Perijinan Yang Berbelit-belit Ganjal Investor Negeri Tulip
http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=13134
Rakyat Merdeka, Minggu, 09 April 2006
Perijinan Yang Berbelit-belit Ganjal Investor Negeri Tulip
Minister Counsellor Ekonomi KBRI Den Haag, Belanda Budi Perianto berkenan menerima dan bincang-bincang dengan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A. Supardi Adiwidjaya di ruang kerjanya, baru-baru ini. Pembicaraan berkisar tentang bagaimana hubungan antara Indonesia dengan negeri bunga tulip di bidang ekonomi, khususnya di bidang perdagangan dan investasi. Terungkap pula bahwa investor dari negeri kincir angin itu sering diganjal soal proses perizinan investasi di Indonesia yang berbelit-belit. Berikut ini penjelasan dari Budi Perianto.
DI bidang perdagangan, hubungan Indonesia-Belanda berjalan cukup baik. Pada periode tahun 2000-2004 nilai tertinggi dicapai tahun 2004 senilai 2.119,93 juta dolar AS atau mengalami kenaikan 5,18 persen bila dibandingkan dengan tahun 2003 sebesar 1.927,70 juta dolar AS. Sementara hubungan dagang kedua negara tahun 2005 (Januari-September) mencapai 1.355 juta dolar AS atau naik 14,29 pesen. Indonesia menduduki urutan ke-33 dari 43 mitra dagang utama Belanda.
Neraca perdagangan Belanda-Indonesia pada periode 2000-2004 menunjukkan surplus untuk Indonesia, rata-rata 1.037,7 juta dolar AS per tahun. Defisit Belanda terbesar terjadi tahun 2004 sebesar 1.116,09 juta dolar AS. Dan tahun 2005 (Januari-September) Indonesia surplus 1.035 juta dolar AS atau mengalami kenaikan 25,97 persen dibanding periode yang sama tahun 2004 sebesar 821,87 juta dolar AS.
Ekspor produk utama Indonesia ke Belanda masih didominasi oleh minyak, produk-produk kayu, kopi, teh, coklat, rempah-rempah.
Di balik baiknya hubungan dagang kedua negara, terdapat sejumlah hambatan dari negara pesaing Indonesia. Antara lain mutu komoditas dari China, Thailand dan Malaysia umumnya lebih baik. Selain itu, peraturan-peraturan di Belanda sering membedakan Indonesia dalam pengenaan bea masuk dan penalti dibandingkan dengan China dan Malaysia.
Sedangkan hambatan dari pihak Belanda, antara lain hambatan non tarif sangat besar terutama untuk komoditas pertanian, dituntut persyaratan standar yang tinggi dan dikaitkan dengan faktor lingkungan hidup.
Adapun beberapa kendala bagi masuknya investor Belanda ke Indonesia adalah masalah proses perijinan yang dicanangkan satu atap, yaitu Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), namun kenyataannya daerah menetapkan ketentuannya sendiri-sendiri. Kendala lainnya adalah para investor Belanda menilai prosedur perijinan masih berbelit-belit, sehingga diharapkan dapat lebih disederhanakan lagi.
Jaminan dan kepastian hukum juga sangat didambakan oleh para penanam modal asing termasuk dari Belanda. Terutama dalam mengatasi sengketa dalam kerja sama penanaman modal antara para pihak Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Investor Belanda juga mengalami kesulitan mencari mitra yang potensial serta prasarana fisik masih kurang memadai, khususnya di luar Pulau Jawa. RM