantas korupsi ini. Karena memang kasus korupsi itu terlalu banyak.

Bagaimana bila kita bandingkan pemberantasan korupsi di Indonesia dengan negara lain?
Saya yakin, kalau kita merujuk pada negara-negara manapun yang sekarang dianggap sukses dalam pemberantasan korupsi, mereka pun perlu waktu. Cina misalnya, dianggap negara yang sukses memberantas korupsi. Kemudian Hong Kong, Singapura, dianggap bersih dalam soal korupsi. Mereka juga perlu waktu.

Saya tidak ingin para pejabat negara yang melakukan pemberantasan korupsi jadi putus asa, karena merasa tidak diapresiasi. Saya ingin mengatakan, saya apresiasi kerja keras mereka dalam pemberantasan korupsi. Tapi jangan lekas puas, karena PR dalam pemberantasan korupsi masih terlalu luas.

Apa saran Anda agar korupsi di Indonesia bisa dikikis habis?
Saran saya, presiden lebih berani. Kalau perlu, memberikan prinsip reward-punishment (penghargaan dan hukuman). Bagi penyelenggara negara, penegak hukum yang dinilai berhasil memberantas korupsi dikasih reward. Tapi kalau ada penegak hukum yang kemudian terbukti malah menumbuhkan korupsi, ya harus dicopot. Saya kira dengan cara itu pejabat negara pun semakin berhati-hati, semakin bekerja keras untuk memberantas korupsi. Dengan begitu, rakyat pun makin percaya, karena ada upaya serius dari pemerintah.

Tiga tahun kepemimpinan SBY-JK, sudah bagus belum?
Itu di luar proporsi saya, karena yang seharusnya menilai itu DPR. Kalau MPR tidak di situ menilainya.

Anda menangkap kesan SBY-JK tidak kompak karena keduanya berambisi menjadi Presiden pada pemilu 2009?
Saya melihat ini bukan masalah kompak atau tidak kompak. Tetapi, mereka mempunyai gaya yang berbeda. Style yang berbeda itu sebetulnya bisa dipadukan. Pak JK ini orang Sulawesi yang terkenal dengan kelincahannya, spontanitasnya dan juga business feeling-nya luar biasa, bisa melakukan keputusan yang cepat. Tetapi Pak SBY orang Jawa, orang militer, yang terbiasa semuanya serba dipikirkan dengan mendalam, seolah-olah lebih lambat. Tetapi menurut saya, mereka perpaduan yang bisa harmonis.

Saya berharap, beliau berdua jangan melakukan sesuatu yang membuka peluang orang untuk mengipas-ngipas, bahwa seolah-olah beliau berdua tidak kompak. Dan kemudian isu tidak kompak itu menjadi besar, dan malah membuat beliau berdua jadi tidak kompak. Saya berharap beliau berdua bisa berkoordinasi dengan baik, sehingga menutup celah-celah bagi orang untuk mengipas-ngipas agar mereka berdua berseteru, berpisah dan akhirnya bisa merugikan Indonesia. rm

Hidayat Nurwahid: Buktikan Anda Layak Jadi Presiden!

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50045
Rakyat Merdeka, Senin, 19 November 2007, 01:31:31

Hidayat Nurwahid: Buktikan Anda Layak Jadi Presiden!

Kedutaan besar RI di Belanda menggelar sosialisasi perubahan UUD 45 baru-baru ini. Acara yang digelar di Wisma Duta KBRI, Den Haag ini menghadirkan Ketua MPR Hidayat Nurwahid.

Di sela-sela acara yang dibuka Dubes RI untuk Belanda, Junus Effendi Habibie, Hidayat berbincang dengan koresponden Rakyat Merdeka, A. Supardi Adiwidjaya tentang bursa capres yang semakin ramai.

PKS akan tetap menyokong duet SBY-JK hingga 2009?
Secara prinsip, sampai hari ini PKS masih tetap mendukung. Saya berharap mereka berdua sukses sampai 2009.

Bursa capres pemilu 2009 sudah ramai. Sutiyoso dan Megawati sudah resmi ingin maju. Nama Anda juga disebut-sebut pantas maju...
Pertama, saya menyambut baik hadirnya calon-calon presiden, Ibu Megawati, Pak Sutiyoso. Saya selalu mengapresiasi mereka. Makanya, kalau ada yang mengatakan saya seolah-olah menilai mereka hanya membuat kegaduhan, itu tidak benar. Saya berharap, kehadiran mereka sebagai capres bisa mendinamisasi kegiatan berdemokrasi di Indonesia, yang mendorong presiden untuk bekerja lebih fokus, yang ternyata ada pesaing-pesaing baru.

Kalau presiden bekerja lebih fokus, wapres bekerja lebih fokus, mereka berdua akan mencapai sukses. Jika mereka berdua sukses, maka rakyat Indonesia yang akan diuntungkan. Kalau mereka berdua sukses, kemudian mencalonkan diri lagi, wajar jika mereka bisa dipilih kembali. Tetapi jika mereka tidak dipilih kembali, karena ada calon-calon yang lebih baik, tentu rakyat akan mengingat mereka dengan ingatan-ingatan yang serba positif.

Anda sendiri mau maju ke Pilpres 2009?
Saya selalu mengatakan, saya sudah dua kali jadi mantan presiden (Presiden PKS). Jadi, silakanlah bagi rekan-rekan yang ingin maju. Tahun 2009 sesungguhnya, menurut saya, masih membuka peluang yang sangat banyak agar kita semua maksimal memberikan pelayanan bagi rakyat. Kita tunggu saja apa yang akan terjadi pada Pemilu 2009.

Wacana agar Indonesia dipimpin generasi muda mencuat karena posisi presiden selalu dikuasai politisi tua...
Menurut saya, itu bukan ide yang baru. Karena kita tahu, dulu Bung Karno ketika jadi presiden umurnya baru 44 tahun. Soeharto juga berumur kurang lebih 46 tahun ketika jadi presiden. Menurut saya, rekan-rekan muda itu mestinya jangan hanya menuntut, jangan hanya meneriakkan ide yang seolah-olah baru.

Justru menurut saya, mereka terlambat untuk menyuarakan itu. Dalam artian, yang mereka suarakan agar anak muda itu jadi presiden, bukan sekadar tuntutan. Apalagi sekadar menghujat dan menggugat. Yang penting, undang-undang dasar maupun undang-undang tidak pernah mensyaratkan calon presiden itu umurnya harus di atas 40 tahun. Atau capres yang umurnya di bawah 40 tahun itu tidak boleh, syarat-syarat demikian itu tidak ada.

Jadi, yang bagaimana dong yang layak maju?
Yang diperlukan sekarang ini bukan hanya teriakan dan tuntutan, tetapi hadirkan bahwa anda memang punya kualitas untuk maju jadi presiden. Tentu yang mengukur kualitas anda bukan anda sendiri. Yang mengukur kualitas anda mungkin organisasi anda, mungkin lingkungan anda, teman-teman anda, masyarakat umum.

Tampillah ke depan. Jangan hanya menghujat, jangan hanya menuntut. Buktikan anda layak menjadi presiden! Tunjukkan bagaimana anda menjadi pimpinan organisasi dan pimpinan profesional. Bagaimana anda dipercaya rakyat. Kalau anda hari ini berteriak, dan hari ini minta dipercaya, siapa yang akan mempercayai anda. Track record anda menentukan, anda dipercaya atau tidak. rm

Investor Belanda Keluhkan Akses Transportasi Indonesia

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50016
Rakyat Merdeka, Minggu, 18 November 2007, 06:00:47

Investor Belanda Keluhkan Akses Transportasi Indonesia

Belanda, myRMnews. Hubungan dagang Indonesia dan Belanda masih menyimpan persoalan. Yaitu, di antaranya masalah standar kualitas produk Indonesia, akses pasar dan kegiatan ekonomi. Selain itu, para investor Negeri Kincir Angin juga mengalami kendala dalam berbisnis dengan Indonesia.

Demikian diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag) Mari Elka Pangestu di sela-sela pertemuan bisnis (Indonesia Business Forum) dengan sekitar 60 pengusaha Belanda di World Trade Centre (WTC), Rotterdam yang digelar 13-15 November lalu. “Rata-rata berkaitan dengan nilai dari suplai dan konsekuensi dari kualitas serta akses transportasi. Ini yang banyak dikeluhkan investor Belanda di pasar Indonesia,” beber Mari yang memboyong pengusaha anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya melaporkan, kendati begitu, Mari mengungkapkan, peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Belanda dan negara-negara di Eropa masih sangat tinggi. Sebab, masyarakat Belanda sangat mengenal Indonesia.

“Jadi promosinya tidak terlalu sulit dilakukan. Dan mungkin kita harus terus menggalakkannya saja dengan benar mengirim barang-barang yang berkualitas tinggi yang mereka butuhkan,” ujarnya.

Menteri Perdagangan Mari Pangestu dan Menteri Ekonomi Kerajaan Belanda Maria J.A. van der Hoeven membuka pertemuan periodik mixed commission (Komisi Gabungan) Belanda-Indonesia yang ke-19. Pembahasan tentang masalah-masalah perdagangan dan investasi, manajemen air, soal energi (termasuk biofuls), pertanian, ekoturisme antara kedua negara tersebut, dipimpin Dirjen Hubungan Ekonomi Luar Negeri dari Kementerian Ekonomi Belanda Roderick van Schreven serta Dirjen Hubungan Eropa dan Amerika Deplu RI Eddi Hariyadhi. Turut hadir Dubes RI untuk Belanda Junus Effendi Habibie.

Belanda, menurut Mari, adalah trading partner (mitra dagang) Indonesia yang utama untuk pasar Uni Eropa. Dulu, Belanda merupakan pintu masuk untuk pasar Eropa. Neraca perdagangan Indonesia-Belanda saat ini juga surplus. Tahun 2006, nilai ekspor Indonesia ke Belanda berjumlah 2,1 miliar dolar AS, sementara impor Belanda ke Indonesia sekitar 1 miliar dolar AS.

“Makanya produk-produk Indonesia harus memenuhi standar dan persyaratan Uni Eropa. Nah di sini kita bisa meminta bantuan kepada Belanda untuk memenuhi standar dan syarat untuk berbagai produk Indonesia.

Dan dalam hubungan inilah, kita menandatangani kerja sama antara CBI (Center for Promotion of Import from Development Countries) dan BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional),” paparnya.

Menurut Mendag, CBI adalah suatu organisasi di Belanda yang membantu masuknya produk-produk dari Indonesia ke Belanda dan negara-negara Uni Eropa lainnya. Saat ini Departemen Perdagangan sedang mempelajari produk-produk apa saja yang paling utama dan berpangsa pasar besar di Belanda. Mari menjelaskan, sebanyak 40 persen kelapa sawit di Belanda itu datangnya dari Indonesia, produk kayu sekitar 20-30 persen dan juga produk-produk lain seperti handy-craft, furniture dan sebagainya.

“Nah ini yang harus kita tingkatkan, antara lain dengan promosi. Kita juga berencana membuat International Trade Promotion Centre di Rotterdam, mengikuti pameran-pameran di Belanda,” urainya.

Mari pun menjelaskan apa saja yang sudah dicapai oleh pemerintah Indonesia dalam memperbaiki iklim investasi. Mengenai peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Belanda dan negara-negara di Eropa lainnya, kata Mari, sangat tinggi. Sebab, masyarakat Belanda sangat mengenal Indonesia, jadi promosi tidak terlalu sulit dilakukan. “Dan mungkin kita harus terus menggalakkannya saja dengan benar mengirim barang-barang yang berkualitas tinggi yang mereka butuhkan,” tegas Mari. rm

Musik Gamelan Dan Tarian Tradisional Goyang Belgia

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=50021
Rakyat Merdeka, Minggu, 18 November 2007, 08:26:26

Musik Gamelan Dan Tarian Tradisional Goyang Belgia

Di Tengah Bopengnya Wajah Ekonomi & Politik Indonesia

DI hari yang cerah, Sabtu (3/11/) lalu di kota Brussels, Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Kerajaan Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa Nadjib Riphat Kesoema, membuka acara “Konser Musik Gamelan dan Tari-tarian, Kembang Nusantara: Indonesia Dalam 10 Hari” yang digelar pada 30 Oktober hingga 8 November lalu di Gedung Museum Alat-Alat Musik (MIM/Musical Instruments Museum). Acara ini merupakan kerja sama antara KBRI di Brussels dengan MIM.

Dalam pidato pembukaannya, Dubes Nadjib Riphat Kesoema menyambut baik kerja sama masyarakat Indonesia dan Belgia dalam mempromosikan Indonesia melalui pagelaran seni dan budaya berupa konser gamelan dan tarian tradisional Bali, Sunda, Jawa dan Sumatera Barat. Ruangan berkapaitas 250 tempat duduk itu, penuh sesak dengan penonton dari masyarakat Belgia.

Juga tampak hadir dalam acara pertunjukan seni budaya Indonesia itu beberapa dubes negara-negara sahabat, seperti Dubes Thailand, Srilanka dan beberapa staf Kedubes Brunei, Jepang, Bangladesh dan yang lainnya.

Pertunjukan gamelan Bali, yang dipimpin oleh I Made Agus Wardana itu, mendapat sambutan yang meriah dari para penonton. Permainan gendang dan suling yang dipertunjukkan I Made Agus Wardana juga berhasil memukau dan mendapat sambutan tempuk tangan yang gemuruh dari para penonton.

Begitu acara pertunjukan seni budaya selesai, puluhan penonton langsung berdatangan menuju podium untuk berkenalan langsung dengan para pemain gamelan. Beberapa penonton bule asal Belgia, bahkan ada yang minta ditunjukkan bagaimana caranya menabuh gamelan.

“Bentuk pagelaran musik gamelan berikut sajian tari-tarian sebagai komplementasi musik gamelan ini merupakan kegiatan yang diminati masyarakat Eropa, khususnya di Brussels,” ujar Kepala Bidang Penerangan, Sosial dan Budaya) KBRI di Belgia PLE Priatna ketika bincang-bincang dengan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya usai acara konser itu.

Menurutnya, kita ini menghadapi sebuah publik negara maju dan kita harus terus meperkenalkan wilayah kita dan budaya Indonesia kepada mereka. Bentuknya macam-macam, bisa wajah politik, wajah ekonomi, wajah budaya lewat pertunjukan musik gamelan seperti ini.

Priatna menyatakan, salah satu pasar budaya yang kita miliki sangat luas. Yang bisa diterima oleh masyarakat di sini secara lebih baik adalah mungkin menggunakan medium budaya.

“Diplomasi budaya itu kita gunakan sebagai sarana utama untuk terus memperkenalkan ini lho Indonesia, ini yang dipunyai Indonesia. Ini sebagian kecil keindahannya yang pantas anda lihat. Ini sebuah wajah yang kita yang jujur dengan publik ini, bahwa kita memiliki tempat, budaya, kekayaan musik, kekayaan bunyi-bunyian, kekayaan instrumen, kekayaan lukisan yang sangat potensial untuk dikedepankan kepada publik Belgia,” paparnya.

“Kita tawarkan itu supaya publik di sini melihat ada sesuatu yang... oh ya, tidak hanya hal-hal buruk saja yang kelihatan tentang Indonesia. Tetapi kita tetap masih ada sebuah keseimbangan, ada sesuatu yang indah, ada sesuatu yang membuat orang berbahagia, ada sesuatu yang membuat perasaan orang itu menjadi ingin ke Indonesia. Nah itu kan harus dilakukan oleh banyak orang,” ujar Priatna.

Menurut Priatna, kita tidak bisa melakukan semua hanya untuk semata-mata ini ekonomi Indonesia, ini politik Indonesia. Tidak bisa tanpa jembatan, tanpa budaya. “Kita sulit masuk ke dalam khazanah yang substansial semacam itu. Karena wajah kita itu, jujur saja, terlalu banyak bopengnya di bidang ekonomi, banyak bopengnya di bidang politik.”

“Nah, dengan medium budaya wajah asli kita ini, masih kelihatan wajah asli kita, wajah sebuah tampilan kejujuran yang ingin kita ketengahkan kepada publik, inilah yang kita miliki, inilah kekayaan budaya Indonesia,” kata Priatna.

Dengan kekayaan budaya ini, lanjut Priatna, anda pantas melihatnya dan anda pantas bekerja sama dengan negara ini. Intinya itu. Jadi kalau dari festival budaya yang digelar KBRI di MIM ini, kita sebetulnya ingin membuat pasar budaya. “Target yang ingin kita capai sebagai sasaran kita itu dari anak sekolah dasar sampai orang tua. Tampaknya apa yang kita lakukan ini berhasil,” ujar Priatna. rm

Jumlah Turis Belgia Meningkat Dubes RI Di Brussels Happy

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=49520
Rakyat Merdeka, Minggu, 11 November 2007, 03:22:26

Jumlah Turis Belgia Meningkat Dubes RI Di Brussels Happy

Bali Jadi Tempat Liburan Favorit Keluarga Kerajaan Belgia

SIAPA yang menyangka jika gerakan anti Islam mengguncang negeri kecil Belgia.

Belum lama ini, di Brussels, ibukota Belgia, terjadi aksi demo anti Islam yang dilakukan warga dari Uni Eropa (UE) seperti Inggris, Belanda, Jerman dan Belgia sendiri, yang antara lain menentang didirikannya masjid.

Dalam aksi massa yang intinya adalah menentang Islamisme di Eropa itu, telah terjadi bentrokan antara aparat kepolisian dan peserta demo. Polisi Belgia menangkap sjumlah orang, termasuk dua pemimpin kelompok kanan dari Partai Vlaams Belang (mendahulukan kepentingan bangsa Vlaam, Belgia-Red).

“Sampai saat ini, apa yang disebut islamofobia di negara-negara UE tersebut, tampaknya tidak mereda dan bahkan terus berlanjut,” ujar Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa Nadjib Riphat Kesoema kepada koreponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya yang berkunjung ke Brussels, Belgia, akhir pekan lalu.

Sekitar dua bulan lalu, di Brussels, markas Uni Eropa yang masyarakatnya terkenal sangat toleran terhadap Islam itu, ternoda oleh gerakan yang menentang Islamisme di Eropa.

Dubes Nadjib mengakui, saat itu memang terjadi gelombang demonstrasi yang menentang Islamisme di Belgia. “Tetapi saat itu Walikota Brussels melarang demonstrasi itu. Bahkan banyak sekali warga Brussels yang menentang demonstrasi anti Islamisme tersebut. Jadi ya memang kontroversi selalu terjadi, ada yang pro, ada yang kontra terhadap sesuatu. Tetapi waktu itu jelas pemerintah Belgia melarang demonstrasi yang menentang Islamisme,” papar Nadjib.

Alasannya, lanjut Nadjib, menurut mereka Islam adalah salah satu agama resmi di Belgia. “Jadi Islam bukan agama yang terlarang di Belgia dan memang Islam berkembang seperti sekarang juga. Saya rasa, iklimnya juga memang kondusif untuk Islam berkembang,” katanya.

Dia menjelaskan, di Brussels, kelompok dari Islamic Centre yang letaknya dekat dengan Istana Kerajaan Belgia, sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan untuk mempromosikan kerja sama, toleransi dan sebagainya. Selama bulan Ramadhan yang baru lalu misalnya, mereka menggelar open house setiap malam untuk memberikan kesempatan kepada para tamu atau orang-orang Islam berbuka puasa di situ.

Ditanya apakah Belgia mengenal cukup baik tentang Indonesia, yang sebagian besar penduduknya adalah umat Islam, Dubes Nadjib menjawab,”iya.” Buktinya, kata Nadjib, saat Kedubes RI di Belgia setiap tanggal 17 Agustus menggelar Indonesian Festival dan Indonesian Bazar, selalu dihadiri setidaknya oleh 900 masyarakat Belgia.

“Jadi saya yakin bahwa mereka sebetulnya mengenal sekali Indonesia. Permintaan visa juga terus meningkat setiap tahunnya. Saat ini, Indonesia tetap menjadi salah satu tujuan wisata warga Belgia,” jelasnya.

Dia juga menyatakan, hubungan diplomatik, politik, ekonomi dan budaya antara Indonesia dan Belgia saat ini berjalan sangat baik. Dubes Nadjib lalu menunjuk volume perdagangan Indonesia-Belgia yang cukup tinggi, mencapai 1,2 hingga 1,3 milar euro per tahun dan nilainya terus meningkat. “Saya pikir ini suatu gerakan yang cukup baiklah dari mereka untuk terus meningkatkan hubungan ekonomi kedua negara,” kata Nadjib.

Mengenai nilai investasi perusahaan-perusahaan Belgia di Indonesia, diakui Dubes Nadjib memang masih kurang. Namun, pada tahun-tahun belakangan ini, nilai investasi Belgia menunjukkan kecenderungan meningkat. Puncaknya tahun 2005 dengan enam proyek investasi bernilai 16,4 juta dolar AS. Pada tahun 2005 tersebut, Belgia menduduki peringkat ke-16 investor terbesar di Indonesia. Sedangkan pada periode Januari-Juni 2006, investasi Belgia di Indonesia baru mencapai 1,1 juta dolar AS.

Dia juga menyatakan, jumlah turis Belgia yang berkunjung ke Indonesia cukup banyak. Sampai tahun 2006, warga Belgia yang berkunjung ke Indonesia tercatat sekitar 24 ribu-25 ribu orang.

“Mereka berkunjung ke Bali, ke Jawa dan juga ke Sumatera. Malah tiga bulan lalu, seperti kita ketahui Putri Astrid bersama rombongan dari Kerajaan Belgia, berkunjung ke Bali dan ke Ujung Pandang naik pesawat Garuda Indonesia untuk berlibur. Sambutan penduduk setempat yang dikunjungi Putri Astrid bersama rombongan sangat baik sekali,” beber Nadjib bangga.

Apa yang dilakukan KBRI untuk menarik investor dan wisatawan Belgia? “Saya katakan kepada teman-teman, kita harus melakukan sesuatu. Untuk meningkatkan hubungan dengan masyarakat di sini, kita harus memberikan satu warna. Dan warna itu adalah warna budaya. Warna budaya itu yang paling diminati oleh semua orang. Karena semua orang di manca negara akan lebih mudah untuk mendalami bangsa kita melalui budaya kita,” jelas Dubes Nadjib.

Khusus untuk menarik investor Belgia agar menanamkan modalnya di Indonesia, pihak KBRI melakukan jemput bola. Dalam waktu dekat ini, lanjut Nadjib, satu delegasi industri strategis dari Belgia akan datang ke Indonesia untuk meningkatkan kerja sama.

“Jadi kita melakukan berbagai kegiatan, misalnya saya sendiri sudah mendatangi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dari provinsi-provinsi di Belgia dan berbicara dengan mereka. Bersama Atase Perdagangan dan Kepala Bidang Ekonomi, saya juga mendatangi berbagai tempat di Belgia untuk lebih mengenal dan mencari para investor atau calon investor, merangsang dan menunjukkan kepada mereka mengenai aturan-aturan baru yang kita berikan,” ungkapnya. rm

“Rakyat Papua Miskin Di Atas Kekayaannya Sendiri”

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=48998
Rakyat Merdeka, Minggu, 04 November 2007, 01:34:39

“Rakyat Papua Miskin Di Atas Kekayaannya Sendiri”

Gubernur Barnabas Suebu Curhat Di Belanda

Di hari yang cerah, Sabtu (27/10) yang lalu, suasana di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag, Belanda, lebih meriah dari biasanya. Maklum, hari itu digelar acara “Dialog Untuk Pembangunan Papua” dengan nara sumber Gubernur Papua Barnabas Suebu. Pertemuan itu dibuka oleh Dubes Junus Effendi Habibie.

SEBELUM tiba di Negeri “Kincir Angin”, Gubernur Suebu bercerita bahwa dia dan rombongan berada di London, Inggris, selama dua hari. Di ibu kota Kerajaan Inggris itu, Barnabas menerima penghargaan “Heroes of Environment”, yang diberikan oleh majalah Time.

Menurut Barnabas, di KBRI London rombongannya juga bertemu dengan masyarakat Indonesia. “Kami juga bertemu dengan menteri luar negeri dan menteri-menteri di kabinet Inggris yang sekarang dan pihak oposisi. Kami berdiskusi secara terbuka dengan mereka, berbicara dari hati ke hati untuk mengetahui lebih dalam hal-hal apa yang banyak terjadi di Papua,” papar Barnabas.

Menurut Barnabas, keadaan Papua hari ini adalah paradox, karena otonomi khusus yang dimiliki dengan kekuasaan yang cukup besar. Kekuasaan melalui otonomi khusus adalah hampir kekuasaan satu negara merdeka.

Akibat dari kekuasaan otonomi khusus itu, kata Barnabas, Papua mendapat anggaran yang sangat besar, yaitu 2 miliar dolar AS. Apalagi Papua memiliki kekayaan alam yang luar biasa. “Tetapi kok rakyat Papua yang jumlahnya sedikit itu tetap hidup dalam keadaan miskin di atas kekayaannya sendiri. Karena apa? Karena leadership (kepemimpinan), karena mismanagement, karena penyalahgunaan dana yang besar itu,” ungkapnya.

“Jadi saya jujur mengatakan bahwa pemerintahan di sana haruslah pemerintahan yang baik dan bersih (good governance) dan yang melayani rakyatnya dengan sebaik-baiknya,” ujar Barnabas.

Rakyat Papua, lanjut Barnabas, ada di kampung-kampung. Penduduk Papua asli itu 100 persen ada di kampung-kampung. “Karena itu, tugas utama kita adalah membuat pemerintahan ini suatu pemerintahan yang baik dan bersih. Jadi kita menetapkan agenda membangun pemerintahan di Papua pada semua tingkatan, pemerintahan yang baik, yang bersih, yang melayani rakyat. Ini yang kita sebut bureaucracy reform (reformasi birokrasi), yang di dalamnya mengandung apa yang disebut budgetary reform (reformasi keuangan),” paparnya.

Dengan begitu, diharapkan budget yang jumlahnya 2 miliar dolar AS itu, dimanfaatkan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat Papua di kampung-kampung. Dan dalam hubungan itu, Barnabas melangsir satu konsep baru yang kita sebut People Driven Development Concept.

Menurut Barnabas, pada saat rakyat sudah mandiri (self standing), inilah yang disebut People Driven Development Strategy. “Tujuannya sederhana saja, tidak muluk-muluk: supaya rakyat punya makanan, minuman, gizi mereka dari ke hari bertambah baik, pendidikan, kesehatan dan rumah mereka harus bertambah baik. Ekonomi rakyat juga harus bertambah baik. Anggaran pendapatan kampung harus naik dari 100 juta menjadi Rp 500 juta sampai 1 miliar setiap kampung,” papar Barnabas.

Dia menyatakan, ini adalah anggaran umum, bukan pribadi. “Tetapi pada waktu yang sama, ketika ekonomi ini bertumbuh, raksasa yang tidur ini bangkit... kekayaan alam yang tidur itu bangkit... kekayaan ini tidak membunuh rakyatnya sendiri. Maka kampung kita siapkan, supaya melalui anggaran publik kampung ini, dana dari emas, tembaga, minyak, kayu masuk ke kantong rakyat sehingga mereka dapat membangun dirinya sendiri,” jelasnya.

Barnabas berpendapat, People Driven Development Strategy dimulai dari kampung. “Memang Indonesia ini terkenal sebagai negara proyek, negara yang penuh upacara. Nah, mari kita ubah konsep negara yang begitu, kita harus ubah secara total.”

Menjawab pertanyaan Rakyat Merdeka, apakah kegiatan gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) masih bergema, Agus Sumule, Staf Ahli Gubernur Papua menyatakan, gerakan Papua Merdeka saat ini sudah banyak berkurang. Tetapi pada saat yang sama kita juga menyadari bahwa persoalan itu kan lebih banyak pada persoalan ketidakadilan.

“Tantangan kita sekarang adalah bagaimana menyelesaikan masalah-masalah separatisme itu dengan menyelesaikan hak-hak rakyat. Hak rakyat Papua untuk mendapat kehidupan yang layak, hak supaya rakyat Papua mendapat keadilan dan kesejahteraan,” ujar Sumule.

Mengenai persoalan gerakan separatisme di Papua, lanjutnya, kita berprinsip, kalau ada asap, pasti ada api. Kalau mau menyelesaikan asap, selesaikan apinya dulu. “Api itu kita ibaratkan persoalan kesejahteraan dan keadilan. Mari kita selesaikan persoalan itu dulu. Jika persoalan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat itu bisa diselesaikan, pasti persoalan separatisme itu bisa diatasi,” tegasnya. rm

Dari Freeport, Indonesia Cuma Dapat Bagian Secuil

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=49081
Rakyat Merdeka, Senin, 05 November 2007, 06:14:34

Dari Freeport, Indonesia Cuma Dapat Bagian Secuil

Gubernur Papua Curhat di Belanda

Tak terasa, sudah 40 tahun Freeport ‘mengeruk’ kekayaan Papua. Penyerapan tenaga kerja dan pajak tidak seimbang dengan apa yang telah dibawa pulang perusahaan Amerika Serikat itu. Freeport menyisakan kerusakan lingkungan.

GUBERNUR Barnabas Suebu datang ke Belanda sebagai pembicara pada acara “Dialog Untuk Pembangunan Papua.” Dalam acara yang digelar akhir Oktober 2007 di Kedutaan Besar RI di Den Haag itu, Barnabas Suebu curhat tentang keberadaan PT Freeport Indonesia di tanah Papua. Menurut dia, meski sudah 40 tahun mengeksploitasi pertambangan di Papua, Freeport belum benar-benar berarti.

“Belum memberikan kontribusi seperti yang kita harapkan. Padahal sudah berapa ribu triliun dolar yang dihasilkan PT Freeport, tapi pemerintah Indonesia hanya mendapat bagian yang sangat kecil alias secuil,” kata Barnabas. Padahal, Freeport sudah 40 tahun mengeksploitasi pertambangan di Papua. Dialog dihadiri Dubes RI untuk Belanda Junus Effendi Habibie.

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya melaporkan, Barnabas juga mengeluhkan kerusakan lingkungan, penyerapan tenaga kerja dan pembayaran pajak yang tak sebanding yang dilakukan perusahaan asal Amerika Serikat itu.

“Itulah yang membuat rakyat Papua marah, lalu teriak merdeka, mungkin begitu. Untuk menyelesaikan hal-hal ini, Kita harus benar-benar berunding agar orang Papua tidak lagi menangisi dirinya,” beber Barnabas.

“Kita harus masuk ke meja perundingan dan secara cerdas berunding untuk mengubah ini semua,” sambung dia. Barnabas juga mengatakan, tidak ada bagi hasil antara pemerintah Indonesia dengan Freeport. Yang ada, kata dia, Freeport hanya membayar pajak.

“Kalau Freeport membayar pajak Rp 15 triliun, bayangkan berapa besar pendapatan yang diraup Freeport. Itu bukan bagi hasil, tetapi termasuk ke dalam divestasi, di mana pemerintah pusat tidak mau masuk ke dalam kepemilikan (Freeport). Kita dari daerah mau ikut memiliki saham Freeport. Tapi mahalnya minta ampun, 10 persen saham saja bernilai 1 miliar dolar AS,” katanya.

Karena itu, masih kata orang nomor satu di provinsi yang kaya emas ini, sebelum membuka tempat tambang yang lain di Papua, sistem kerjasama model Freeport tidak boleh terulang lagi. “Kita perlu Kaisiepo untuk memiliki gunung tempat tambang emas yang baru,” ujar Barnabas.

Viktor Kaisiepo adalah warga negara Belanda keturunan Papua. Viktor juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif organisasi Papua Lobby.

“Karena kekayaan ini Tuhan yang kasih kepada orang Papua. Sekarang saya sedang negoisasi untuk membeli saham PT Freeport, mengapa tidak? Tetapi Freeport tidak mau jual,” kata Barnabas lagi.

Mengenai kemungkinan meninjau kembali kontrak karya dengan Freeport, sang Gubernur mengaku pihaknya saat ini sedang serius menindaklanjuti opsi tersebut. Dia bilang, pemerintah pusat dan pemerintah daerah mau bicara dengan PT Freeport di meja perundingan.

“Banyak masalah yang harus dibicarakan, seperti soal kerusakan lingkungan, tenaga kerja, kontribusi Freeport yang sangat kecil, pembayaran pajak kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang tidak seimbang. Hal-hal itu harus diselesaikan secara tuntas.”

Dia menambahkan, aspirasi rakyat Papua masih menginginkan penutupan Freeport. Namun, kata dia, pemerintah tidak akan menutupnya.

“Tuntutan ‘Tutup Freeport’ itu penting untuk menekan pihak Freeport, antara lain agar kontrak karya diperbaiki sehingga lebih menguntungkan rakyat Papua,” ujarnya. Dia menambahkan, saat ini pihaknya tengah menagih janji kesepakatan 1 persen dari pendapatan kotor Freeport yang hingga kini belum juga direalisasikan. rm

Lobi Belanda Agar Minta Maaf Pada Korban Perang Indonesia

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=48996
Rakyat Merdeka, Minggu, 04 November 2007, 01:29:14

Lobi Belanda Agar Minta Maaf Pada Korban Perang Indonesia

KUKB Roadshow Ke Negeri Tulip Perjuangkan Rekonsiliasi

SEJAUH ini, masih ada yang mengganjal hubungan Indonesia dan Belanda. Penjajahan yang dilakukan Negeri Tulip kepada Indonesia di masa lalu, masih menyisakan banyak tanda tanya dan ganjalan. Ini dikarenakan hingga detik ini Belanda baru mengakui kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 secara de facto saja, tapi tidak secara de jure.

Untuk itulah, Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) Batara R. Hutagalung (Ketua) dan Mulyo Wibisono (Ketua Dewan Penasehat), pada 20-26 Oktober lalu melakukan roadshow ke Negeri Tulip itu. Tujuannya: selain untuk melakukan rekonsiliasi, juga menuntut pemerintah Belanda agar menyelesaikan tanggung jawabnya terhadap rakyat Indonesia yang menjadi korban perang.

Selama roadshow itu, Batara dan Wibisono bertemu dan berbicara dengan berbagai kalangan di Belanda. Di Amsterdam misalnya, KUKB bertemu dengan Joost van Bodegom dan putrinya Annemare van Bodegom. Joost van Bodegom lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara pada 7 Juni 1036. Ketika agresi militer Jepang tahun 1942 di mana tentara Belanda menyerah kepada Jepang, bersama keluarganya dia dimasukkan ke kamp interniran.

Di Leiden, KUKB bertemu dengan Dr Harry Poeze, Direktur KITLV (Royal Institute of Linguistic and Anthropology) Press. KUKB juga bertemu dengan Prof. Dr. Henk Schulte Nordholt, Research Co-ordinator pada KITLV. Menurut Dr Poeze, penting untuk mendatangkan beberapa janda korban agresi militer dari Rawagede dan Sulawesi Selatan. Ini akan membangkitkan simpati di Belanda. Dia mencontohkan, telah terjadi rekonsiliasi di Srbrenica antara pihak militer Belanda dengan keluarga korban pembantaian di Srbrenica.

Masih di Leiden, KUKB bertemu dengan Herman de Tollenaere, sejarawan yang membuat disertasi mengenai perkembangan Teosofi di Indonesia. Dia menyatakan, basis militer Belanda di Afganistan yang diberi nama “PUNCAK” sangatlah ironis, karena Puncak adalah nama tempat antara Bogor dan Bandung yang dijadikan basis oleh Raymond Westerling tahun 1949/1950 setelah dipecat dari dinas ketentaraan Belanda atas berbagai tindak pelanggaran yang dilakukannya. Di basis di Puncak itulah dia merancang “kudeta” 23 Januari 1950 terhadap Republik Indonesia Serikat (RIS) yang gagal.

Di Den Haag, KUKB bertemu dengan Guido van Leemput, asisten dari Krista van Velzen, anggota parlemen Belanda dari Partai Sosialis (PS). Masih di Den Haag, KUKB bertemu dengan Herman Keppy, putra bekas marinir tentara Belanda. H. Keppy adalah pengelola majalah ‘Marinjo’, yang pembacanya adalah masyarakat Maluku termasuk kalangan RMS di Belanda.’

Menurut Ketua KUKB Batara Hutagalung, dalam pertemuan-pertemuan itu, KUKB menyampaikan bahwa pernyataan Menlu (waktu itu) Belanda Ben Bot yang disampaikan pada 15 Agustus 2005 di Den Haag dan di Jakarta pada 16 Agustus 2005, telah terungkap suatu hal yang mengejutkan bagi bangsa Indonesia. Pada 15 Agustus 2005 di Den Haag, Ben Bot mengatakan, kini sudah saatnya Pemerintah Belanda mengakui de facto kemerdekaan Republik Indonesia adalah 17 Agustus 1945.

Dan pada 16 Agustus 2005 di Jakarta, Ben Bot menyampaikan bahwa kini Pemerintah Belanda menerima proklamasi kemerdekaan RI 17-8-1945 secara politis dan moral, namun tidak secara yuridis.

Dalam wawancara di satu stasiun TV di Indonesia, Ben Bot mempertegas, bahwa pengakuan kemerdekaan telah diberikan akhir tahun 1949 (yaitu pada waktu “pelimpahan kedaulatan” dari Pemerintah Belanda kepada Republik Indonesia Serikat/RIS-red.). Ini berarti, hingga 17 Agustus 2005, bagi Pemerintah Belanda, Republik Indonesia dianggap tidak ada dan sejak 17-8-2005, naik tingkat menjadi “anak haram”, karena hanya diakui de facto eksistensinya, namun tidak de jure, secara yuridis.

“Dari kenyataan di atas, lanjut Batara, terlihat masih ada beberapa permasalahan dalam hubungan Indonesia-Belanda yang ternyata belum jelas dan belum atau tidak mau diselesaikan dengan solusi yang memuaskan kedua bangsa,” ujar Batara kepada koresponden Rakyat Merdeka di Belanda, A. Supardi Adiwidjaya.

Selain masalah pengakuan de jure dari Pemerintah Belanda atas hari kemerdekaan Republik Indonesia, tambahnya, juga masih dinantikan tindak lanjut dari ucapan Menlu Ben Bot, yang disampaikan di Jakarta pada 16 Agustus 2005. Ben Bot mengakui dua hal, yaitu politik Belanda pada waktu itu (tahun 1947) salah dan dia juga mengakui bahwa aksi militer --yang dulu dinamakan sebagai aksi polisional-- telah mengakibatkan tewasnya sejumlah besar orang Indonesia dan rusaknya perekonomian Indonesia pada waktu itu.

“Apabila seseorang mengakui bahwa dia telah melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian orang lain atau mengakibatkan sesuatu kerusakan, maka sudah seharusnya dia mengganti kerusakan yang telah diakibatkannya,” ungkap Batara.

Barata mencontohkan Jerman dan Jepang, yang setelah kalah dalam Perang Dunia II, kedua negara itu telah meminta maaf kepada negara-negara yang menjadi korban agresi militer mereka serta telah memberikan kompensasi kepada banyak negara, walaupun belum semuanya.

Bukan Balas Dendam

Batara menjelaskan, kegiatan yang dilakukan oleh KUKB bukanlah untuk membalas dendam terhadap agresi militer yang dilakukan Belanda di Indonesia antara tahun 1945 sampai tahun 1950, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17-8-1945, melainkan sebaliknya.

“KUKB menawarkan suatu rekonsiliasi yang bermartabat, artinya rekonsiliasi antara dua bangsa yang sederajat dan saling mengakui. Sebab, adalah suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia dan bangsa Belanda telah berjalan bersama-sama selama lebih dari 400 tahun,” ungkapnya.

Namun, kata Batara, hingga kini Pemerintah Belanda tetap tidak mau mengakui secara de jure kemerdekaan RI adalah 17 Agustus 1945. “Oleh karena itu, rekonsiliasi antara dua bangsa yang sederajat dan saling mengakui belum dapat dilakukan, karena Belanda masih tetap tidak mau menerima bangsa Indonesia sederajat dengan mereka,” sesal Batara.

Apabila Pemerintah Belanda mau mengakui de jure kemerdekaan RI adalah 17-8-1945, lanjutnya, maka sebagai konsekuensi logisnya adalah permintaan maaf dan bukan ucapan penyesalan saja atas agresi militer yang dilakukan oleh Belanda di Indonesia antara tahun 1945-1950, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Selama agresi militer tersebut, telah banyak terjadi pelanggaran HAM dan kejahatan atas kemanusiaan yang dilakukan oleh tentara Belanda.

“Sebagai konsekuensi logis dari permintaan maaf, maka sudah sepantasnya Pemerintah Belanda bertanggung jawab atas kerusakan dan penderitaan yang diakibatkan oleh agresi militer tersebut. Serta memberikan kompensasi kepada para korban yang selamat, para janda dan keluarga korban agresi militer Belanda,” ungkap Batara.

Dia menjelaskan, KUKB juga merencanakan menyelenggarakan acara “rekonsiliasi/perdamain” di Rawagede pada 9 Desember 2008. rm

SBY Juga Masih Budayakan Kebal Hukum

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=lihat_edisi_website&id=44399
Rakyat Merdeka, Jumat, 05 Oktober 2007, 11:37:49 WIB

LAPORAN DARI BELANDA
SBY Juga Masih Budayakan Kebal Hukum

Diemen, myRMnews. Pada Minggu 30 September 2007 yang lalu, di Diemen (di pinggir Kota Amsterdam) Lembaga Pembela Korban 1965 telah menggelar pertemuan “Peringatan Tragedi Nasional 1965”. Tiga tema yang diangkat oleh masing-masing pembicara dalam pertemuan tersebut: (1) Sambutan M.D.Kartaprawira (Ketua Lembaga Pembela Korban /LPK/ 1965) dengan tema “Semakin Gelap Jalan Menuju ke Kebenaran dan Keadilan”; (2) sambutan Cipto Munandar (Ketua Stichting Azie Studies, Onderzoek en Informatie) berjudul “42 Tahun Tragedi Nasional 1965”; (3) sambutan Martha Meijer (Ketua HOM - Humanist Committee on Human Rights) bertemakan “Impunitas di Indonesia”.

Sulit untuk dibantah dan adalah suatu kenyataan, bahwa setelah terjadinya peristiwa apa yang disebut G30S tahun 1965, berlangsunglah kudeta merangkak yang dilakukan oleh (ketika itu) Letjen Soeharto dan para pendukungnya untuk menggulingkan Presiden Soekarno dari kedudukannya.

Proses pengambilalihan kekuasaan Presiden Soekarno ke tangan Letjen Soeharto cs tersebut berlangsung perlahan-lahan namun pasti. Dan dalam proses untuk pengambilan kekuasaan oleh Letjen Soeharto cs tersebut dilaksanakan dengan melakukan pembunuhan massal terhadap mereka yang terindikasi atau diindikasikan sebagai anggota PKI ataupun organisasi-organisasi massanya.

Berbagai pembantaian yang kejam juga dilakukan terhadap para pendukung setia Presiden Soekarno. Tanpa proses pengadilan jutaan orang tak bersalah apapun dengan kekejaman yang luar biasa disiksa dan dijebloskan ke dalam penjara-penjara dan ribuan orang diasingkan ke Pulau Buru. Bagi warganegara RI yang berada di luar negeri, yang mendukung pemerintah dibawah Presiden Soekarno, rezim Orba mencabut paspor dan kewarganegaraan mereka.

“Tidak tergantung siapa dalang G30S, dan lepas masalah G30S tuntas atau belum, pembunuhan massal dan pembuangan serta penahanan ribuan orang tanpa dibuktikan kesalahannya adalah pelanggaran HAM berat. Maka demi keadilan yang dijamin dalam UUD 45 masalah pelanggaran HAM berat tersebut harus diselesaikan”, tegas M.D. Kartaprawira.

Menyinggung soal TAP MPRS Nomor XXV/1966, M.D.Kartaprawira menyatakan, adalah kesalahan besar menjadikan TAP MPRS Nomor XXV/1966 sebagai dasar untuk menghalalkan pembantaian massal dan pembuangan/penahanan massal 1965-1967. Sebab TAP tersebut, menurut Kartaprawira, dengan jelas hanya menyatakan pembubaran PKI serta onderbouw-nya dan pelarangan ajaran Marxisme-Leninisme, yang tidak dapat diartikan sebagai perintah pembantaian massal tersebut di atas. Bahkan kalaupun PKI terbukti bersalah, pembantaian massal dan semacamnya tetap tidak dapat dibenarkan dan merupakan kejahatan kemanusiaan.

“Watak otoriter rejim Orde Baru berbeda seperti bumi dan langit dibandingkan dengan kebijakan Soekarno, di mana ketika Partai Sosialis Indonesia dan Masyumi dibubarkan karena terbukti tersangkut dalam pemberontakan PRRI-Permesta, toh tidak terjadi pembunuhan terhadap anggota-anggota kedua partai tersebut, apalagi pembantaian massal”, tegas M.D.Kartaprawira.

“Pada 42 tahun yang lalu terjadi peristiwa 30 September 1965 yang disusul dengan naiknya kekuasaan militer Orde Baru Soeharto dan terjadi pembantaian jutaan manusia Indonesia tak berdosa, perampasan segala hak sipil dan kemanusiaan jutaan keluarga Indonesia. Hingga saat ini diskriminasi atas sebagian besar bangsa Indonesia masih berlangsung”, ujar Cipto Munandar dalam sambutannya. Walaupun presiden Soeharto sudah lengser, lanjut Munandar, pada Mei 1998, hampir sepuluh tahun yang lalu dan secara formal kita berada pada apa yang dikatakan “era reformasi”, belum ada perubahan mendasar dalam situasi tersebut.

“Pembantaian dan pemenjaraan jutaan tak bersalah menyusul peristiwa 1965 menandakan tidak adanya ‘rule of law’, berlakunya apa yang disebut sebagai impunity (kebal hukum). Karena hal itu belum pernah ditangani, maka sampai sekarang pun impunity itu masih berlaku. Siapa berani menentang dan menggugat rezim berkuasa akan disingkirkan, dihilangkan atau dibunuh. Itu yang terjadi pada pejuang buruh Marsinah, pada seniman rakyat Wiji Thukul dan banyak lain yang tak bernama,” papar tegas Cipto Munandar.

Sesuai dengan tema yang dibawakannya “Impunitas di Indonesia”, Martha Meijer menegaskan, berbagai kejahatan terhadap kemanusian yang terjadi sejak tahun 1965 sampai saat ini masih terus berlangsung. Meskipun diakuinya bahwa dia tidak membikin analisis yang mendalam tentang G30S sendiri.

“Saya mencoba untuk melihat bagaimana pelaku pelanggaran HAM tanpa mendapat hukuman, impunitas di Indonesia masih terus berlangsung”, kataya. “Itu pertanyaan yang paling penting untuk saya sendiri’, ujar Martha Meijer.

“Tidak bisa dipungkiri bahwa peristiwa 1965 tersebut adalah pelanggaran berat HAM. Dalam konteks ini ada banyak bentuknya: dengan penghilangan orang secara paksa; penahanan semena-mena; pembunuhan dan pemenjaraan orang-orang yang tidak bersalah dan sebagainya – semua itu adalah termasuk kategori pelanggaran berat HAM. Dan itu harus ada proses keadilan,” ujar Mugiyanto - Ketua IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia) - seusai pertemuan ketika bincang-bincang dengan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya. Berikut ini petikannya.


Kami dengar Anda baru saja datang dari Jenewa. Dalam rangka apa Anda ke sana?

Saya ke Jenewa untuk menghadiri Sidang Dewan HAM PBB dan juga peluncuran Koalisi Internasional Melawan Penghilangan Paksa ( International Coalition Against Enforced Disappearances - ICAED) di Jenewa pada tanggal 26 September 2007 yang lalu. Koalisi Internasional ini didirikan dan diluncurkan oleh organisasi-organisasi yang bergerak di bidang HAM, khususnya penghilangan orang secara paksa. Dan saya mewakili AFAD (Asian Federation Against Disappearances/Federasi Organisasi Orang Hilang Asia). Yang menjadi anggota ICAED ini pada saat ini adalah Amnesty Internasional, Human Rights Watch, AFAD, HOM (Humanist Committee on Human Rights), FIDH (Federation Internationale des Leagues des Droits de l’Homme) yang berbasis di Paris (Perancis), kemudian FEDEFAM (Fighting Against Forced Disappearances in Latin America/Federasi Keluarga Orang Hilang di Amerika Latin), ICJ (International Commission of Jurists), Federasi Organisasi Keluarga Orang Hilang di Europa Mediterranean.

Jadi organisasi-organisasi inilah yang meluncurkan Koalisi Internasional Melawan Penghilangan Paksa (ICAED) ini dengan tujuan supaya negara-negara melakukan ratifikasi atas konvensi yang baru saja diadopsi Majelis Umum PBB pada tanggal 20 Desember 2006 yang lalu, yaitu Konvensi Internasional Melawan Penghilangan Orang Secara Paksa. Dan kemarin, hari Sabtu (29/09), kami bertemu dengan Perwakilan Tetap RI di Jenewa. Kami menanyakan tentang janji pemerintah Indonesia, karena sebagaimana disampaikan oleh Hamid Awaluddin (yang ketika itu) sebagai Menteri Hukum dan HAM pada bulan Maret 2007 yang lalu pada Sidang HAM di Jenewa mengatakan, bahwa Indonesia akan menandatangani Konvensi ini, sebelum melakukan ratifikasi.

Jadi, kami mempertanyakan janji ini kepada staf Perwakilan Tetap RI untuk PBB di Jenewa. Dan mereka mengatakan, memang Indonesia merencanakan untuk melakukan suatu penandatanganan di New York. Dan kebetulan pada saat ini Menlu RI sedang berada di luar negeri.

Maksud kedatangan Anda ke Belanda?

Keberadaan saya di Belanda ini untuk beberapa tujuan, antara lain untuk mensosialiskan perkembangan di mana ada konvensi baru, ada organisasi koalisi internasional HAM yang baru untuk kasus penghilangan orang secara paksa. Dan saya tahu di Belanda ini banyak korban peristiwa tahun 1965. Banyak saudara-saudara mereka di Indonesia yang juga hilang. Dan menurut saya, akan bagus jika teman-teman di Belanda ini juga melakukan presure (tekanan) dari sini. Dan bagus juga untuk mulai mengambil inisiatif-inisiatif untuk membawa kasus-kasus peristiwa tahun 1965, terutama mengenai penghilangan paksa ke arena internasional.

Sebelum berangkat ke Jenewa, saya sudah tahu akan ada pertemuan “Peringatan Tragedi Nasional 1965” di Amsterdam hari ini (Minggu, 30/09 – red.). Dan saya memang merencanakan untuk hadir dalam pertemuan ini untuk juga berbagi pengalaman dan menyampaikan beberapa hal yang berhubungan dengan perkembangan situasi HAM di Indonesia. Dan saya juga memberikan masukan apa yang mungkin bisa dilakukan oleh para korban pelanggaran HAM di Indonesia.

Pendapat Anda mengenai pertemuan “Peringatan Tragedi Nasional 1965” ini?

Pertemuan ini menurut saya bagus. Karena mereka yang selama ini berada di sini bisa bertemu dan saya tidak begitu yakin, bahwa mereka sering mengadakan pertemuan seperti ini. Bagus dalam artian juga mereka membicarakan hal-hal yang menurut saya cukup konkret. Yaitu, apa yang seharusnya mereka lakukan untuk menangani dan menyelesaikan kasus yang menimpa mereka – peristiwa tahun 1965. Dan kebetulan hari ini adalah peringatan peristiwa tersebut.

Sehubungan dengan ini, saya berpendapat, pertama, tidak bisa dipungkiri bahwa peristiwa 1965 adalah pelanggaran berat hak-hak asasi manusia. Dalam konteks ini ada banyak bentuknya: dengan penghilangan orang secara paksa; penahanan semena-mena; pembunuhan dan pemenjaraan orang-orang yang tidak bersalah dan sebagainya – semua itu adalah termasuk kategori pelanggaran berat HAM. Dan itu harus ada proses keadilan.

Dalam pertemuan ini, saya mendapat kesempatan menyampaikan beberapa pendapat: Pertama, korban peristiwa 1965 harus berpartisipasi aktif pada proses ke depan dalam merumuskan ulang sebuah Undang-undang tentang Komisi Kebenaran. Menurut saya, Komisi Kebenaran sangat penting sebagai instrumen non judicial yang bisa digunakan untuk menangani kasus ’65.

Kedua, saya juga mengharapkan ada partisipasi aktif dari korban peristiwa ’65 untuk merumuskan UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) ke depan yang berpihak kepada korban. Karena Undang-undang KKR yang sebelumnya, yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, yakni UU No.27 tahun 2004, menurut saya memang tidak bagus. Salah satu alasannya mengapa saya katakan tidak bagus, karena partisipasi korban sangat minim. Sehingga undang-undang tersebut tidak sensitif.
Ketiga, mulai mengambil inisiatif-inisiatif untuk mengumpulkan data-data konkret, membawa kasus-kasus peristiwa tahun 1965, terutama mengenai penghilangan paksa ke arena internasional.

Sebagai jalan keluar atau penyelesaian persoalan eks mahasiswa ikatan dinas (eks-Mahid) dan “orang-orang terhalang pulang” lainnya, pemerintah SBY tampaknya atau paling tidak ada kecenderungan kuat “menawarkan” UU No.12 tahun 2006 (yang diundangkan pada pada tgl 1 Agustus 2006 dalam Lembaran Negara RI tahun 2006 nomor 63) tentang Kewarganegaraan RI pasal 41 (Tatacara Pendaftaran untuk Memperoleh Kewarganegaraan RI) dan pasal 42 (tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia). Komentar Anda?

Menurut pendapat saya, apa yang terjadi terhadap mereka ini, yang dimaksud dalam UU Kewarganegaraan ini adalah mereka yang menjadi korban politik. Jadi ini sebuah peristiwa politik. Sehingga tidak bisa diperlakukan seperti, kalau saya mengatakan, itu adalah negara memperlakukan sebagai kriminal atau orang yang abai, orang yang ignorant sehingga( selama lima tahun berturut-turut) tidak melaporkan kewarganegaraannya. Padahal persoalannya tidak demikian. Mereka adalah warganegara Indonesia, yang karena sebuah peristiwa politik di Indonesia mereka dicabut hak kewargenegaraan/paspornya. Jadi menurut saya ini adalah bukan masalah paspor. Tetapi bagaimana negara memposisikan mereka, memposisikan warganegara pada posisi yang sebenarnya. Jadi bukan sekedar masalah paspor.

Menurut saya, jika langkah ini yang diambil pemerintah pada saat ini (untuk penyelesaian masalah “orang-orang terhalang pulang” – red), maka kelihatan sekali pemerintah masih tidak mengubah wataknya dari pemerintah sebelumnya, terutama pemerintahan Orde Baru Soeharto.

Menurut saya, langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada saat ini berhubungan dengan warganegara Indonesia yang berada di luar negeri, antara lain yang berada di Negeri Belanda ini, adalah meminta maaf bahwa apa yang terjadi pada masa lalu, apa yang dilakukan oleh rezim pada masa lalu adalah sebuah kesalahan, suatu pelanggaran HAM.

Baru ketika, pemerintah mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan pada masa lalu adalah sebuah kesalahan, menurut saya, hal-hal yang berhubungan dengan paspor dan lain-lain adalah masalah teknis yang bisa diselesaikan kemudian. Tapi pada prinsipnya, harus ada pengakuan negara, bahwa negara melakukan kesalahan, melakukan perampasan hak-hak warganegara pada masa lalu, dan ini adalah pelanggaran HAM. ***

KETUPAT MANCA: Kebal Lihat Orang Berciuman Di Jalanan

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=47625
Rakyat Merdeka, Sabtu, 13 Oktober 2007, 00:14:34

KETUPAT MANCA:
Kebal Lihat Orang Berciuman Di Jalanan


BULAN Ramadhan—yang sebentar lagi berlalu—adalah bulan suci bagi umat Islam di seluruh dunia. Masyarakat Islam dari berbagai etnis, termasuk masyarakat Indonesia yang beragama Islam yang berdomisili di Belanda, menjalankan ibadah puasa dengan antusias. Tahun ini, Ramadhan di Belanda jatuh pada musim gugur sehingga udaranya sejuk, tidak panas dan tidak terlalu dingin pula.

Umat Islam yang termasuk minoritas di Belanda menjalankan puasa dengan penuh cobaan di negeri yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen itu.

Namun, kaum Muslim dari berbagai etnis di Belanda, tidak terganggu sama sekali dengan toko-toko makanan, restoran atau cafÈ yang buka di siang hari bolong. Adalah pemandangan biasa melihat orang pacaran berpelukan atau adegan pasangan sedang ciuman di jalanan.

Mereka juga tidak terganggu melihat cukup banyak orang makan roti tergesa-gesa di jalan atau ketika sedang naik bus atau kereta api menuju ke tempat kerja masing-masing. Warga Muslim di Belanda juga tak merasa terganggu oleh tempat-tempat judi dan pelacuran yang tetap berfungsi di malam hari di bulan Ramadhan. Mungkin Muslim yang tinggal di Belanda sudah “kebal” dengan situasi dan godaan tersebut.

Di Belanda, tidak ada orang-orang teriak atau membunyikan kentongan di pagi buta yang membangunkan orang untuk makan sahur. “Buat saya, menjalankan puasa di sini enak, tidak berat. Lebih-lebih sekarang di musim gugur. Siang hari hawa udara tidak terlalu dingin dan tidak panas. Meskipun waktu puasa cukup panjang, menahan lapar dan haus tidaklah terlalu berat,” ujar seorang ibu ditemui Rakyat Merdeka ketika menunggu bus di halte Amsterdam Lelylaan untuk menuju Masjid Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME) Al Ikhlash di Amsterdam.

Ketika bus yang ditunggu-tunggu datang, kami pun bergegas masuk. Sekitar tiga halte kemudian, Rakyat Merdeka melihat beberapa perempuan berjilbab naik. Ternyata tujuan mereka juga ke Masjid PPME Al Ikhlash untuk shalat tarawih.

Pengalaman berbuka puasa dan bertarawih di Masjid Persatuan Pemuda Muslim Eropa (PPME) Al Ikhlash di Amsterdam cukup menyenangkan. Suasana tarawih di mesjid di sana sangat ramai. Tua, muda, laki-laki dan perempuan, berkumpul dan beribadah bersama.

Selain di Masjid PPME Al Ikhlash, umat Islam—khususnya yang berasal dari Indonesia—bisa—berbuka puasa bersama dan shalat tarawih di aula Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag. Namun jumlah jamaah yang ikut shalat tarawih di KBRI tak sebanyak jamaah di Masjid PPME Al Ikhlash. Umat Islam Indonesia yang tinggal di sekitar Den Haag juga bisa melakukan shalat tarawih di Masjid Al Hikmah.

Festival Ramadhan

Sudah tiga tahun terakhir setiap bulan Ramadhan di Belanda digelar Festival Ramadhan. Festival ini digelar di 40 kota di negeri bunga Tulip ini. Festival diramaikan dengan acara pertemuan, perkenalan, pembicaraan, diskusi antara penduduk dari berbagai etnis, agama dan kepercayaan. Terutama mengenai persoalan yang berkaitan dengan kebudayaan dan agama Islam.

Setelah acara diskusi selesai, para peserta selanjutnya menikmati suguhan makanan dan minuman atau iftar. Ketika menikmati iftar, para peserta Ramadan Festival melanjutkan ramah tamah dengan penuh rasa persahabatan dan persaudaraan.

Di kota Zaandam, Festival Ramadhan diselenggarakan oleh oleh Stichting (Yayasan) EuroMaroc Ned dan Stichting Mizaan. Yayasan Mizaan adalah yayasan generasi kedua orang-orang Turki, yang berdomisili di Zaanstad. Mizaan dalam bahasa Turki berarti balance, keseimbangan atau harmoni (evenwicht). rm

Jangan Pukul Rata Semua Maskapai Kita Amburadul

Rakyat Merdeka, Minggu, 09 September 2007, 01:21:52

“Jangan Pukul Rata Semua Maskapai Kita Amburadul”

Dubes Habibie Kritik Larangan Terbang UE Dengan Garuda Cs

Keputusan Uni Eropa (UE) mengenai larangan terbang kepada warga Eropa dengan maskapai penerbangan dari Indonesia karena dianggap tidak memenuhi standar keselamatan internasional, diakui Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Kerajaan Belanda Junus Effendi Habibie mempunyai dampak yang negatif.

“JUJUR saja, kebijakan Uni Eropa ini berdampak negatif bagi dunia pariwisata Indonesia. Kita memang menghargai keputusan dari UE itu. Namun, kita juga mengatakan bahwa tidak bisa semuanya dipukul rata maskapai penerbangan domestik (Indonesia) amburadul seperti itu dong,” ungkap Dubes Junus Effendi Habibie kepada koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya di sela-sela acara resepsi peringatan HUT ke-62 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Wisma Duta di Wassenaar, Den Haag, Kamis (6/9).

Pada saat yang sama, KBRI Den Haag juga menggelar promosi untuk pariwisata, dagang dan investasi. Hadir dalam perjamuan dan kegiatan promosi itu Menlu Belanda Maxime Verhagen, Ruud Treffers (bekas Dubes Kerajaan Belanda untuk RI yang saat ini sebagai Dirjen Kerja Sama Internasional di Deplu Belanda), Joop Scheffers (Director Asia & Oceania), Nadjib Riphat Kesoema (Dubes RI untuk Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg dan Uni Eropa) serta para undangan lainnya.

Dubes Habibie yang didampingi Nyonya Miriam Habibie dan Wakepri Djauhari Oratmangun menyatakan, gara-gara keputusan UE soal larangan terbang dengan maskapai penerbangan Indonesia termasuk Garuda, para penumpang Belanda yang mau berkunjung ke Indonesia tidak mendapat asuransi untuk penerbangan domestik (di Indonesia-red).

“Kita mesti melihat bahwa dari 50 perusahaan penerbangan Indonesia itu, ada satu atau dua di antaranya yang sudah memenuhi persyaratan keselamatan udara. Harus dikatakan yang memenuhi persyaratan itu baik. Misalnya Garuda, itu baik. Artinya, Garuda sudah memenuhi persyaratan keselamatan udara,” ujar adik kandung bekas Presiden BJ Habibie itu.

Dengan begitu, lanjut diplomat yang akrab disapa Fanny Habibie itu, para penumpang (warga) Belanda bisa tahu, mereka bisa sampai ke Indonesia dan menggunakan pesawat Garuda untuk penerbangan domestik.

Dia mengakui, kebijakan UE tersebut sangat merugikan promosi kepariwisataan Indonesia. Sebab, pengumuman itu akan menghambat para turis Belanda yang akan berkunjung ke Indonesia.

Ditanya apakah akibat kebijakan UE itu jumlah turis atau pengusaha Belanda yang datang ke Indonesia menurun, dia menyatakan, sampai saat ini belum mengalami penurunan tajam. “Tetapi jika terlalu lama tidak dibayarnya asuransi karena menggunakan pesawat domestik Garuda, bisa menghambat para turis Belanda untuk datang ke Indonesia. Mereka tetap datang ke Indonesia, tetapi memakai pesawat-pesawat lain, bukan pesawat Garuda,” keluhnya.

Berapa rata-rata Kedubes RI mengeluarkan visa untuk warga Belanda yang ingin ke Indonesia sebelum dan sesudah Uni Eropa mengumumkan larangan terbang terhadap warganya dengan maskapai penerbangan Indonesia?

Dubes Habibie mengaku tidak begitu paham berapa jumlah visa yang dikeluarkan dalam setiap bulan oleh Kedubes RI di Belanda. Tetapi yang pasti, katanya, sekarang ini mengurus visa ke Indonesia mudah sekali.

“Bagi warga Belanda yang ingin mengurus visa kunjungan ke Indonesia, juga bisa dilakukan melalui internet, mengisi formulir dan membayarnya melalui bank. Lagi pula ada visa on arrival (VOA). Jadi kalau orang mau datang ke Indonesia untuk liburan selama sebulan, bisa datang langsung dan meminta visanya di bandara di Jakarta ketika mereka mendarat,” paparnya.

Lebih lanjut Dubes Habibie menjelaskan, pada akhir Agustus lalu, delegasi Departemen Perhubungan Indonesia telah mengadakan perundingan dengan otoritas penerbangan UE soal langkah-langkah keamanan yang sudah diambil bagi penerbangan Indonesia. Kepada UE, pihaknya menjelaskan bahwa Indonesia itu terikat kovensi keselamatan udara.

“Tetapi kita juga minta bahwa dalam keselamatan udara itu ada persyaratan minimal. Nah, kalau persyaratan minimal itu dipenuhi, kan mesti bisa menggunakan pesawat domestik yang sudah memenuhi persyaratan itu. Dan jangan tunggu sampai semua maskapai penerbangan Indonesia yang jumlahnya 50, memenuhi persyaratan minimal itu. Kalau harus menunggu dulu semua maskapai penerbangan Indonesia rame-rame memenuhi persyaratan, ya itu tidak benar,” tandasnya.

“Yang saya harapkan, misalnya Jepang secara bilateral mengatakan bahwa Garuda boleh datang. Nah, saya harapkan juga Belanda secara bilateral mengatakan bahwa boleh menggunakan Garuda, karena pesawat Garuda memenuhi persyaratan keselamatan udara. Untuk Uni Eropa, masalahnya para turis itu tidak mau dibayar asuransinya kalau di Indonesia naik pesawat Garuda. Yang menghambat itu soal asuransi,” cetusnya.

Dia menyatakan, pihaknya masih menunggu tanggapan dari Uni Eropa setelah pemerintah Indonesia lewat delegasi Dephub memberikan penjelasan dan klairifikasi seputar maskapai penerbangan di tanah air. “Kita mengharapkan bahwa Uni Eropa akan mengirim delegasi ke Indonesia untuk menyaksikan sendiri mengenai berbagai langkah pengamanan yang sudah diambil pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan standar keselamatan penerbangan di tanah air,” jelasnya.

Menurut Dubes Habibie, pihaknya juga sudah menghubungi pemerintah Belanda untuk membahas masalah ini. “Bahkan tadi juga saya berbicara dengan Menteri Luar Negeri Belanda Maxime Verhagen. Saya sangat mengerti bagaimana posisi Belanda yang terus membantu Indonesia untuk bicara di forum Uni Eropa,” pungkas Dubes Habibie. rm

Gelar Pertemuan Bilateral RI-Hongaria Makin Lengket

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=47275
Rakyat Merdeka, Minggu, 07 Oktober 2007, 01:48:56

Gelar Pertemuan Bilateral RI-Hongaria Makin Lengket

HUBUNGAN diplomatik Indonesia dengan Hongaria, berjalan baik dan terjalin semakin erat saja. Untuk lebih meningkatkan hubungan kedua negara, pada 26 September lalu digelar pertemuan bilateral antara Indonesia dan Hongaria di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Hongaria di ibukota Budapest.

Pertemuan itu, menurut koresponden Rakyat Merdeka A. Supardi Adiwidjaya, didahului dengan jamuan informal di Wisma Duta yang dihadiri sejumlah petinggi pemerintah Hongaria seperti State Secretary Kementerian Ekonomi dan Transport, State Secretary pada kantor Perdana Menteri, bekas Menteri Lingkungan Hidup dan juga tokoh media dan bisnis yang menunjukkan apresiasi tinggi pihak Hongaria terhadap delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Amerop Deplu.

Sekretaris III KBRI di Budapest Ingan Malem menjelaskan, kepada delegasi Indonesia yang diketuai Dirjen Amerop, Dubes RI untuk Hongaria Mangasi Sihombing, Dubes Eddi Hariyadhi, Senior State Secretary Martha Feksi Horvath, menggaris bawahi pentingnya hubungan bilateral RI-Hongaria yang tercermin dari saling kunjung petinggi pemerintah dan parlemen kedua negara.

“Kedua pihak mengharapkan hubungan baik kedua negara dapat ditingkatkan dengan kegiatan-kegiatan nyata,” jelas Malem. Dalam pertemuan terpisah dengan Menteri Keuangan Janos Veres, lanjut Malem, delegasi Indonesia bertukar pikiran untuk lebih memuluskan pelaksanaan hubungan kedua negara.

“Dalam pembicaraan intensif di Kemlu Hongaria, kedua delegasi juga membahas berbagai substansi bilateral seperti kunjungan kepala negara, kerja sama ilmu pengetahuan, prospek bebas visa dalam rangka peningkatan turisme dan kerja sama kota kembar (sister city),” katanya.

Di samping itu, tambah Malam, dilakukan pembahasan mengenai berbagai isu internasional, antara lain climate change (perubahan iklim), perkembangan di Eropa Tengah dan Timur, kerja sama-kerja sama regional seperti ASEAN, ASEAN dan Eropa Tengah, Balkan dan Uni Eropa. rm

Surat Solyom Laszio Untuk SBY

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=44403
Rakyat Merdeka, Minggu, 26 Agustus 2007, 00:23:04

Surat Solyom Laszio Untuk SBY

Mihaly Illes, Dubes Hongaria Untuk Indonesia

Kamis 16 Agustus lalu, di acara pembukaan gedung baru bagi fauna istimewa dan langka dari Asia Tenggara, terutama Indonesia, Duta Besar Hongaria untuk Republik Indonesia Mihaly Illes berkesempatan bincang-bincang dengan koresponden Rakyat Merdeka A. Supardi Adiwidjaya, yang berkunjung ke Budapest. Dubes Hongaria yang beristerikan perempuan Mongolia ini fasih berbahasa Rusia. Soalnya, Mihaly Illes belajar bahasa Indonesia di sebuah perguruan tinggi di Moskow dengan pengantar bahasa Rusia. Perbin cangan Rakyat Merdeka dengan Dubes Illes berlangsung dalam bahasa Rusia, salah satu dari lima bahasa resmi di PBB. Berikut ini petikannya:

MENGENAI pembukaan gedung baru untuk binatang-binatang langka, terutama dari Indonesia ini, bagaimana kesan Anda?
Saya sangat gembira dengan dibukanya Xantus Janos/House (nama gedung –red) ini. Sebagian besar jumlah fauna langka ini dari Indonesia. Dan lebih penting lagi, acara pembukaan ini diselenggarakan sehari sebelum peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-62. Ini punya arti penting.

Saya berharap, pertukaran fauna langka itu sesuai penilaian harga yang ril, yang ditentukan kedua belah pihak dibantu oleh para ahli hewan (zoologist) kedua negeri: Hongaria dan Indonesia.

Berkaitan fauna langka, saya berharap Presiden Hongaria Solyom Laszio akan menulis surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar pertukaran binatang-binatang langka masing-masing dari kedua negeri bisa berlangsung dengan baik dan relatif cepat, sesuai dengan harapan keduabelah pihak. Harapan saya, dalam waktu dekat saya dapat membawa surat Presiden Hongaria Presiden Dr Solyom Laszio. Dan surat tersebut dapat saya serahkan kepada Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Bukan hal itu saja. Seperti diketahui kebun binatang yang ada di provinsi lain di Hongaria telah dibangun paviliun khusus untuk fauna langka dari Indonesia. Mereka telah mendapatkan dananya dari Uni Eropa untuk membiayai pertukaran fauna langka. Diharapkan, mereka mendapatkan dua gajah masing-masing jantan dan betina dari Indonesia.

Sehubungan kerjasama pertukaran fauna langka ini, diharapkan adanya kerjasama membangun proyek bagi pengembangbiakan. Setelah jumlah fauna langka tersebut bertambah banyak jumlahnya, maka sedikit demi sedikit fauna langka dimaksud dikembalikan ke tempat asalnya.

Misalnya?
Kebetulan, pada 2004-2006 ketika saya menjadi Duta Besar Hongaria di Mongolia, saya menyaksikan sendiri proses pengembalian kuda putih, yang dulu jumlahnya diambang kritis. Pengembalian kuda putih Mongolia ke tempat asalnya itu berkat kerjasama Mongolia dengan Belanda dan Inggris, yang berdasarkan penelitian yang saksama berhasil menangkarkan kuda putih.

Lalu tentang hubungan Hongaria dan Indonesia dewasa ini, bagaimana?
Hubungan Hongaria-Indonesia saat ini sangat baik dan terus berkembang, menguntungkan kedua belah pihak. Saat tiba kembali di Indonesia, bersama saya tiba delegasi pengusaha Hongaria. Kami ingin menandatangani kerjasama ekonomi, berupa berbagai proyek seharga 20 juta Dolar AS.

Pada akhir Oktober 2007 mendatang ini akan digelar sebuah forum untuk membicarakan kerjasama antara Hongaria dan Indonesia. Sekaitan ini saya harap akan terbentuk perusahaan-perusahaan joint venture Hongaria-Indonesia.

Kini sudah ada empat perusahaan joint venture Hongaria-Indonesia, yang bergerak di bidang pemeliharaan kesehatan lengkap dengan laboratorium penelitiannya; perusahaan untuk membuat racun untuk membasmi serangga dan tikus, yang membahayakan tanaman dan juga membahayakan kesehatan manusia. rm

Paviliun Indonesia Meriahkan Kebun Binatang Di Budapest

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=44414
Rakyat Merdeka, Minggu, 26 Agustus 2007, 00:30:41


Paviliun Indonesia Meriahkan Kebun Binatang Di Budapest

SEJUMLAH binatang dari Indonesia, sudah “berimigrasi” ke luar negeri. Di antaranya sudah mendiami sebuah kebun binatang nun jauh di sana, yaitu Hongaria. Kehadiran sejumlah binatang dari Tanah Air itu, ditandai dengan Duta Besar (Dubes) Indonesia di Hongaria yang merangkap Bosnia Herzegovina, Kroasia dan Macedonia, Mangasi Sihombing membuka paviliun di Budapest Zoo dan Botanical Garden.

Paviliun ini secara khusus untuk sebagian besar binatang dari Indonesia dan fauna dari Papua Nugini (PNG) serta negara-negara di Asia Tenggara lainnya, Kamis (16/8).

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda yang baru-baru ini berkunjung ke Budapest, Hongaria, A. Supardi Adiwidjaya melaporkan, Budapest Zoo dan Botanical Garden pada awal pembangunannya, tahun 1952, dibangun untuk menampung burung pada musim dingin. Namun sejak tahun 1999, selain burung, binatang amfibi juga memanfaatkan bangunan ini. Paviliun ini kemudian direkonstruksi ulang dan menelan biaya hampir 280 juta forint atau sekitar 1,4 juta dolar AS, dimana hampir 414.000 dollar dibiayai kantor Pemda Budapest.

Pada acara pembukaan Pavilion Xantus Janos ini, hadir Walikota Budapest, Gabor Demszky, Dubes Hongaria di Indonesia Mihaly Illes yang kebetulan sedang pulang kampung.

Direktur Jenderal Kebun Binatang Budapest, yang juga bekas menteri lingkungan hidup Hongaria, Miklos Persanyi menyatakan, pembukaan Paviliun Xantus Janos ini juga merupakan tanda yang nyata bahwa hubungan Hongaria- Indonesia telah terjalin dengan baik.

Dubes Mangasi Sihombing menyatakan, paviliun ini yang merefleksikan kekayaan fauna Indonesia serta eratnya hubungan sosial budaya yang telah terbina antara Hongaria dan Indonesia.

Menurut Sihombing, kehadiran fauna Indonesia di Kebun Binatang Budapest ini merupakan bagian dari diplomasi Indonesia. “Ke depan, kami mengharapkan akan diikuti saling tukar antara fauna antara Indonesia dan Hongaria. Dengan begitu, para pengunjung akan menyaksikan lebih banyak jenis fauna Indonesia di Budapest,” kata Dubes Sihombing. rm

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=44072
Rakyat Merdeka, Senin, 20 Agustus 2007, 02:44:42

Mahasiswa ITB Meriahkan Tujuh Belasan Di Hongaria

Diiringi Gamelan Sunda Dan Tarian Daerah

HARI Proklamasi Kemerdekaan RI tidak hanya dirayakan di tanah air. Hari jadi RI yang ke-62 itu, juga diperingati oleh masyarakat Indonesia yang tinggal di luar negeri, antara lain di Budapest, Hongaria. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Budapest bersama masyarakat Indonesia yang tinggal di Magyar (sebutan lain buat Hongaria), ikut memperingati dan merayakan hari bersejarah ini.

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda yang sedang berkunjung ke Hongaria, A. Supardi Adiwidjaya, melaporkan, cuaca kota Budapest pada Jumat 17 Agustus lalu, sungguh cerah. Suhu udara terasa panas. Sekitar 200 orang yang terdiri dari masyarakat Indonesia dan para tamu undangan, wakil negara sahabat, hadir di acara peringatan HUT RI ke-62.

Acara tujuh belasan di Eropa Timur itu, dimeriahkan oleh penampilan kesenian masyarakat Indonesia di Hongaria. Hajatan besar ini semakin meriah karena mahasiswa-mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) mempersembahkan sandra tari dengan gamelan Sunda. Beberapa tarian tradisional Sunda dan tari Saman Aceh versi mahasiswa ITB itu, mendapat sambutan yang hangat dan tepuk tangan yang antusias dari para hadirin.

“Mahasiswa-mahasiswa ITB ini ada di tengah-tengah kita, karena mereka sedang berlaga di sebuah kompetisi kesenian di Hongaria. Hari ini mereka kita undang bersama kita merayakan Hari Kemerdekaan kita,” ujar Dubes RI untuk Hongaria merangkap Kroasia, Bosnia-Herzegovina dan Macedonia Mangasi Sihombing kepada Rakyat Merdeka.

Dalam sambutannya, Dubes Sihombing mengatakan, hubungan Indonesia dengan Hongaria, Kroasia, Bosnia-Herzegovina dan Macedonia, sangat baik dan telah diakreditasi.

“Karena dukungan semua pihak, Indonesia telah berhasil menjalin hubungan baik dengan empat negara tersebut. Hubungan serta kerja sama yang baik dengan negara-negara sahabat ini perlu terus ditingkatkan dalam segala bidang kehidupan kedua belah pihak,” ujar Dubes Sihombing.

Menurut Sihombing, hubungan baik ini ditandai dengan kerja sama di bidang politik, seperti pertukaran dukungan di forum internasional. Demikian juga kerja sama di bidang ekonomi. “Kita terus mengupayakan peningkatan ekspor komoditi Indonesia. Kita promosikan produk-produk komoditi unggulan, supaya bisa menembus pasar Hongaria dan negara-negara lainnya,” katanya.

Di bidang sosial budaya, lanjut Sihombing, kita menyaksikan terus arus timbal balik delegasi-delegasi kebudayaan Indonesia dan Hongaria. rm

100 TKI Mengais Rezeki Di Polandia

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=43478
Rakyat Merdeka, Sabtu, 11 Agustus 2007, 00:53:28

100 TKI Mengais Rezeki Di Polandia

Catatan Perjalanan Koresponden Rakyat Merdeka Dari Polandia (1)

KORESPONDEN Rakyat Merdeka di Belanda A.Supardi Adiwidjaya, belum lama ini berkunjung ke Polandia, sebuah negara di Eropa Timur yang sejak tahun 2004 ini telah menjadi anggota Uni Eropa (UE) dan anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Di bidang politik luar negeri, pemerintah Polandia saat ini tampak berseberangan dalam berbagai isu, termasuk rencana penggelaran rudal pertahanan (missile defense) AS, dengan Rusia. Juga hubungan bilateral Polandia-Jerman berlangsung tidak serasi, karena masih menyimpan luka lama, warisan Perang Dunia ke II.

Namun dalam cuaca apapun, tampaknya hubungan Indonesia-Polandia tetap survive, bahkan semakin mesra. Polandia kini menjadi mitra ekonomi yang memiliki potensi besar bagi Indonesia. Negara berpenduduk 40 juta itu, menjadikan Indonesia mitra strategis untuk seluruh kawasan Asia Tengah, bahkan di Asia Pasifik. Berikut laporan Rakyat Merdeka yang diturunkan secara bersambung.

Polandia, seperti yang dikemukakan oleh Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Polandia Hazairin Pohan, saat ini sedang mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam bebagai proyek infrastruktur, pertambangan, energi, kereta api, pelabuhan dan industri pertahanan senilai lebih dari 2 miliar dolar AS.
Sementara pembuatan proyek-proyek Uni Eropa (UE) senilai 50 miliar dolar AS itu, di satu sisi menyulitkan Polandia yang kini mengalami kekurangan tenaga kerja. Namun di sisi lain, mega proyek tersebut menjadi peluang bagi Indonesia untuk “mengekspor” tenaga kerjanya. Sekarang ini, terdapat sekitar 100 TKI (tenaga kerja Indonesia) berketerampilan yang bekerja di berbagai industri elektronik dan jasa di Polandia.

Ketika koresponden Rakyat Merdeka mendarat di Warsawa, ibukota Polandia, perasaan yang menghinggapi jantung ini adalah “ingin mengenali” situasi negeri sosialis dan anggota Pakta Warsawa (dulu musuh bebuyutan NATO), yang memainkan peranan yang tidak kecil di masa Perang Dingin.

Polandia yang punya bendera “putih merah” (kebalikan dari bendera Indonesia yang merah putih) ini, dulu adalah sekutu terdekat Uni Soviet dan negara-negara apa yang disebut Blok Sosialis atau ada juga yang menyebutnya negara-negara Blok Komunis. Ibu kotanya pun dipakai sebagai nama blok militer, yakni Pakta Warsawa, yang waktu itu praktis dipimpin (baca: dikomandoi) oleh Uni Soviet. Pakta Warsawa tidak pelak lagi adalah blok militer tandingan atau musuh bebuyutan blok militer negara-negara Barat-NATO.

Namun, saya cukup tercengang, ketika istri salah seorang sahabat saya yang kebetulan keturunan (atau berdarah) Polandia menyatakan bahwa orang-orang Polandia pada dasarnya tidak menyukai orang-orang Rusia. Katanya, mereka benci terutama kepada orang-orang Bolshewik (orang-orang komunis) Rusia. Kenapa? “Bahwa orang-orang Polandia tidak suka sama orang-orang Rusia, hal itu tidak hanya sekarang, tetapi sudah dari dulu, sudah berlangsung ratusan tahun,” ujarnya. Jawaban istri sahabat saya itu, membuat saya terbengong-bengong.

Di wilayah pinggiran kekaisaran (imperium) Rusia, lanjut istri sahabat saya tersebut, di mana pada pertengahan abad XVI (sekitar tahun 1569) dibentuk Polish-Lithuanian Commonwealth, penduduknya merasakan kekejaman penindasan Kaisar Rusia beserta kaki-kaki tangannya.

Misalnya Muravyov, gubernur wilayah Wilno (nama Vilnius, ibu kota Lithuania sekarang) adalah. Dalam sejarah, Muravyov ini sangat terkenal akan kekejamannya terhadap penduduk Lithuania, terutama terhadap penduduk keturunan Polandia. Karena kekejamannya itu, Muravyov dijuluki Muravyov-tukang gantung (bahasa Rusianya: Muravyov-Wesyatel). Atas perintah Muravyov, banyak sekali penduduk keturunan Polandia yang dibunuh lewat tiang gantungan.

Demikian juga orang-orang Polandia yang tinggal di wilayah Polandia, yang ketika itu juga merupakan wilayah pinggiran kekaisaran Rusia, banyak yang menjadi korban kekejaman penindasan Kaisar Rusia. Oleh sebab itulah, orang-orang Polandia sangat membenci Rusia, karena mereka merasa ditindas dan diinjak-injak oleh Negeri Beruang Merah.

Pada abad ke-XVIII, Polish-Lithuanian Commonwealth itu bubar. Wilayah negara Persemakmuran Polandia-Lithuania itu dibagi-bagi menjadi beberapa daerah, yang masing-masing dikuasai oleh Prusia, Rusia dan Austria.

Negara Borjuis

Pada tahun 1920, Polandia yang ketika itu merupakan negara borjuis, berada di bawah pimpinan Jozef Klemens Pilsudski. Jozef Pilsudski ini adalah orang Polandia kelahiran Lithuania. Dalam buku-buku pelajaran sejarah Soviet Rusia, Pilsudski disebut sebagai pemimpin borjuis, pemimpin kaum reaksioner dan bahkan dituduh sebagai seorang fasis.

Tetapi orang-orang Polandia sampai sekarang sangat mencintai dan menghormati Pilsudski. Karena, Pilsudski oleh orang-orang Polandia dinilai baik, sebagai pejuang kaum buruh. Dia dianggap sebagai pemimpin rakyat, sehingga rakyat Polandia sangat mencintainya. Kabarnya, di rumah-rumah penduduk biasa di Polandia, selalu dipajang foto Pilsudski dan banyak orang yang memiliki piringan hitam berisi pidato-pidato Pilsudski. Bagi orang Polandia, Pilsudski adalah seorang pahlawan. Pilsudski-lah yang mengusir tentara Rusia dari Polandia.

Saat Pilsudski meninggal dunia pada 12 Mei 1935, dia dikubur di kota Krakow. Ketika berlangsung upacara penguburan Jozef Pilsudski di Krakow itu, di kota Vilnius (Lithuania) di tiang-tiang khusus atau di pohon-pohon, dipasang pengeras suara yang mentransiliasi upacara penguburan tersebut. Kabarnya, tubuh Pilsudski dikubur di kuburan raja-raja Polandia di Istana Wawel di kota Krakow, sedang jantung Pilsudski dikubur di pemakaman di kota Vilnius.

Ada lagi penyebab kenapa orang Polandia tidak senang dengan Rusia. Polandia adalah negeri yang penduduknya sangat religius. 95 persen penduduk Polandia beragama Khatolik. Seperti diketahui, Lenin menyatakan bahwa religi adalah opium bagi rakyat. Berbeda dengan di Rusia, pada zaman komunis, gereja-gereja di sana ditutup atau dijadikan museum-museum. Sedangkan di Polandia, gereja tetap menjadi institusi penting, setidaknya bagi rakyat.

Dengan penyatuan Lithuania ke dalam Uni Soviet, penutupan gereja-gereja di sana juga terjadi. Padahal, jumlah penduduk Lithuania yang keturunan Polandia cukup besar. Mereka adalah penganut kuat agama Khatolik. Penutupan gereja-gereja Khatolik di Lithuania menambah kebencian mereka terhadap Rusia.

Selain itu, di bawah kekuasaan rezim komunis, di sekolah-sekolah Polandia bahasa asing yang diajarkan hanyalah bahasa Rusia. Nah, generasi tua sedikit sekali yang bisa berbahasa asing lain kecuali bahasa Rusia. Faktor bahasa ini pun menjadi alasan orang Polandia tidak begitu senang dengan Rusia. Saking bencinya, juga cukup nyaring pernah terdengar, misalnya, seruan orang untuk meruntuhkan salah satu gedung yang menjulang tinggi di Warsawa, yang katanya hadiah dari Stalin, yang mirip gedung Kemlu ataupun “Hotel Ukraina” di Moskow. rm

Bersambung

Catatan Perjalanan Rakyat Merdeka Dari Polandia (2)

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=43513
Rakyat Merdeka, Minggu, 12 Agustus 2007, 01:10:02

Catatan Perjalanan Rakyat Merdeka Dari Polandia (2)

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A.Supardi Adiwidjaya, belum lama ini berkunjung ke Polandia, sebuah negara di Eropa Timur yang sejak tahun 2004 ini telah menjadi anggota Uni Eropa (UE) dan anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Di bidang politik luar negeri, pemerintah Polandia saat ini tampak berseberangan dalam berbagai isu, termasuk rencana penggelaran rudal pertahanan (missile defense) AS, dengan Rusia. Juga hubungan bilateral Polandia-Jerman berlangsung tidak serasi, karena masih menyimpan luka lama, warisan Perang Dunia ke II.

Namun dalam cuaca apapun, tampaknya hubungan Indonesia-Polandia tetap survive, bahkan semakin mesra. Polandia kini menjadi mitra ekonomi yang memiliki potensi besar bagi Indonesia. Negara berpenduduk 40 juta itu, menjadikan Indonesia mitra strategis untuk seluruh kawasan Asia Tengah, bahkan di Asia Pasifik. Berikut laporan Rakyat Merdeka yang diturunkan secara bersambung.

ISU de-komunisasi, saat ini sedang bergaung keras di Polandia. Keterangan yang didapat dari pembicaraan Rakyat Merdeka dengan beberapa pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Warsawa menyimpulkan bahwa saat ini terus berlangsung apa yang disebut de-komunisasi di Polandia.

Sejak runtuhnya komunisme pada kurun waktu 1989-1990, pemerintah Polandia telah melakukan upaya untuk mengikis semua yang berbau komunisme. Untuk itu, pemerintah telah mengesahkan amandemen UU Pengawasan (Vetting Law) yang berlaku mulai 15 Maret 2007. Vetting Law telah diundangkan tahun 1997 pada masa pemerintahan Presiden Aleksander Kwasniewski (1995-2005).

Amandemen Vetting Law tersebut dirancang oleh Presiden Lech Kaczynski bersama dengan Perdana Menteri (PM) Jaroslaw Kaczynski, yang adalah saudara kembar sang presiden. PM Jaroslaw Kaczynski adalah Ketua Partai Hukum dan Keadilan (Law and Justice atau dalam bahasa Polandia: Prawo i Sprawiedliwosc/PiS), partai yang berkuasa di Polandia sekarang. PiS adalah partai konservatif yang melandaskan diri pada nilai-nilai kekristenan yang kuat.

Pemikiran dasar UU Pengawasan itu adalah bahwa Polandia tidak akan menemukan jati dirinya sendiri untuk mengeratkan hubungan kultural, terutama dengan negara-negara Eropa Barat, tanpa berhasil membersihkan dirinya dari era komunisme yang memalukan. Partai berkuasa itu, didukung dua partai kecil, beranggapan bahwa masa pemerintahan Lech Walesa (1990-1995) maupun Aleksander Kwasniewski (1995-2005), kurang berhasil karena unsur-unsur komunisme masih melekat di dalam sistem politik dan kehidupan politik itu sendiri.

Beberapa poin penting dari amandemen UU Pengawasan tersebut, adalah sebagai berikut: mereka yang lahir sebelum 1 Agustus 1972 dan memegang jabatan di pemerintahan atau BUMN, diharuskan membuat pernyataan tertulis tentang ada tidaknya keterlibatan mereka dengan agen rahasia komunis. Pernyataan tersebut akan diselidiki kebenarannya oleh Institute for National Remembrance (IPN) dan pengadilan daerah. Bagi mereka yang terbukti memalsukan pernyataannya, akan dicopot dari jabatan mereka saat ini dan dilarang memegang jabatan selama 10 tahun.

Amandemen UU Pengawasan tersebut didukung penuh oleh koalisi partai yang berkuasa sekarang ini: PiS, Self-Defence (Samoobrona, Partai Petani), Ligi Polskich Rodzin (LPR), Polskie Stronnictwo Ludowe (PSL). Pengawasan dan penyelidikan mutlak diperlukan demi kehidupan masyarakat yang sehat.

Sedang partai oposisi, Sojusz Lewicy Demokratyczne (Partai Sosialis, bekas Partai Komunis Polandia/SLD/) keberatan dengan Vetting Law karena data dalam dokumen yang berasal dari agen rahasia komunis itu sering dimanipulasi sehingga diragukan kebenarannya. Kritik terhadap UU Pengawasan yang baru tersebut, sebagian besar menyatakan kekhawatiran bahwa UU itu hanya akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan justru tidak membawa kebenaran akan masa lalu Polandia.

Konspirasi Si Kembar

Tetapi, ada pula pengamat yang mencermati bahwa di balik gencarnya proses de-komunisasi itu, tersembunyi langkah politik yang jitu demi kepentingan politik pula. dengan amandemen Vetting Law itu, si kembar Kaczynski dan PiS ingin melanggengkan kekuasaan partai, dengan menyerang pihak-pihak oposisi dan para pendukungnya yang tersebar di mana-mana, melakukan konspirasi, terlibat dengan kegiatan mata-mata, komunisme dan KKN.

Keharusan membuat pernyataan tertulis juga menimbulkan reaksi di kalangan BUMN dan jurnalis yang rata-rata khawatir akan menimbulkan chaos. Menurut Dubes Indonesia di Warsawa Hazairin Pohan yang sudah ketiga kalinya bertugas di Eropa Timur, de-komunisasi bukanlah hal baru di Eropa Timur pasca komunisme.

Ada euforia masyarakat untuk berdemokrasi, komunisme dianggap sebagai proses pembodohan, biang keladi kegagalan dalam mengejar ketertinggalan dengan Barat. Seringkali, de-komunisasi itu menjadi purge (pembersihan) terhadap kekuasaan dan tokoh-tokoh lama. Pada awal tahun 1990-an, jabatan-jabatan politis dijabat orang-orang yang kurang berkompeten. Bahkan, parlemen yang “dikuasai” orang-orang jalanan dan petani di zaman itu, sering mengorbankan etika berpolitik yang sehat sampai perkelahian yang memalukan.

Dengan demikian, “bersih lingkungan” ala Eropa Timur ditujukan untuk “purge” bagi tokoh-tokoh di masa lalu, berapa pun ongkosnya. Memang, menurut Dubes Hazairin Pohan, pada zaman pasca euforia demokrasi, pembangunan tidak jalan, ekonomi carut-marut dan kesejahteraan masyarakat jauh menurun. Sehingga tidak heran partai-partai sosialis (baca: bekas partai komunis), akhirnya pada pertengahan 1990-an kembali memenangkan pemilu.

“Format dan substansi demokrasi mereka mengacu pada Eropa Barat,” jelas Dubes Pohan.

Meskipun “bekas komunis”, tetapi dalam proses yang berlangsung ketika itu untuk integrasi ke institusi-institusi Eropa (UE, NATO, WEU, CSCE) berlangsung cepat. Menurut Dubes Pohan, ini tidak masalah bagi politisi-politisi lama yang sangat piawai berpolitik, mengalahkan tokoh-tokoh “amatiran”.

Di Polandia, meskipun partai komunis berkuasa pada zaman sosialis, namun institusi gereja “diakui” dan dibiarkan tumbuh “menghibur” rakyat sepanjang mereka loyal. Nah, kata “loyal” ini tampaknya digunakan partai berkuasa, PiS, untuk melacak seberapa banyak informan-informan yang bekerja sama dengan rezim komunis menjadi “spion”.

“Di zaman komunis, gereja menjadi sanctuary bagi masyarakat Polandia yang dari dulu tetap religius. Ironisnya, seiring kemerdekaan, terikut pula kebebasan di semua hal, sehingga berbagai institusi kian menjamur menampung berbagai aspirasi yang tidak terbatas pada gereja Khatolik. Pengunjung gereja, terutama di kalangan muda, mulai menurun,” ujar seorang pengamat politik Eropa Timur.

Adapula spekulasi pers lokal, mensinyalir de-komunisasi secara intensif oleh si kembar Kaczynski dan PiS sebagai manuver untuk mengkikis kekuatan partai SLD, maupun dalam bentuk serangan lainnya terhadap partai oposisi terbesar PO (Platforma Obywatelska-The Civic Platform). Baik PiS maupun PO adalah partai pewaris Solidarnos, yang merupakan tokoh-tokoh yang bergabung dengan Lech Walesa di awal tahun 1980-an.

Strategi “bersih lingkungan” melalui Vetting Law, dibarengi dengan pembubaran dinas intelijen militer WSI dan perang terhadap korupsi (baca: tycoon), merupakan senjata ampuh yang dilancarkan PiS terhadap lawan-lawan politiknya. Memang strategi tersebut mampu menggetarkan lawan-lawan politik PiS karena banyak pihak yang sulit melepaskan diri dari pemerintah yang berkuasa di zaman komunisme. Atau tidak “bekerja sama” dengan dinas rahasia. Atau menjadi elit yang dikooptasi oleh rezim komunis untuk keuntungan-keuntungan ekonomi atau sikap-sikap yang oportunistis. Namun strategi ini dikhawatirkan berbagai pihak akan menyebabkan Polandia distracted atau bimbang dari jalan menuju kemajuan ekonomi dalam rangka UE.

Belum selesai soal “bersih lingkungan”, muncul pula soal baru ketika Parlemen Polandia mengesahkan UU untuk penghapusan 3.000 monumen peringatan jasa-jasa Tentara Merah Uni Soviet dalam membebaskan Polandia dari Jerman. Seperti di Latvia, isu ini membuat marah Presiden Rusia Vladimir Putin, ketika makam dua perajurit Tentara Merah dengan monumen di tengah kota dipindahkan ke pinggiran kota nan jauh. Spiritnya sama, mengikis habis pengaruh komunisme dan masa lalu di bawah cengkeraman Uni Soviet (bisa dibaca: Rusia). Sebaiknya para sejarawan netral dari Eropa dapat membantu untuk “menuliskan kembali” sejarah masa lalu secara proporsional dan autoritatif! rm

Bersambung

Kanselir Merkel Susui Si Kembar Kaczynski

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=43607
Rakyat Merdeka, Senin, 13 Agustus 2007, 01:52:18

Kanselir Merkel Susui Si Kembar Kaczynski

Catatan Perjalanan Rakyat Merdeka Dari Polandia (3/Habis)

DALAM proses dekomunisasi yang sarat dengan muatan politis bahkan strategis di Polandia, hubungan bertetangga baik antara negeri berbendera putih-merah ini dan Rusia, terguncang-guncang. Setelah runtuhnya komunisme sejak tahun 1989, pemerintah Polandia telah mulai berupaya mengikis segala hal yang berkaitan dan berbau dengan komunisme.

Komunisme juga berkaitan dengan masa lalu, sejarah negara-negara di kawasan Eropa Tengah dan Timur, dalam kaitan dengan Uni Soviet yang mengalami disintegrasi dan kemudian secara hukum internasional menetapkan Rusia sebagai pewaris. Tetapi tidak mudah mengurai keterpisahan secara ideologis, dengan muatan-muatan politis terkait yang juga sarat dengan penafsiran.

Kebijakan yang kurang respek dan ketidakacuhan terhadap kepentingan Rusia, telah menimbulkan sikap antipati pemimpin Rusia terhadap Polandia, padahal mereka bertetangga. Dari mulai masalah daging, pertahanan missil, energi dan hubungan terhadap AS, tidak bisa dilihat sekadar dari kacamata bilateral. Dimensinya bergema, bahkan di tingkat regional dan internasional. Jika Rusia beruntun menyampaikan proposal, sebagai tawar-ganti rugi terhadap kecemasan AS untuk penggelaran rudal anti-Iran dan Korea Utara, meskipun lebih banyak ditujukan menyangkut kepentingan strategis, juga berdimensi bilateral.

Jika Rusia memutuskan mundur dari CFE -Treaty on Conventional Armed Forces in Europe, Polandia juga merasa gerah. Rusia juga berencana menggelar sistem rudalnya di wilayah enclave Kaliningrad di wilayah Baltik yang terletak di utara Polandia, juga tidak menolong.

Sehubungan dengan ini, perlu kiranya digaris bawahi keseriusan ancaman Rusia. Pengumuman Presiden Rusia Vladimir Putin pada 15 Juli 2007 tentang penarikan mundur Rusia dari CFE, menimbulkan kekhawatiran negara-negara Eropa Barat bahwa situasi kembali pada pra 1990 di zaman Perang Dingin untuk pacuan senjata bersenjata. Perjanjian CFE yang mulai berlaku tahun 1992, berjasa menjadi tonggak penting untuk pembentukan Confidence Building Measures (CBM) antara timur dan barat.

Sentimen Anti-Jerman

Bukan hanya dengan Rusia, hubungan Polandia dengan Jerman pun ternyata tidak lebih baik. Beberapa kalangan menilai, bahwa hubungan Polandia-Jerman dewasa ini adalah yang terburuk sejak runtuhnya rezim komunis di Polandia. Di samping sikap posturing Polandia pada KTT UE yang terakhir pada presidensi Jerman, ada beberapa isu krusial (murni bilateral) yang mengganggu.

Pertama, tuntutan kompensasi sekelompok warga Jerman yang terusir dari wilayah Jerman yang kini menjadi wilayah Polandia. Juga, keinginan mereka membuka sebuah museum di Berlin untuk mengenang penderitaan warga Jerman yang terusir dari bekas wilayah Jerman pada akhir Perang Dunia II, memperuncing sentimen-sentimen negatif satu dengan lainnya.

Kedua, deal Jerman-Rusia untuk membangun proyek pipa dan gas tanpa melewati wilayah Polandia (by pass) ditafsirkan sebagai fakta yang memperkuat dugaan pengucilan Polandia, sebagaimana dihubung-hubungkan dengan peristiwa sebelum Perang Dunia (PD) II. Polandia merasa bahwa proyek jaringan pipa Jerman-Rusia tersebut menempatkannya pada posisi yang rentan terhadap “pemerasan politik” yang dilakukan Rusia. Polandia merasa tidak memiliki upper hand dan yakin bahwa Rusia juga tidak akan segan-segan menggunakan politik energi menekan negara-negara Eropa, termasuk terhadap Polandia.

Ketiga, yakni masalah rencana penggelaran sistem pertahanan rudal AS di wilayah Polandia juga mendapat perhatian besar dari pemerintah Jerman. Jerman sebagai salah satu pemimpin Eropa terbesar, ingin menempatkan penggelaran sistem rudal dalam konteks kepentingan Eropa. Oleh karena itu, Jerman mengusulkan agar masalah ini dibahas semua negara anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara), termasuk Polandia. Polandia khawatir, move-move (gerakan) seperti ini merupakan akal-akalan Jerman untuk “melakukan kontrol” atau bisa ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan.

Pada tanggal 6 Juli 2007, Radio Nederland mengekspos berita yang menarik, yang dilangsir berdasarkan laporan koresponden Thijs PapÙt dari Warsawa. Penjualan majalah mingguan Polandia, Wprost, pekan lalu, menurut Thijs PapÙt, meningkat tajam. Itu semua berkat bantuan program komputer Photoshop.

Liputan pekan lalu menampilkan gambar Kanselir Jerman Angela Merkel dengan dada telanjang, sedang menyusui si kembar Kaczynski, Presiden Lech Kaczynski dan Perdana Menteri (PM) Jaroslaw Kaczynski. Sampul majalah yang banyak dibicarakan itu terpampang di billboard pada sebuah halte tramp. “Ibu tiri Eropa”, demikian tertera tulisan di bawah gambar tersebut.

“Tapi bukan itu isi artikel bergambar Merkel yang tengah menyusui itu. Politisi dan media Jerman menurut majalah Wprost, sedang menjalankan perang benci terhadap Polandia,” tulis Thijs PapÙt.

Yang terjadi justru sebaliknya, lanjut Thijs PapÙt. Sejak awal, Jerman tidak pernah berbuat sesuatu yang baik terhadap Polandia. Tuduhan Warsawa selalu keras dan pahit. Minggu lalu, PM Kaczynski mengumbar perasaan antipati terhadap Jerman dengan membandingkan situasi Jerman sekarang dengan tahun 1930-an sewaktu Hitler berkuasa dan tidak seorang pun berani berkata sesuatu ketika itu.

Menurut Thijs PapÙt, PM Kaczynski berani bicara blak-blakan menjelang KTT Eropa yang digelar 23 Juni 2007 di Brussels, Belgia, di mana Polandia dan Jerman bersitegang soal perimbangan suara dalam kerangka Uni Eropa. Bahkan, PM Kaczynski mengeluarkan pernyataan bahwa sekiranya puluhan juta rakyat Polandia tidak mati pada PD II, maka jumlah penduduk Polandia kurang lebih sama dengan Jerman.

Pengamat politik dari Polandia Jacek Kucharczyk menyatakan, iItulah tradisi keluarga mereka. Tradisi itu mementingkan pertempuran melawan Jerman yang berlangsung di Warsawa. Ayah mereka adalah pahlawan perang.

“Kebanyakan warga Polandia tahu bahwa negara-negara Eropa Barat nyaris tidak menyadari penderitaan Polandia di masa Perang Dunia II. Sikap Polandia itu tercermin dalam permintaannya (yang dikabulkan pekan lalu) untuk memasukkan Auschwitz dalam daftar Warisan Budaya Dunia UNESCO sebagai kamp konsentrasi dan pemusnahan Nazi Jerman Auschwitz-Birkenau 1940-1945. Agar tidak ada kesalahpahaman tentang siapa pelaku holocaust yang sebagian besar berlangsung di wilayah Polandia,” tulis Thijs PapÙt (Radio Nederland, 6/7).

Polandia juga tidak menerima jika Auschwitz disebut sebagai “The Polish Concentration Camp” karena penyelenggaranya Jerman yang “cerdas” menempatkan kamp tersebut di wilayah Polandia.

Kutipan panjang lebar mengenai isi berita yang dilangsir Radio Nederland di atas, memberikan gambaran hubungan bilateral kontemporer antara Polandia dan Jerman yang kurang serasi dan masih menyimpan luka lama. Meskipun begitu, beberapa pengamat menilai, terdapat perbaikan dalam hubungan bilateral Polandia-Jerman. Hal ini berkat kunjungan Kanselir Jerman Angela Merkel ke Polandia pada 16 Maret 2007 lalu. Kunjungan Kanselir Merkel oti, kata pengamat, berhasil melunakkan sikap Polandia yang selama ini dipandang kurang mencerminkan sikap dan pandangan UE serta nasionalistik dan “provincial”.

Di dalam negeri, si kembar Kaczynski mendapat kritikan tajam karena dituduh berpandangan sempit dan kurang terampil berperan sebagai negarawan, sebagaimana bekas Presiden Aleksander Kwasniewski. Bekas presiden Kwasniewski, melakukan diplomasi regional yang mampu membuat insentif bagi mereka untuk bersikap kompromis dalam berbagai isu UE, maupun bilateral yang mengganjal hubungan Polandia-Jerman selama ini.

Kwasniewski yang berasal dari Partai Sosialis, dipandang rakyat berjasa mengantarkan Polandia masuk NATO dan Uni Eropa. Belakangan ini, karena kekecewaan terhadap peran regional Polandia di Eropa, Kwasniewski menggagas sebuah partai baru yang akan menyatukan seluruh kelompok oposisi.

Opini masyarakat di dalam negeri berpandangan, si kembar Presiden dan PM Kaczynski, tidak memiliki kebijakan luar negeri, kecuali dalam konteks hubungan dengan AS. Si kembar juga kurang mempertimbangkan perasaan dan kepentingan negara-negara tetangga serta sahabat-sahabat internasionalnya di Eropa. Memang, di dalam negeri dalam berbagai polling, rating kedua politisi bersaudara ini menurun terus. rm