Saturday, January 20, 2007

Kita Hanya Diajar Membenci Kumpeni

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicet0ak/?pilih=lihat&id=30822
Rakyat Merdeka, Minggu, 21 Januari 2007, 01:07:52

Kita Hanya Diajar Membenci Kumpeni

Dari Bedah Buku Prof Dr Bambang Purwanto Di Belanda

PERSATUAN Pelajar In­do­ne­sia (PPI) Leiden beker­jasama dengan Lembaga (Stichting) “Sapu Lidi”, Jumat (12/1) pekan la­lu di Universitas Leiden (Be­landa), menggelar acara bedah bu­ku karya Prof Dr Bambang Pur­wanto “Gagalnya Histo­rio­g­ra­fi Indonesiasentris?!”.

Selain Prof Dr Bambang Pur­wanto –sebagai nara sumber, be­dah buku tersebut dibagi dalam dua sidang (pembahasan) de­ngan enam orang pembahas: Na­jib Azca (kandidat doktor, Univer­sitas Amsterdam), S. Mar­gana (kandidat doktor, Univer­sitas Leiden), Abdul Wa­khid (ma­ha­siswa S2 Universitas Leiden), Ma­wardi (mahasiswa S2 Uni­ver­si­tas Leiden), Shiskha Pra­­ba­waningtyas (mahasiswa S2 Uni­versitas Leiden), S Mintardjo (Stichting Sapu Lidi).

Sekitar 50 orang hadir dalam acara bedah buku tersebut. Di waktu rehat, Bambang berkenan di­wawancarai koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A Supardi Adiwidjaya. Berikut pe­tikannya.

Tadi Nazib Azca mengatakan buku ini lebih merupakan kum­pulan tulisan. Komentar anda?
Saya memilih beberapa tuli­san yang saya nilai akan me­nampilkan keutuhan sebuah keri­sauan saya, tentang bagai­mana selama ini kita memahami ma­sa lalu Indonesia. Salah satu ke­risauan saya, kita sebenarnya seperti tidak pernah tahu: Indonesia itu apa sebenarnya?

Menurut saya, selama ini pemahaman tentang Indonesia itu hanya menghasilkan sesuatu yang adalah hanya produk ba­ngu­nan hegemoni politik. Ini ber­arti bukan pemahaman sebe­nar­nya terhadap masa lalu yang ki­ta sebut Indonesia itu. Ini ke­risauan itu. Karena itu saya ber­pikir, mengapa kita tidak men­co­ba memikirkan kembali bagai­mana sebenarnya, kalau kita ingin menulis sejarah.

Anda menyebut ‘Gagalnya Historiografi Indonesia­sen­tris?!’ Kriterianya?
Pertama, banyak masa lalu In­donesia yang penting kita lupa­kan. Kedua, kita sebenarnya ti­dak menulis sejarah. Tetapi kita ham­pir sama dengan masa lalu, da­lam banyak hal sebenarnya ki­ta menulis babad baru Indonesia, namanya babad Indonesia. Ja­di masa lalu kita tulis menjadi se­jarah, hanya untuk ke­pen­tingan hegemoni politik dari pa­da mengajarkan kepada anak bang­sa ini: “Ini lho kita punya ma­sa lalu seperti ini, apa yang kita bisa pelajari dari sini untuk me­langkah ke depan untuk menjadi lebih baik”. Itu se­be­nar­nya dari fungsi sejarah.

Namun selama ini yang kita la­kukan, saya menganggap, apa yang diberikan kepada anak bang­sa itu adalah agar sebuah he­gemoni politik tertentu itu te­rus berjalan. Ada dalam be­ber­apa hal apa yang saya sebut de­ngan kerakusan kekuasaan.

Kita melihat sejarah itu hanya secara politik. Contohnya, kita tidak pernah menyadari, seperti yang dikatakan oleh S. Margana, ada potensi yang sangat besar dibangun anak bangsa ini, ketika mereka sedang mengalami ke­sulitan. Yang kita sampaikan, ha­nya bagaimana mereka diek­sp­loitir. Tetapi kita tidak pernah ma­u mencoba memberitahu orang atau mengembangkan sesuatu yang lain. Bahwa ba­gaimana anak bangsa ini ketika mereka sedang dieksploitir, me­reka mencari sebuah teknologi, ba­ik itu teknologi dalam pe­ngertian mekanik maupun tek­nologi dalam pengertian sosial, tek­nologi dalam pengertian kultural untuk survive, atau bah­kan bukan saja untuk terus hi­­dup, tetapi untuk terus ber­kembang.

Jadi ketika, misalnya, tanam paksa yang begitu luar biasa me­nyiksa itu, ada bagian anak bang­sa kita ini itu mampu keluar dari jeratan itu untuk terus bukan sekedar bertahan hidup, tetapi mampu berkembang lebih luas lagi. Nah, kenapa tidak pernah mau belajar dari kemampuan seperti ini?

Historiografi kita yang lama hanya menanamkan terus keben­cian kepada kolonial, karena mereka sudah mengeksploitir kita. Tapi kita tidak pernah mau menghargai apa yang dilakukan suatu bagian anak bangsa ini yang mampu keluar dari jeratan ke­kejaman-kekejaman kolonial itu dengan tidak harus mem­be­rontak, tidak harus melakukan per­lawanan dengan kekerasan. Te­tapi mereka melakukan per­la­wanan itu dengan cara mereka sen­diri, dengan inovasi tek­nologi, mereka membangun se­buah sistem sosial tertentu, me­reka mengembangkan ekonomi. Itu pada periode-periode itu kita bisa melihat bagaimana banyak sekali realitas-realitas yang kita lupakan.

Jadi sebenarnya kalau itu mun­­cul, ketika kita sedang meng­­hadapi krisis, misalnya ta­hun 1997 itu kalau itu menjadi ba­­gian yang penting dari sejarah kita, bagian dari memori sosial itu kan berguna sekali. RM

Friday, January 19, 2007

Eropa Diamuk Badai 27 Nyawa Melayang

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=30720
Rakyat Merdeka, Sabtu, 20 Januari 2007, 00:39:20

Eropa Diamuk Badai 27 Nyawa Melayang

Laporan Rakyat Merdeka Dari Negeri Belanda

KAMIS (18/1) lalu, sejak pagi hing­ga tengah malam, angin ba­dai Barat Daya dan hujan deras be­nar-benar mengamuk negeri “Ki­ncir Angin”, termasuk Jerman, Ing­gris hingga Perancis. Badai yang berkekuatan sekitar 120 km per ­jam ini sungguh membuat re­pot orang dan bahkan memakan kor­ban jiwa manusia, tak kurang dari 27 orang. Di beberapa tempat ke­kuatan angin badai, bahkan men­capai 130 km per jam.

Bahkan, dua orang tewas seke­tika di tempat, ketika sebuah po­hon besar yang patah dan tum­bang menimpa mobil yang me­re­ka tumpangi. Peristiwa tersebut ter­jadi di jalan besar No. 224 an­tara Arnhem dan Ede. Mobil lain yang datang dari jurusan yang ber­lawanan di jalan besar ter­sebut menabrak pohon yang tum­bang tadi. Si pengemudi mobil ti­dak bisa keluar dari mobilnya. Ha­nya de­ngan pertolongan petugas pe­ma­dam kebakaranlah, si pe­nge­mudi bisa ditolong, termasuk yang luka-luka dan terjepit di mo­bilnya itu. Si pengemudi malang ter­sebut segera dilarikan ambu­lans ke Rumah Sakit terdekat. Menurut ju­rubicara kepolisian se­tempat, un­tuk mence­gah kemungkinan ke­ce­lakaan lagi, ke­dua jurusan jalan besar No. 224 itu terpaksa ditutup.

Di kota Leersum di siang hari (Kamis, 18/1) seorang pengen­dara sepeda motor tewas, juga akibat adanya pohon yang tum­bang ke jalanan. Apakah pengen­dara motor tersebut tertimpa po­hon yang tumbang, ataukah dia me­nabrak batang pohon yang tum­bang itu, masih belum dike­tahui pasti. Peristiwa tersebut ter­jadi sekitar pukul 17.00 (waktu se­tempat) di sebuah Jalan Rij­ksstraatweg, di Leersum.

Di beberapa bagian jalan tol A2 di kedua arah tergenang air, se­hingga menggangu dan mem­bahayakan lalu lintas. Karena itu, ja­lan tol A2 tersebut ditutup, agar air yang tergenang bisa segera di­pompa. Lalu lintas jalan tol di seluruh Ne­geri Belanda mengalami ke­ma­cetan sepanjang 500 km. Juga pa­da hari Kamis (18/1) sore akibat angin badai, lalu lintas kereta api (KA) dihentikan. Hal itu tentu mem­­buat para pengguna KA ke­lim­pungan karena tidak bisa pu­lang ke rumah. Menurut or­ga­ni­sasi ProRail, tidak jalannya KA aki­bat angin badai ini untuk per­tama kalinya sejak 1990. “Adalah tidak bertanggungjawab, jika lalu lin­tas KA tidak dihentikan karena adanya kerusakan kawat listrik (kereta api)”, ujar juru bicara pe­rusahaan kereta api Belanda.

Sejak siang hari, peron-peron Am­sterdam Centraal Station diko­song­kan, karena ada atap yang jatuh. Di kota Utrecht sekitar pu­kul 10.15 sebuah kran bangunan jatuh menimpa gedung, yang me­nye­bab­kan lima orang mengalami lu­ka-luka.

Murid-murid sebuah sekolah (Pascal College) di Zaandam ha­nya belajar setengah hari dan me­reka disuruh segera pulang ke ru­mah. Hal itu diputuskan Direktur se­kolah untuk mencegah hal-hal (misalnya kecelakaan) yang tidak diinginkan akibat angin badai. RM

A Supardi Adiwidjaya