Saturday, August 04, 2007

Pernah Ditraktir Hotel, Ditembak Pun Pernah

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=43054
Rakyat Merdeka, Minggu, 05 Agustus 2007, 03:48:42

Pernah Ditraktir Hotel, Ditembak Pun Pernah

Kang JJ, Keliling Dunia Dengan Misi Perdamaian


Kang JJ -demikian panggilan akrab Jeffrey Ronny Polnaya- sang pengeliling dunia yang berdarah Maluku ini lahir di Bandung (1962). Ia menghabiskan masa kecilnya di kota “kembang”. Sekolah SD, SMP dan SMAnya di Bandung. Juga kuliahnya di Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung. Tidak kebetulan kiranya nama panggilannya itu Kang JJ, karena dia merasa jadi orang Bandung, Jawa Barat.

PERTEMUAN dan bincang-bincang Rakyat Merdeka dengan Kang JJ dilakukan setelah dia dengan sepeda motornya masuk pintu gerbang dan parkir di halaman dalam KBRI Den Haag. Hari itu, Jumat (27/07) sekitar pukul 17.30 sore waktu Holland. Kami langsung akrab. Ketika masing-masing tahu sama-sama “orang Pasundan”, secara spontan keluarlah bahasa Sunda di permulaan bincang-bincang kami. Tetapi wawancara Kang JJ dengan A. Supardi Adiwidjaya, koresponden Rakyat Merdeka di Belanda itu berlangsung tentu saja dalam bahasa Indonesia. Berikut ini petikannya.

Anda sudah berkeluarga?
Saya sudah berkeluarga. Isteri saya mojang Priangan, Ermilia. Kami mempunyai dua anak. Yang paling besar sudah kuliah di Unpad, jurusan hukum. Yang kecil masih duduk di SMA-V kelas 3. Yang besar, Rangga Erlangga berumur 21 tahun. Yang kecil, Rendra Tasta berumur 17 tahun.

Bagaimana pendapat isteri dan anak-anak ketika mereka tahu, Anda memutuskan keliling dunia dengan sepeda motor?
Rasanya semua hal itu harus berangkat dari dalam dulu. Karena ketika itu isteri saya sangat mendukung sekali. Ketika saya katakan kepada isteri, saya mau keliling dunia dengan sepeda motor, jawaban isteri saya: “Kamu bisa lakukan itu, You can do it !” Terus, anak-anak mengatakan, bapak pasti bisa. Karena mungkin, mereka melihat saya selalu dengan motor, ke mana-mana naik motor, sampai ke Amerika. Lalu, apalagi keliling dunia ini kan punya misi, untuk perdamaian.

Apa yang mendorong Anda melakukan perjalanan keliling dunia ini?
Pada tahun 1978 saya mulai naik sepeda motor. Motor pertama saya CB-100. Saat itu, ketika saya ngajak kawan-kawan jalan ke Bali dengan naik motor, jawaban mereka: “Waduh, naik bus saja makan waktu tiga hari, bagaimana jika naik motor ...” Teman-teman ternyata nggak pada mau. Ya, sudahlah, saya jadi jalan, naik motor sendiri.

Tapi dalam kesendirian itu, ternyata saya malah banyak-banyak sekali mendapatkan kawan. Karena kita sendiri, ketika itu pulalah kita tidak pernah jadi sendiri. Ketika kita sedang berhenti, orang-orang pada mendekat dan bertanya: “Dari mana?” Ketika saya jawab, dari Bandung. Mereka merasa heran: “Wah dari jauh bener”. Dan mereka jadi kawan. Dan di perjalanan ini membawa banyak pengalaman dan manfaat. Dan akhirnya menjadikan saya senang sekali untuk bertualang, berkeliling. Hampir seluruh Indonesia sudah saya kelilingi.

Suatu saat terbetik pertanyaan dalam diri saya: “Setelah Indonesia, lalu apa?” Melihat situasi dunia yang seperti ini, saya terpanggil ikut menggemakan perdamaian. Ikut menggemakan persaudaraan. Dan tentunya, kalau kita datang dengan cara yang mudah, kita naik pesawat. Itu cara yang biasa. Dan cara yang biasa itu, tiap orang bisa melakukannya. Lalu oke, saya coba naik motor keliling dunia dengan pesan perdamaian. Judulnya: “Ride for Peace”. Dari Indonesia untuk Dunia. Dan ini dilakukan tentu bukan untuk saya pribadi, bukan juga untuk bapak-bapak kawan-kawan saya yang sudah tua-tua, tetapi ini untuk anak-cucu kita. Alangkah bahagianya kalau kita katakanlah lima tahun, bahkan 100 tahun yang akan datang mereka berjabatan tangan, hand by hand membangun dunia yang lebih baik dari dunia yang kita pernah tahu.

Seperti yang kita tahu, banyak orang berpandangan negatif tentang Indonesia. Mungkin karena mereka tidak tahu apa itu Indonesia sebenarnya. Lalu tiba-tiba ketika mereka melihat ada orang Indonesia datang dengan misi perdamaian, mereka menjadi curious, ingin tahu dan bertanya-tanya. Ketika mereka ngobrol dengan saya, lalu mereka mendapatkan berita yang sebenar-benarnya. “Wah, di negara Anda itu banyak bom meletus,” ucap mereka. Lalu saya bilang, sejak lahir sampai saya berusia sebelum meninggalkan Indonesia 40 tahun lebih, satu kali pun saya belum pernah mendengar bom meletus.

“Ah, apa bener?” sergah mereka. Saya dengan tegas menyatakan, saya belum pernah dengar bom di Indonesia. Tetapi, ketika saya dalam perjalanan keliling dunia ini, saya dengar di beberapa negara bom-bom meletus. Saya dengan sendiri, saya merasakan sendiri bom meletus, dan bahkan saya ditembak. Nah itu tidak pernah terjadi di negeri saya, di mana saya ditembak orang. Tentu saja, saya tidak menyebutkan negaranya di mana saya pernah ditembak, karena saya juga menjaga hubungan dengan negara itu tetap baik lah.

Tetapi mereka kan mendengar kabar beberapa bom pernah meletus di Indonesia. misalnya beberapa tahun yang lalu di Bali.
Ya, memang benar di beberapa tempat, misalnya seperti di Bali pernah terjadi bom bunuh diri, Tetapi di negara, katakanlah yang sudah sedemikian maju, sebagai super power, bom juga meledak-ledak. Dua gedung ultra modern yang sedemikian tinggi dan besar itu bisa runtuh, dan ribuan orang tewas menjadi korban karena bom. Tetapi orang tidak melarang datang ke negara itu. Jadi kejadian bom itu adalah bagian dari international terrorism. Satu hal yang kita tidak bisa duga. Rasanya, kita bisa memakluminya, tanpa bermaksud membela. Ya memang sudah terjadi, bomnya ada.

Menurut rencana, keliling dunia ini akan Anda tempuh dalam dua tahap. Tiba di Belanda ini sudah masuk tahapan kedua?
Masih tahap pertama. Tahap kedua baru tahun 2009, insya Allah, akan saya laksanakan. Saya akan berada di Belanda ini masih beberapa hari.

Dari Belanda, Anda akan menuju ke mana lagi?
Dari sini saya kan menunju ke negara-negara Skandinavia. Karena sebentar lagi di Eropa ini kan musim dingin. Jadi saya berusaha cepat naik ke atas, ke Denmark, Swedia, Finlandia, Norwegia. Dan Insya Allah, kalau perwakilan kita mendukung, saya akan menuju negara di ujung paling utara Eropa. Dari sana lalu turun, melalui Oslo ke Inggris. Tahun depan (2008) saya baru pulang ke Indonesia.

Karena kita akan menempuh seluruh negara Eropa, jadi tahap pertama ini rencananya berkunjung ke 45 negara, tetapi kelihatannya kita akan menginjakkan kaki di lebih 50 negara.

Peristiwa apa yang paling berkesan bagi Anda dalam perjalanan keliling dunia sekarang ini?
Ternyata perdamaian itu suatu yang universal. Persaudaran itu tidak mengenal lintas batas dan lintas ras. Dalam banyak hal saya menjumpai orang-orang yang sangat baik di perjalanan, sampai mereka menawarkan tempat-tempat yang baik. Juga akomodasi, misalnya di Thailand , di mana tiba-tiba ada seseorang berhenti menyetop saya, lalu tanya: “Mau ke mana?”. Saya jawab, mau ke Phuket. Ayo saya antar, katanya. Lalu, sampai di Phuket, orang itu sendiri mencarikan hotel untuk saya menginap. Hotel yang saya minta harganya 50 Dolar semalam, ternyata harganya 350 Dolar semalam. Pada akhirnya, ketika saya keluar hotel itu untuk melanjutkan perjalanan, ternyata saya tidak usah keluar uang sepeser pun. Jadi hal ini membuat saya terharu.

Orang kulit putih, kulit hitam, kulit kuning semua mereka merasa bersaudara sebenarnya. Mudah-mudahan saja dengan kedatangan saya di negara-negara tersebut, yang jelas mereka menjadi sahabat-sahabat saya. Mereka selalu mengontak saya. Mudah-mudahan persaudaraan ini semakin menyebar dan tentunya dari Indonesia untuk dunia.

Setelah keliling dunia, apakah anda akan keliling Indonesia lagi dengan misi “Ride for Peace”, mengingat di berbagai wilayah di tanah air kita ini banyak terjadi konflik?
Saya rasa, di Indonesia saya akan mengungkap misi perdamaian dan persaudaraan dalam bentuk tulisan. Mungkin banyak tulisan saya yang sudah dibaca rekan-rekan di Indonesia, bahwa konotasinya kalau bicara petualangan/adventure itu sangat keras. Konotasinya sebuah petualangan itu hanya dilakukan orang-orang yang amat sangat hebat. Di situ saya mengulas, semua manusia pada prinsipnya lahir dengan jiwa petualangan. Tapi ada yang besar, ada yang kecil. Dan suasana dan situasi yang membentuk jiwa petualangan itu bertambah besar atau tidak dalam diri seseorang. Saya menulis, bahwa di mana ada persaudaraan sebenarnya di situ ada perdamaian. Dan insya Allah, kalau saya sudah pulang, melakukan presentasi atau berbagi bahwa persaudaraan itu penting, karena dalam persaudaraan itulah terjadi perdamaian.

Jadi itulah, kalau kita lihat di Afghanistan, atau di manapun itu di negara yang sudah terlibat konflik, rata-rata pelakunya akhirnya menyesal sendiri ––waduh–negara saya jadi hancur. Kenapa ya? Mungkin saya bisa berbagi bagaimana pentingnya persaudaraan. Dalam persaudaraan itulah terjadi perdamaian. rm

Friday, August 03, 2007

Mencapkan Kaki Di Eropa

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=42638
Rakyat Merdeka, Minggu, 29 Juli 2007, 06:08:05

Mencapkan Kaki Di Eropa


Hazairin Pohan, Dubes RI Untuk Polandia


Dalam kunjungan delapan hari ke Polandia akhir Juli lalu, koreponden Rakyat Merdeka A. Supardi Adiwidjaya berkesempatan mewawancarai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Republik Polandia Hazairin Pohan. Berikut ini petikannya:


BAGAIMANA hubungan politik RI-Polandia saat ini?
Hubungan RI-Polandia ini sudah berlangsung lebih dari setengah abad. Pengakuan kemerdekaan RI diberikan oleh Polandia sejak tahun 1955.

Hubungan politik kita baik sekali dengan Polandia. Kunjungan Presiden sudah tiga kali. Kunjungan Perdana Menteri satu kali. Sudah dibicarakan bahwa Presiden SBY akan berkunjung ke Polandia, kemungkinan besar tahun 2008 yang akan datang.


Apa saja yang dilakukan dalam rangka memperkuat hubungan politik dengan Polandia dan juga dengan negera-negara Eropa Timur lainnya?
Kita membentuk partnership, agreement dengan pihak Polandia, kerjasama dalam regional dan global, masalah penanganan international crime dan sebagainya. Kita juga akan membuka beberapa perwakilan di Eropa Timur: di Kroasia, Bosnia, Belarus. Dan di Rusia kita akan membuka konsulat di St. Petersburg dan Vladivostok.

Di Polandia kita merencanakan membuka konsulat kita di Wroclaw dan Poznan. Sehubungan dengan ini, mungkin tahap pertama, yang sedang saya lakukan sekarang adalah membentuk konsul kehormatan di sana nanti. Yang sekarang sedang saya jajaki dan pelajari dengan baik adalah mencari calon-calon yang akan dijadikan konsul kehormatan kita di Wroclaw dan Poznand itu; memperkuat kerjasama pertahanan, kepolisian, kerjasama penanganan terorisme; kerjasama dalam bidang pendidikan - tukar menukar student (mahasiswa); pembentukan perjanjian visa bebas bagi pemegang paspor diplomatik dan paspor dinas untuk Rusia, Ukraina, Romania, Polandia, Serbia.


Bagaimana hubungan bilateral Indonesia-Polandia di bidang-bidang ekonomi, perdagangan, sosial budaya?
Dari perspektif kita, kita belum semuanya mengembangkan perdagangan, investasi, turisme, iptek dan know-how dalam bidang industri, pertanian. Polandia itu merupakan negara nomor dua mitra perdagangan Indonesia di seluruh Eropa Timur.

Ekspor Indonesia ke Polandia berjumlah 350 juta US dolar per tahun. Polandia adalah mitra dagang Indonesia terpenting kedua sesudah Rusia di Eropa Timur dan Tengah ini.

Dalam konteks keseluruhan, pembangunan satu kebijakan Indonesia di Eropa Timur ini Indonesia menandatangani 200 lebih perjanjian-perjanjian baru. Khususnya dengan Polandia, Indonesia telah membuat kesepakatan baru. Jadi landasan hukum kerjasama dua negara ini sangat kuat sekali.

Nah ini approach baru kita. Dimana kita melihat Polandia dalam satu landscape yang baru sekarang ini, juga Rusia dan negara-negara Eropa Timur dan Tengah lainnya.

Negara-negara Eropa Timur dan Tengah ini mempunyai potensi besar proyek-proyek di Indonesia dalam bidang pertambangan, energi dan infrastruktur pembuatan jalan, pelabuhan dan dalam bidang pertahanan.


Apa tantangan-tantangannya?

Kita harus menjaga hubungan baik Indonesia-Polandia. Indonesia itu harus menjadi radar kepentingan bagi kepentingan Polandia, dan sebaliknya Polandia menjadi radar kepentingan Indonesia di Eropa. Dari segi ekonomi hubungan Indonesia masih rendah, tapi terus berkembang 30% per tahun. Jika kita lihat keseluruhan angka perdagangan kita dengan Eropa Timur sekarang telah mencapai 3,2 milyar dolar.

Kita melihat joint commission kita bersama dengan Polandia itu akan kita laksanakan tahun 2008 yang akan datang. Ada masalah-masalah prosedural, formalitas yang sedang kita kerjakan, agreement dan sebagainya sedang kita persiapkan. Diharapkan sidang komisi bersama ke-5 yang setelah mereka masuk Uni Eropa jadi berubah semuanya, termasuk tata aturan ekonominya. Sehingga perlu kita buat lagi perjanjian bilateral yang baru. Kita susun kerjasama kita dalam investment, banking, ekspor, promosi, UKM, pembentukan ITPC yang dilakukan di Budapest.

Kita lihat, satu hari di Polandia adalah tempat yang paling tepat untuk tempat Indonesia Promotion Centre. Karena Polandia ini dilihat infrastruktur ekonominya paling baik di seluruh Eropa Tengah dan Timur. Kalau seperti Hungaria, misalnya, tidak punya pelabuhan laut.

Berbicara tentang kredit, tentang adanya soft loan, Polandia itu punya uang sekarang ini, yang kita bisa manfaatkan untuk pembangunan kita dengan biaya murah. Kenapa? Karena dia soft loan. Kemudian langkah-langkah kita mengenai trade promotion, kita akan membuka Indonesia Expo yang akan kita lakukan di Warsawa pada tahun 2008 untuk seluruh Eropa Timur.

Dari segi ekonomi itu hubungan ekonomi itu kita bagi-bagi. Ada hubungan perdagangan, hubungan keuangan, ada investasi, ada UKM, ada beberapa joint production kita di bidang industri yang telah kita garap di Polandia ini, misalnya di Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan dan berbagai proyek lainnya.

Kemudian, misi kita adalah bagaimana mentransformasikan, mengubah yang tadinya dianggap bahwa pasar-pasar di negara-negara Eropa Tengah dan Timur itu sebagai “pasar alternatif”, sebagai substitusi yang dianggap tidak begitu penting, karena kita punya “pasar-pasar tradisional”. Negara-negara seperti Belanda, Jerman, Perancis itu dianggap sebagai “pasar tradisional” kita. Termasuk negara-negara Timur Tengah, di mana kita sudah secara teratur memiliki satu pasar di sana. Barang-barang kita itu laku dipasarkan di sana.

Tetapi kita ingin mengubah atau menjadikan pasar-pasar di negara-negara Eropa Timur dan Tengah itu, dalam konteks ini terutama Polandia juga sebagai “pasar-pasar tradisional”, seperti halnya negara-negara Eropa Barat.

Kalau kita lihat, misalnya volume perdagangan Indonesia-Polandia itu berjumlah 425 juta US Dolar itu per tahun - itu lebih besar dari negara-negara seperti katakanlah Belgia, misalnya, atau Denmark, Finlandia.

Dari bidang seni budaya, pendidikan, kita telah menandatangani agreement sewaktu Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI pada tahun 2003 berkunjung ke Polandia. Jadi kita akan tingkatkan potensi kerjasama pendidikan kita ini, di mana orang-orang Indonesia itu akan mendapat kesempatan belajar dengan biaya murah pada institusi pendidikan yang terbaik yang ada di Polandia ini. Kemudian, kita lagi merancang meningkatkan hubungan iptek kita dengan Polandia.

Apa saja kendalanya bagi masuknya produk-produk Indonesia ke pasaran Eropa Timur?
Dalam bidang perdagangan, kendala utama masuknya produk-produk unggulan kita ke Eropa Timur adalah produk-produk unggulan tersebut masih sedikit dikenal. Untuk itu jawabannya, kita harus menggiatkan promosi. Masalah jarak, bukan kendala. Buktinya setiap tahun barang-barang kita masuk ke Polandia seharga 350 juta Dolar.

Bahwa jarak yang lebih dekat, barangkali pengiriman bisa lebih cepat, lebih murah, sehingga barang-barang kita lebih kompetitif betul. Saya mengharapkan nanti, ketika proyek Uni Eropa pembangunan pelabuhan di Gedanks berjalan lancar. Sehingga beban yang ada di Ambon, di Rotterdam akan dipindahkan sebagian ke Gedanks, pelabuhan di bagian utara Polandia di Laut Baltik. Sehingga kapal-kapal konteiner bisa masuk di pelabuhan Gedanks.

Dengan demikian ekspor kita itu dikirim tidak lagi melalui Eropa Barat. Saya kira dua permasalahan itu yang merupakan kendala masuknya produk kita. Dan dari dua kendala ini yang sangat penting adalah melakukan promosi.


Soal investasi, apa saja hambatan masuknya investasi dari negara-negara Eropa Timur, khususnya Polandia, ke Indonesia?
Dalam bidang investasi, hambatan pertama karena orang-orang di Indonesia belum yakin, mereka sudah siap menjadi investor. Saya melihatnya, alau orang mau investasi, yang pertama dia punya teknologi nggak? Tidak ada yang meragukan, Polandia punya teknologi. Punya know how nggak? Tidak ada yang meragukan Polandia dalam hal ini, karena negeri ini merupakan negara industri sudah lebih 200-300 tahun ––know how mereka punya. Lalu mereka punya produk-produk unggulan nggak? Jelas mereka punya. Punya unggulan service nggak? Jelas mereka punya pengalaman membangun jalan, membangun kereta api, membangun segala macam mereka bisa. Pertanyaan ketiga, mereka punya uang tidak? Mereka punya. Terus apakah manajemen mereka itu masih gaya komunis nggak? Nah, waktu kita berunding-berunding dengan mereka - pihak investor di sini, yang mendampingi mereka itu adalah White & Case – perusahaan lawyers (pengacara) terkenal di dunia.

Bukan hanya itu. Orang-orang Eropa Timur, orang-orang dari Polandia ini, harga yang mereka tawarkan itu lebih murah dari harga internasional. 30% lebih rendah dari pada harga yang ditawarkan Perancis Jerman, dengan kwalitet yang sama. Pekerjaan yang dilakukan Polandia itu kualitasnya tidak bisa dikatakan bahwa Perancis atau Belanda itu lebih tinggi.

Kualitasnya sama. Dengan kualitas yang sama ini, Polandia menawarkan industri tekniknya lebih murah. Bukan hanya itu, Polandia juga menjanjikan alih teknologi.


Tadi Anda menyebut soal Indonesia Expo. Bisa dijelaskan?
Indonesia Expo 2008 ini kegiatan yang besar sekali, yang merupakan misi utama dari saya sebagai Duta Besar di Polandia ini. Karena saya melihat promosi ekonomi selama itu dilakukan secara parsial, tidak secara strategis, tidak komprehensif. Tadi saya sebutkan, di sini itu berdasarkan hasil riset kita, yang dilakukan oleh perusahaan profesional yang kita bayar mahal, itu melihat beberapa barang/artikel ekspor kita itu umumnya punya kesempatan besar untuk masuk di Polandia. Untuk itu caranya harus mempromosikan barang-barang Indonesia tersebut.

Promosinya seperti apa? Nah promosinya kita design, di mana dalam Expo ini akan hadir seluruh produk-produk unggulan kita yang terbaik dari Indonesia.

Kemudian produsen-produsennya itu tingkat pemutus yang datang ke sini. Mereka akan kita ketemukan dengan sekitar 700-800 pengusaha-pengusaha kawasan seluruh Eropa Timur pada tingkat distributor bukan pedagang eceran (retail). Intinya kita mendekatkan produk-produk unggulan itu ke pasaran ril, kepada pengusaha-pengusaha pada tingkat distributor, pada tingkat pemutus.

Penyelenggaraan Indonesia Expo 2008 – pameran yang sangat besar sekali, sekitar 8000 m inilah yang sedang kita persiapkan dalam rangka menggalakkan ekspor komoditi kita.–

Kemudian memfasilitasi welfare investment project. Jadi ada beberapa proyek investasi yang kita kerjakan dengan Polandia di Sumatra Selatan, di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Apakah juga dijalin kerjasama militer/pertahanan bilateral Indonesia-Polandia?
Polandia ini adalah negara di mana Indonesia memiliki hubungan kerjasama militer, pertahanan yang kedua terpenting setelah Rusia, walaupun di KBRI Warsawa tidak ada Atase Pertahanan. Tetapi hubungan kerjasama pertahanan dan militer antara Indonesia dan Polandia itu adalah kedua terbesar, yang jalan dan terus aktif, setelah Rusia.

Sangat penting revalitasi industri pertahanan kita dengan negara-negara Eropa Timur, misalnya dengan Polandia itu potensinya besar sekali. Mereka memiliki teknologi sendiri, yang tidak tergantung pada negara-negara Barat soal teknologi militer.

Kredit ekspor soft loans yang dengan suku bunga yang murah di bawah 2% , jangka waktu pinjaman 20 tahun, ada hibahnya 35 % dan sebagainya itu – ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh OECD mengenai proyek-proyek soft loans.

Untuk Polandia ini kita telah selesaikan proyek seharga 405 juta Dolar (expo-credit) untuk biaya pembelian kapal, helikopter, radar, pesawat pengangkut pasukan.


Anda bekerja keras untuk pembentukan Pusat Kebudayaan Indonesia di Warsawa. Apa urgennya?
Kita perlu mencapkan kaki kita di Eropa ini melalui jalur kebudayaan. Kenapa? Jalur kebudayaan itu adalah jalur yang lebih stabil untuk pembentukan persahabatan, untuk saling pengertian antara masyarakat.

Apa perlunya pembentukan Pusat Kebudayaan (Cultural Centre) di Warsawa? Pertama, di seluruh dunia dalam sejarah diplomat Indonesia belum pernah ada yang namanya Cultural Centre. Yang ada adalah kegiatan-kegiatan atau misi kebudayaan yang dilakukan oleh KBRI.

Tetapi yang namanya Cultural Centre berbeda dengan sekedar misi-misi kebudayaan. Ini menjadi Pusat Kebudayaan baik dari segi literatur/kesusastraan, baik dari segi tari, musik, seni beladiri, bahasa, yang secara strategis kita akan lakukan melalui Pusat Kebudayaan Indonesia ini. Akan banyak workshop yang kita lakukan, misalnya, workshop untuk tari kita lakukan di Warsawa, karena di sini ada Pusatnya.

Kita akan komunikasi dengan pemerintah kita untuk mendatangkan pelatih-pelatih tari di sini untuk melakukan workshop dengan seluruh pelatih-pelatih tari di Eropa. Pusat Kebudayaan ini akan menjadi perpanjangan tangan KBRI, tetapi tidak sepenuhnya dibawah KBRI, karena mereka secara keuangan akan berdiri sendiri. Tetapi secara operasional Pusat Kebudayaan ini berada dibawah kendali dari KBRI.

Kedua, dalam rangka mendirikan Pusat Kebudayaan itu memerlukan izin, memerlukan agreement. Nah, kenapa kita buat di Polandia? Kenapa, misalnya tidak di Belanda? Saya balik bertanya: Di Belanda ada tidak yang namanya perjanjian bilateral kita mengenai kebudayaan (cultural agreement) kita. Oke, ada. Apakah sudah ada kesepakatan bilateral kita untuk pembentukan Pusat Kebudayaan kita? Mungkin sudah ada di Belanda.

Ketiga, apakah untuk pembentukan Pusat Kebudayaan ini sudah mendapat izin Menteri Luar Negeri? Saya telah mendapat izin dari Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda untuk membentuk Pusat Kebudayaan Indonesia di Warsawa ini.

Keempat, apakah orang-orang peminat kebudayaan di sana itu cukup banyak? Barangkali di Belanda cukup banyak peminta kebudayaan Indonesia. Penduduk Belanda sekarang ini sekitar 16 juta jiwa.

Nah, jumlah penduduk Polandia ini sekitar 40 juta jiwa. Jadi daerah garapannya akan jauh lebih besar dibanding Belanda. Mungkin dari segi kebudayaan, antropolgi dan sebagainya, Belanda sangat kuat sekali. Saya memilih Warsawa, Polandia, sebagai basis Pusat Kebudayaan Indonesia yang pertama di dunia dalam sejarah diplomasi Indonesia.

Sementara ini di mana-mana di mancanegara yang ada adalah kegiatan-kegiatan kebudayaan. Karena kalau kita bicara mengenai pembentukan Pusat Kebudayaan Indonesia, harus ada agreement bilateral. Polandia dan Indonesia sudah pada tahun 2003 menandatangani perjanjian bilateral dan memberikan persetujuan mengenai pembentukan Pusat Kebudayaan Indonesia di Warsawa.

Selain itu, untuk pembentukan Pusat Kebudayaan Indonesia ini perlu persetujuan atau izin Menteri Luar Negeri Indonesia. Dan seperti yang sudah saya katakan, saya telah mendapat izin dari Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda untuk membentuk Pusat Kebudayaan Indonesia di Warsawa ini. Dan saya juga telah memperoleh izin Menteri Kebudayaan Indonesia. Jadi dari Jakarta, dari pemerintah pusat saya telah mendapatkan izin atau persetujuan untuk pembentukan Pusat Kebudayaan Indonesia di Warsawa.

Ketiga, ini juga yang menjadi pertanyaan dari menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirajuda: Apakah sudah siap infrasturktur kebudayaan kita di sini? Jika dilihat dari minat mahasiswa-mahasiswi Polandia menerima beasiswa Darmasiswa setiap tahun terus bertambah 30-35 setiap tahun. Anda sendiri bisa melihat di sebuah kota kecil Bielsko-Biala minat orang-orang Polandia terhadap pertunjukan seni budaya Indonesia itu luar biasa sambutannya.

Di seluruh tempat yang sudah saya kunjungi di Polandia ini minat orang-orang Polandia pada kebudayaan Indonesia itu besar sekali.

Jadi saya mengharapkan persiapan yang kita lakukan sampai tahun depan, tahun 2008, untuk pembentukan Pusat Kebudayaan Indonesia yang bertepatan dengan 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional Indonesia.

Saya ingin menggunakan moment 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional pada bulan Mei 2008 itu sebagai peresmian dari Indonesia Cultural Centre yang pertama di dunia, yang letaknya di Warsawa. rm

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=41924
Rakyat Merdeka, Selasa, 17 Juli 2007, 03:49:26


Plesiran Ke Belanda, Wakil Rakyat Disemprot

PERJALANAN anggota DPRD Jawa Timur (Jatim) ke “Negeri Kincir Angin” dengan alasan untuk “Menentukan Hari Jadi Provinsi Jawa Timur” dipermalasahkan Persatuan Pemuda Indonesia (PPI) di Belanda. PPI menyatakan kerisauan dan keprihatinan atas perjalanan dinas anggota Komisi A DPRD Jatim tersebut yang katanya tertuang dalam RAPERDA.

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya melaporkan, alkisah, Senin (9/7), rombongan wakil rakyat dari Jatim tiba di Institut Belanda untuk Studi Asia Tenggara dan Karibia (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde/KITLV) di Leiden.

Pertemuan rombongan dengan pihak KITLV difasilitasi oleh Harry A. Poeze, Direktur Penerbitan KITLV. Ketika menerima rombongan, Harry sudah siap dengan arsip-arsip mengenai reorganisasi Pemerintah Hindia Belanda, termasuk Provinsi Jawa Timur.

“Saya akui memang agak sulit untuk mengumpulkan data secara komprehensif karena pihak KITLV baru diberitahu 1 jam sebelum kedatangan rombongan,” ungkap Harry.

Nah plesiran para anggota dewan yang terhormat ini, dikritik PPI di Belanda. PPI menilai, perjalanan para wakil rakyat ke “Negeri Tulip” ini terkesan mengada-ada dan mengabaikan pertimbangan efektivitas dan efisiensi. Apalagi, perjalanan ini dilakukan dengan jumlah rombongan yang besar dan tanpa perencanaan yang matang.

“Ini mengindikasikan adanya penghamburan uang dan energi negara. Penggunaan fasilitas sebuah biro perjalanan juga terkesan mengabaikan kapasitas KBRI untuk Kerajaan Belanda yang seharusnya bisa memfasilitasi agenda perjalanan,” protes PPI di Belanda.

Menurut PPI, penelitian sejarah sepatutnya diserahkan kepada sejarahwan profesional, sehingga energi anggota DPRD dapat dialihkan untuk menggodok RAPERDA lainnya yang lebih mendesak. PPI Belanda juga bersedia memfasilitasi penyediaan data yang dibutuhkan dengan memanfaatkan jaringan komunitas masyarakat Indonesia di Belanda.

Ketika dikonfirmasi PPI Belanda, Kusnadi MHum (FPDIP), juru bicara rombongan anggota DPRD Jatim menyatakan bahwa dirinya tidak bisa menjawab pertanyaan tentang tujuan dan urgensitas perjalanan dinas ini. PPI Belanda malah diminta untuk menanyakan pada Gubernur Jawa Timur tentang urgensitas perjalanan dinas ini.

Kusnadi berdalih bahwa kegiatan ini tidak akan menjadi preseden buruk bagi provinsi lainnya untuk langsung pergi ke Belanda dan meneliti hari jadi provinsi mereka, karena menurutnya setiap provinsi memiliki sejarah yang berbeda-beda. rm

Banyak UU Pesanan Kartel Neo Kolonial

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=41812
Rakyat Merdeka, Minggu, 15 Juli 2007, 01:47:59


Banyak UU Pesanan Kartel Neo kolonial


Revrisond Baswir, Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM

Di sela-sela waktu rehat Pertemuan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) se-Eropa, yang diselenggarakan 22-24 Juni lalu di aula KBRI Den Haag, Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gajah Mada (UGM).

Revrisond Baswir berbicara banyak tentang kondisi struktur perekonomian Indonesia yang menurutnya, banyak dikungkung Undang-undang pesanan kaum neokolonial yang kini bekerja dalam wujud kartel. Baik itu berupa G7, G8, World Bank, IMF, hingga Asian Development Bank. Celakanya, Indonesia tak punya pilihan lain kecuali manut. Berikut petikan wawancaranya dengan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A Supardi Adiwidjaya.


BAGAIMANA struktur ekonomi Indonesia sekarang ini?
Dalam menelaah perkembangan pemikiran terakhir, saya mencoba melihat apakah yang terjadi sebenarnya di Indonesia dari 1945 sampai sekarang. Menurut pendapat saya, merdeka itu tidak cukup hanya dengan statement, dengan proklamasi. Kolonialisme yang berlangsung tiga setengah abad itu pasti meninggalkan bekas, yakni struktur ekonomi yang berwatak kolonial. Itu bisa dilihat baik dari segi strata sosial, segi geopolitik, maupun dilihat dari segi penguasaan kapital dan sebagainya.

Jadi yang namanya proklamasi kemerdekaan itu jika dikaitkan ke ekonomi, agenda terpentingnya adalah mengoreksi struktur ekonomi yang berwatak kolonial itu. Founding fathers merumuskannya dengan bahasa sederhana, bahwa dalam mengoreksi struktur ekonomi yang berwatak kolonial itu, kita perlu melakukan demokratisasi.

Jawaban kita terhadap struktur ekonomi kolonial itu adalah demokratisasi ekonomi. Baik dalam bentuk penguasaan akses-akses produksi, pengembangan koperasi, termasuk juga penanggulangan kemiskinan, peluang kerja. Saya melihat persoalan demokrasi ekonomi itu bagi Indonesia, terutama bukan persoalan ideologis. Persoalannya sangat historis dan imperikal. Ibarat mengalami kecelakaan, mendapat cacat gara-gara kecelakaan itu. Struktur ekonomi kita ini adalah struktur yang berwatak kolonial itu, yang ditinggalkan kolonialisme. Dan Indonesia merdeka agendanya harus mengoreksi itu.


Lalu bagaimana Indonesia masa depan?
Saya mengajak, karena kita ini sudah 62 tahun sejak proklamasi, pertama, ingin saya ajak adalah nomor satu, coba deh pikirkan Indonesia masa depan itu dengan mematok tahun 2045. Jadi 100 tahun setelah proklamasi kemerdekaan. Lalu kita lihat selama 62 tahun ini kita sudah mengisi kemerdekaan atau belum. Atau apa yang harus lagi dilakukan dalam sisa 38 tahun berikutnya, dengan target Indonesia dalam tahun 2045 harus merdeka 100%. Jadi tidak hanya politik tapi juga merdeka dalam bidang ekonomi.

Ini sebenarnya yang ingin saya ajak teman-teman pelajar atau mahasiswa-mahasiswa ini. Bagaimana punya visi, Indonesia yang tahun 2045, yang secara ekonomi juga merdeka. Misalnya itu bisa diterjemahkan, merdeka itu apa sih praktisnya, misalnya, Indonesia yang bebas dari utang luar negeri pada tahun 2045 itu. Ini contoh sederhana secara internasional. Ekonomi dalam negeri, Indonesia yang bebas dari kemiskinan, pengangguran, juga termasuk misalnya hal-hal lain, seperti hubungan keuangan pusat dan daerah. Jadi saya membayangkan contoh sederhana, misalnya, dalam konteks kewilayahan. Kita pergi ke Amerika Serikat, Washington di situ kota kecil, kota besarnya New York , California. Kita pergi ke Australia, Canberra kota kecil. Kotanya yang besar Perth, Melbourne dan lain-lain.

Saya bayangkan Indonesia di tahun 2045 itu nggak bisa terus menerus mempertahankan kota Jakarta sebagai satu-satunya kota besar. Indonesia itu terlalu luas. Dari sejarah terbaru yang saya pelajari, ternyata Jakarta atau Batavia itu baru mem-by pass Surabaya baru setelah tahun 1939. Jadi saya bayangkan, sebenarnya masih ada waktu bagi kita 2045, Indonesia itu punya kota besar yang sebesar Batavia itu di Makassar, di Medan atau di tempat-tempat lain.


Bukankah Bung Karno sudah pernah memikirkan memindahkan ibukota RI ke Palangkaraya?
Itu dia. Apa yang saya katakan itu kan bukan soal baru. Inilah contoh keberadaan Batavia sebagai satu-satunya kota besar, ini adalah satu warisan kolonialisme yang belum dikoreksi. Bung Karno sudah ingin mengoreksi hal itu dengan memindahkan ibukota RI itu ke Palangkaraya, Kalimantan. Tapi okelah. Sekarang kita Indonesia sudah tahun 2007, kita ingin bicara Indonesia tahun 2045, saya bayangkan bagaimana menggeser aktivitas ekonomi keluar dari Jakarta, sehingga ada kota-kota besar baru di Kalimantan, di Sulawesi, di Sumatra, di Lombok, di Papua.


Sebenarnya sistem ekonomi apa sih yang ingin kita bangun di Indonesia ini?
Kalau saya kembali ke cita-cita founding fathers ya, melihat konstitusi, kita itu kan ingin melaksanakan demokrasi ekonomi. Tetapi kalau di-revers (diputar) ke sejarahnya ke belakang, saya kira tidak ada seorang pun yang bisa membantah, bahwa Bung Karno sebagai seorang marhaenis adalah seorang sosialis.

Bung Hatta, saya kira, seorang sosialis. Syahrir – seorang sosialis. Jadi dengan demikian UUD 1945 kita itu jelas, walau tidak menyebut kata-kata sosialisme, tapi dengan demokrasi ekonomi itu, dengan kalimat misalnya di ayat 2 pasal 33: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” itu jelas wataknya sangat sosialistik.–Jadi saya kira sebenarnya itu nothing wrong. Jadi saya bayangkan Indonesia tahun 2045 itu, ya Indonesia yang berkeadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia. Kira-kira begitulah. Dengan satu institusi yang berwatak demokratis itu.


Berbicara tentang konstitusi, dengan adanya empat kali amandemen atas UUD 1945, bagaimana pandangan anda mengenai hal itu?
Jadi memang begini, tentu pertama yang harus kita lihat adalah bahwa semua proses itu adalah merupakan bagian tidak terpisahkan upaya sistematis yang secara berangsur dilakukan oleh pihak kolonial.

Mereka tidak hanya menjerat Indonesia dengan KMB (Konferensi Meja Bundar), tidak hanya menjerat Indonesia dengan utang. Tetapi bahkan mereka juga ingin melakukan amandemen terhadap konstitusi. Nah, tapi kalau kita lihat apa yang terjadi ketika amandemen toh akhirnya terjadi, memang penjelasan dihilangkan. Hanya ayat 1, 2 dan 3 masih tetap seperti sediakala.

Jadi kalau bicara konstitusi ekonomi, ya tetap, yakni “perekonomian harus disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas-azas kekeluargaan”: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Itu masih tetap seperti sediakala. Lalu, tinggal bagaimana itu harus ditafsirkan. Tetapi ayat 2 pasal 33 masih ada di situ.

Jadi persoalannya sekarang kemudian adalah, karena semuanya kan tidak statis, saya kira pihak-pihak yang ingin merombak itu akan terus juga bekerja. Jadi persoalannya di sini perlu juga adanya counter (aksi tandingan) untuk terus menerus mengawal bagaimana amanat konstitusi, cita-cita proklamasi itu diterjemahkan ke dalam produk-produk perundangan-undangan: undang-undang penanaman modal, undang-undang keuangan negara, undang-undangan mengenai hubungan pusat dan daerah, dan lain-lain. Proses ini harus terus menerus dikawal untuk mewujudkan Indonesia 2045 itu.


Dengan disyahkannya Undang-Undang Penanaman Modal, ada yang menilai Indonesia itu sudah dijual, atau paling tidak sudah dikuasi kepentingan pihak asing. Pandangan Anda mengenai UUPM tersebut?
Nah itu dia. Memang, bukan hanya UUPM, tetapi sudah terlampau banyak undang-undang terutama sejak “era reformasi” (dalam tanda petik) ini, yang dibuat sesuai dengan pesanan kaum kolonial, tepatnya kaum neokolonial.

Kaum neokolonial itu sekarang, kalau kita bicara satu persatu bisa disederhanakan. Itu dalam bahasa Bung Karno dulu disebut imperialisme internasional. Jadi pihak kolonial itu sekarang tidak bekerja sendiri-sendiri lagi, tetapi mereka membentuk kartel.

Mungkin dalam bahasa yang sederhana sekarang ini misalnya ya, G7, G8. Tetapi mereka bekerja melalui institusi yang namanya World Bank, IMF, Asian Development Bank. Undang-undang kita itu kebanyakan mereka itu yang membuat, misalnya Undang-undang Migas, di situ jelas peranan World Bank; Undang-undang BUMN di situ memain peranan Price Waterhouse Cooper, Undang-undang kelistrikan – di sini lagi-lagi ketemu peranan Asian Development Bank.–Nah, mereka-mereka itulah yang bermain.

Jadi yang saya lakukan selama ini, sampai hari ini adalah mencoba melakukan sosialisasi,–social movement (gerakan sosial), untuk meng-counter (menghadapi) itu. Dan satu persatu undang-undang itu kita bawa ke Mahkamah Konstitusi. Lalu di sini kita coba memperkarakan. Beberapa kali berhasil.

Kita bisa membatalkan Undang-undang Kelistrikan, kalau tidak salah pada awal Januari 2005. Seminggu kemudian kita bisa membatalkan beberapa pasal dalam UU Migas. Sekarang saya dan beberapa teman di Jakarta lagi membangun koalisi untuk mencoba membawa UUPM ini ke Mahkamah Konstitusi. Jadi porses ini yang terus menerus kita lakukan.



Sekarang ini kita dihadapkan pada berlakunya ekonomi pasar. Ekonomi Indonesia sekarang ini dipengaruhi sekali, atau bahkan dikuasai ekonomi neoliberal. Dalam menghadapi ini, bagaimana menurut Anda, apa yang bisa dilakukan?
Sebenarnya Agenda itu bisa disebar. Kenapa? Seperti sudah saya katakan tadi, agenda-agenda neoliberal dalam bentuk undang-undang (kelistrikan, migas dan segala macam), misalnya kita hadapi dengan bekerjasama dengan teman-teman yang secara sektoral menjadi korban.

Misalnya, dalam menghadapi Undang-undang Kelistrikan, saya bekerja dengan teman-teman Serikat Pekerja PLN. Dengan mereka, ada sosialisasi, pencerahan, kemudian kita bawa ke Mahkamah Konstitusi agar dibatalkan. Kita juga bekerjasama dengan Serikat Pekerja Pertamina. Setelah ada sosialisasi, pencerahan mengenai UU Migas, kemudian kita bawa ke Mahkamah Konstitusi untuk dibatalkan.

Jadi yang bisa dilakukan, menurut saya, mencoba kembali melakukan gerakan sosial, melalui edukasi publik, terutama kepada victim (korban) masing-masing agenda ekonomi neoliberal itu. Tentu, kalau bisa lebih jauh lagi, kita akan masuk ke lembaga-lembaga yang sifatnya lebih politik. Misalnya, bagaimana melakukan kaderisasi partai politik yang mengerti apa itu neoliberalisme dengan segala konsekuensinya.

Sehingga nanti dari luar akan ada social movement (gerakan sosial), apakah itu NGO (LSM), apakah serikat pekerja, apakah itu mahasiswa. Tetapi di dalam parlemen itu ada partai-partai politik yang sudah mengerti agenda-agenda begini. Jadi saya kira, kerjanya, baik itu yang sifatnya ke akar rumput – gerakan sosial tadi, maupun kerja-kerja politik, bicara dengan parlemen, dengan partai-partai politik dan seterusnya. Dan tentu saja tidak bisa dalam waktu cepat, butuh waktu lama sekali. rm

Rombak Struktur Komando Teritorial

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=41741
Rakyat Merdeka, Sabtu, 14 Juli 2007, 01:06:00

Rombak Struktur Komando Teritorial


M. Najib Azca, Kandidat Doktor Di Universtas Amsterdam







Persoalan reformasi TNI yang hingga kini belum tuntas, mendapat perhatian khusus M. Najib Azca. Tak cuma itu, dosen sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dan peneliti pada Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM ini juga menyoroti tragedi penembakan warga sipil di Pasuruan oleh oknum anggota Marinir beberapa waktu lalu. Saat ini, Najib sedang menempuh program doktoral di Universtas Amsterdam.

Tema penelitiannya tentang gerakan sosial agama, khususnya pasca konflik Ambon dan Poso. Tesis masternya “Peranan Militer Dalam Konflik Ambon” di Australian National University, Canberra. Topik ini terkait juga dengan skripsi S1-nya mengenai ideologi dwi fungsi ABRI di jurusan sosiologi Universitas Gajah Mada.

Dalam pertemuan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) se-Eropa bertemakan “Indonesia Masa Depan: Peran Kaum Muda”, yang digelar antara 22-24 Juni lalu, Najib menjadi salah seorang kontributor dengan makalah berjudul Visi dan Strategi Transformasi Politik Pertahanan dan Keamanan Indonesia. Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan Rakyat Merdeka di Belanda, A Supardi Adiwidjaya.


BELUM lama ini telah terjadi penembakan terhadap beberapa warga di Pasuruan oleh marinir karena kasus tanah. Bagaimana penilaian Anda?
Kasus ini menyentakkan kita semua, bahwa sebenarnya ternyata reformasi militer belum selesai atau bahkan jauh dari selesai. Aneh sekali, bagaimana militer angkatan laut sampai melakukan penembakan karena kasus tanah. Peristiwa ini sama sekali jauh jika dikaitkan dengan fungsi TNI yang seharusnya melindungi rakyat. Ini membuktikan untuk kesekian kalinya, keterlibatan militer dalam urusan-urusan non militer ternyata masih banyak atau terus berlangsung.


Apa yang telah dilakukan Indonesia dalam soal reformasi militer sejauh ini?

Paling tidak masih ada beberapa wilayah yang selama ini mungkin terabaikan dalam proses reformasi militer. Seharusnya wilayah-wilayah ini penting dilakukan reformasi, tetapi sampai sekarang belum sepenuhnya tersentuh.

Pertama, yang terpenting menyangkut struktur teritorial militer, khususnya Angkatan Darat (AD). Struktrul teritorial militer: mulai dari pusat - Mabes, sampai tingkat kodam, korem, kodim, koramil, dan seterusnya. Struktur teritorial ini sampai sekarang masih terus berjalan, menjadi salah satu sorotan dari proses reformasi. Sistem teritorial inilah yang akan mengawetkan peranan politik AD. Dengan struktur yang luas dan luar biasa kuatnya dari pusat sampai ke pelosok-pelosok. Itu memberi jangkar kepada peranan politik militer.

Struktur teritorial militer ini sebenarnya warisan perang gerilya yang membuat kantong-kantong perlawanan sampai ke pelosok-pelosok desa untuk melawan kaum penjajah. Tetapi kemudian struktur teritorial ini diawetkan melalui proses politik, mulai periode baik zaman Bung Karno, dan terutama dibangun lagi dan diperkuat ketika zaman Soeharto.

Ini merupakan salah satu agenda yang sangat penting dalam melakukan proses reformasi, merombak struktur komando teritorial militer (terutama AD), yang selama ini belum disentuh. Hal ini memang isu yang sangat sensitif untuk AD. Karena selama ini AD menganggap struktur teritorial -mengutip, misalnya, pernyataan Jenderal (Purn) Ryamizard Rycudu— dan komando teritorial itu adalah rohnya AD. Kalau roh ini dihilangkan, artinya jadi almarhum namanya. Struktur teritorial ini abadi, merupakan roh dan jatidiri AD. Mereka mengabsolutkan ini.

Kedua, terkait bidang intelijen. Sampai saat ini sebenarnya intelijen ini masih dikuasai oleh militer, khususnya oleh AD. Ini warisan otoritarianisme sebenarnya. Penguasaan Bakin/Badan Koordinasi Intelijen Negara/ (sekarang namanya jadi BIN/Badan Intelijen Negara/) itu kan lembaga intelijen sipil, bukan bagian militer. Tetapi dari zaman Orba sampai sekarang ini masih terus dipertahankan. Sampai hari ini yang jadi Kepala BIN itu (adalah seorang Jenderal). Di era reformasi pada zaman BJ Habibie (Kepala BIN Arie Kumaat) sampai hari ini (saat ini Kepala BIN - Syamsir Siregar) adalah militer berpangkat jenderal. Struktur-strukturnya militer. Persoalan yang perlu dipecahkan adalah bagaimana lembaga BIN (jelmaan Bakin/Badan Koordinasi Intelijen Negara) ini diupayakan dipimpin seorang sipil.

Ketiga, bisnis militer. Militer ini memiliki sumber-sumber ekonomi yang independen. Independen itu artinya tidak transparan dan tidak terkontrol oleh negara. Ketika sebuah lembaga militer memiliki kemampuan melakukan kegiatan bisnis dana sendiri, otonomi yang independen, maka kontrol atau mekanisme kontrol negara tidak bisa dilakukan terhadap kegiatan bisnis militer ini. Sampai sekarang ini yang terjadi adalah, melalui berbagai mekanisme yang formal, semi formal maupun informal militer itu mempunyai resursi ekonomi yang besar sekali.

Masih cukup signifikan peranan militer di lembaga bisnis sektor formal dan juga sektor-sektor informal (jenderal-jenderal yang menjadi penasehat, komisaris di berbagai lembaga bisnis). Bisnis “abu-abu”, yang menyangkut illegal logging di berbagai tempat, tempat-tempat perjudian peranan militer juga terlihat. Area di situ masih ada. Jaring-jaring bisnis “abu-abu” ini yang dikuasai militer ini masih ada. Meskipun harus diakui sekarang ini sudah jauh berkurang. Belakangan berkurang karena terutama sebagian diambil alih oleh kepolisian. Hal yang disebut belakangan ini sebenarnya adalah dari sisi lain. Hal ini bisa dielaborasi lebih jauh. Namun, yang terlihat jelas sampai sekarang ini militer masih juga mempunyai jaring-jaring ekonomi yang sangat besar.

Masih banyak sekali jenderal-jenderal yang memiliki sumber-sumber ekonomi yang di luar jalur resmi, yang kemudian membuat mereka jadi susah terkontrol. Nah ini satu isu lain yang juga harus ditangani dengan baik. Saya kira, kebijakan sampai hari ini dari Kementrian/Departemen Pertahanan untuk melakukan reformasi bisnis TNI itu ambigu (tidak jelas). Misalnya, pertama, lembaga-lembaga bisnis yang dianggap sebagai bisnis militer yang boleh diambil oleh negara itu adalah bisnis-bisnis yang nilai asetnya (saya lupa, ini kira-kira) sekitar Rp 5 atau Rp 15 miliar ke atas.

Artinya bisnis militer yang kecil-kecil diperbolehkan. Itu kan namanya ambigu juga. Jika demikian artinya militer masih boleh berbisnis, dong. Seharusnya jika memang militer dilarang berbisnis, ya dilarang. Meskipun bagaimana caranya kita harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Itu sisi lain yang tidak mudah diselesaikan. Tetapi ini area yang harus dikenali dan harus dituntaskan reformasi bisnis militer ini.


Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka yang Anda katakan, bagaimana pendapat anda dengan kegiatan bisnis militer dalam sektor koperasi? Untuk memenuhi kebutuhan hidup militer, pengadaan sektor koperasi, mungkin masih bisa ditolerir. Dalam arti tidak untuk bisnis luar, melainkan untuk kepentingan memenuhi kebutuhan ke dalam sendiri, untuk kebutuhan anggota-anggota koperasi itu sendiri, misalnya untuk kebutuhan sehari-hari, perumahan, atau macam-macam.


Satu aspek yang juga penting berkaitan dengan reformasi peranan militer adalah soal yang menyangkut peradilan militer. Pendapat Anda?
Sehubungan dengan reformasi peranan militer, pengadilan militer juga menjadi salah satu isu yang sekarang menjadi perhatian penting. Pada saat ini militer yang melakukan kesalahan-kesalahan, yang menyangkut tindakan-tindakan pelanggaran yang bersifat pidana itu diadili melalui pengadilan militer. Meskipun kesalahan-kesalahan yang diperbuat itu tidak ada kaitannya dengan perang, dengan situasi tempur. Mereka, misalnya, kriminal, membunuh, tetapi pengadilannya adalah pengadilan militer. Nah, pengadilan militer ini tidak melalui mekanisme transparan. Tidak ada kontrol yang jelas terhadap pengadilan militer. Hal ini menyulitkan adanya transparansi dan akuntabilitas. Ini yang sekarang sedang dalam proses untuk perubahan undang-undang di DPR itu ke arah sana. Jadi bagaimana dilakukan peradilan sipil untuk anggota-anggota militer yang melakukan pelanggaran sipil. Kecuali kalau memang militer itu melakukan pelanggaran-pelanggaran di medan perang, sekaitan ini yang berlaku harus peradilan militer. Misalnya dalam pertempuran mereka menembak musuh yang sudah menyerah. Nah, pemecahan kasus yang begini memang harus melalui peradilan militer.



Ada yang berpendapat, salah satu aspek yang juga penting berkenaan dengan reformasi militer adalah penataan kelembagaan militer. Menurut anda?

Memang benar, isu penting yang menyangkut peradilan militer, yang selama ini saya kira belum dituntaskan adalah penataan kelembagaaan militer. Jadi salah satu isu yang sampai saat ini belum berhasil digolkan itu adalah reformasi kelembagaan dalam arti menempatkan militer itu di bawah Departemen Pertahanan.

Sekarang yang terjadi di Indonesia itu kan Panglima TNI itu posisinya setara Menteri, menjadi bagian kabinet, yang ikut dalam rapat-rapat kabinet. Nah, ini menjadi simbol persoalan atau kerancuan, karena dia menjadi sebuah kekuatan politik atau menjadi lembaga politik. Seharusnya Panglima TNI itu termasuk lembaga operasional dan dia tidak boleh mengambil keputusan politik. Yang mengambil keputusan politik dalam hal ini adalah lembaga di atasnya, seperti yang terjadi di negara-negara demokratis, yakni di bawah Menteri Pertahanan. Jadi angkatan bersenjata atau TNI itu adalah sub pelaksana bidang pertahanan dan keamanan di bawah Menteri Pertahanan atau Departemen Pertahanan.

Nah, sudah lama dilakukan upaya ke arah sana, tetapi selalu gagal sampai hari ini. Dan selama ini masih belum berhasil ya TNI itu masih berpotensi, atau bahkan masih menjadi kekuatan politik sebenarnya. Karena TNI ini katakanlah masih di bawah langsung Presiden, masih menjadi anggota kabinet, ikut dalam rapat-rapat kabinet, yang mengambil keputusan-keputusan politik. Hal tersebut adalah satu agenda, saya kira perlu terus menerus dikawal. Meskipun saya paham juga, problemnya sebenarnya ini kemudian terkait dengan kepolisian.

Kenapa sampai hari ini angkatan bersenjata atau TNI ini berada di bawah Departemen Pertahanan, karena sekarang ini posisinya sama, yakni langsung di bawah Presiden. Kapolri itu sama seperti Panglima TNI, setara menteri, ikut dalam sidang-sidang kabinet. Seharusnya juga kepolisian itu menjadi sub pelaksana. Dalam hal ini ada dua opsi, yakni di bawah Departeman Kehakiman, atau di bawah Kementerian Dalam Negeri. rm

Terhindar Dari Embargo RI Beli Korvet Belanda

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=41166
Rakyat Merdeka, Kamis, 05 Juli 2007, 02:38:35

Terhindar Dari Embargo RI Beli Kapal Korvet Belanda

HARI Senin (2/7) di galangan kapal Royal Schelde, Vlissingen, Belanda, digelar upacara resmi penyerahan kapal korvet Sigma yang diberi nama “KRI Diponegoro-365”, yang dipesan dan dibeli oleh Pemerintah Indonesia. Penyerahan kapal itu ditandai dengan penandatanganan Protocol of Delivery.

Kapal korvet ini tidak saja menerapkan teknologi kapal perang modern, tetapi juga mengaplikasikan inovasi teknologi rancang bangun kapal yang terintegrasi dengan modulasi secara geometris (Ship Integrated Geometrical Modularity-Sigma) yang belum pernah diterapkan sebelumnya.

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya melaporkan, dalam acara seremonial serah terima kapal korvet Sigma tersebut, Kepala Staf Angkatan Laut (AL) Laksama Slamet Soebijanto, bertindak sebagai inspektur upacara.

Laksamana Slamet Soebijanto mengungkapkan, dengan diserahkannya kapal korvet Sigma KRI Diponegoro-365 ini, secara perlahan tetapi pasti, TNI AL bisa memenuhi kebutuhan untuk menjaga keamanan dan keutuhan terutama wilayah laut Indonesia.

“Dan sekaligus kita terhindar dari embargo oleh pihak-pihak yang memang tidak berkeinginan Indonesia mempunyai kekuatan angkatan laut yang kuat,” ujar Slamet Soebijanto kepada wartawan usai acara serah terima kapal tersebut di Belanda.

Mengenai masalah pengadaan kapal, menurut Slamet Soebijanto, selain 4 korvet yang dibeli dari Belanda, kita juga mencoba mencari alternatif lain. “Karena ke depan kita tidak ingin tergantung. Kita harus mencari alternatif, mencari negara yang mau bekerja sama dengan kita dan negara tersebut tidak akan melakukan embargo terhadap kita,” jelasnya.

Beberapa saat yang lalu, lanjut Slamet Soebijanto, peresmian kapal korvet Sigma dari 14 korvet yang kita rencanakan, adalah merupakan realisasi dari rencana strategis dalam rangka mewujudkan postur AL yang besar dan profesional menuju tataran kekuatan TNI AL yang mampu mengawal negara.

“Peristiwa ini hendaknya kita sambut dengan rasa syukur dan bangga bahwa dalam situasi yang serba terbatas ini, pemerintah masih menyiapkan dana untuk menambah dan membangun kekuatan Angkatan Laut,” papar Slamet Soebijanto.

Direktur Umum Schelde Naval Shipbuilding Hein van Ameijden menambahkan,”Kami merasa bangga membangun kapal ini dan semoga KRI Diponegoro-365 ini akan sangat berguna untuk memperkuat Angkatan Laut Republik Indonesia,” kata Ameijden.

Berdasarkan kontrak antara Indonesia dengan Belanda pada 6 Januari 2004 tentang pengadaan dua unit kapal korvet, telah dilaksanakan pembangunan empat kapal oleh galangan kapal SNS (Schelde Naval Shipbuilding), Vlissingen, Belanda. rm