Thursday, November 22, 2007

Catatan Perjalanan Rakyat Merdeka Dari Polandia (2)

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=43513
Rakyat Merdeka, Minggu, 12 Agustus 2007, 01:10:02

Catatan Perjalanan Rakyat Merdeka Dari Polandia (2)

Koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A.Supardi Adiwidjaya, belum lama ini berkunjung ke Polandia, sebuah negara di Eropa Timur yang sejak tahun 2004 ini telah menjadi anggota Uni Eropa (UE) dan anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Di bidang politik luar negeri, pemerintah Polandia saat ini tampak berseberangan dalam berbagai isu, termasuk rencana penggelaran rudal pertahanan (missile defense) AS, dengan Rusia. Juga hubungan bilateral Polandia-Jerman berlangsung tidak serasi, karena masih menyimpan luka lama, warisan Perang Dunia ke II.

Namun dalam cuaca apapun, tampaknya hubungan Indonesia-Polandia tetap survive, bahkan semakin mesra. Polandia kini menjadi mitra ekonomi yang memiliki potensi besar bagi Indonesia. Negara berpenduduk 40 juta itu, menjadikan Indonesia mitra strategis untuk seluruh kawasan Asia Tengah, bahkan di Asia Pasifik. Berikut laporan Rakyat Merdeka yang diturunkan secara bersambung.

ISU de-komunisasi, saat ini sedang bergaung keras di Polandia. Keterangan yang didapat dari pembicaraan Rakyat Merdeka dengan beberapa pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Warsawa menyimpulkan bahwa saat ini terus berlangsung apa yang disebut de-komunisasi di Polandia.

Sejak runtuhnya komunisme pada kurun waktu 1989-1990, pemerintah Polandia telah melakukan upaya untuk mengikis semua yang berbau komunisme. Untuk itu, pemerintah telah mengesahkan amandemen UU Pengawasan (Vetting Law) yang berlaku mulai 15 Maret 2007. Vetting Law telah diundangkan tahun 1997 pada masa pemerintahan Presiden Aleksander Kwasniewski (1995-2005).

Amandemen Vetting Law tersebut dirancang oleh Presiden Lech Kaczynski bersama dengan Perdana Menteri (PM) Jaroslaw Kaczynski, yang adalah saudara kembar sang presiden. PM Jaroslaw Kaczynski adalah Ketua Partai Hukum dan Keadilan (Law and Justice atau dalam bahasa Polandia: Prawo i Sprawiedliwosc/PiS), partai yang berkuasa di Polandia sekarang. PiS adalah partai konservatif yang melandaskan diri pada nilai-nilai kekristenan yang kuat.

Pemikiran dasar UU Pengawasan itu adalah bahwa Polandia tidak akan menemukan jati dirinya sendiri untuk mengeratkan hubungan kultural, terutama dengan negara-negara Eropa Barat, tanpa berhasil membersihkan dirinya dari era komunisme yang memalukan. Partai berkuasa itu, didukung dua partai kecil, beranggapan bahwa masa pemerintahan Lech Walesa (1990-1995) maupun Aleksander Kwasniewski (1995-2005), kurang berhasil karena unsur-unsur komunisme masih melekat di dalam sistem politik dan kehidupan politik itu sendiri.

Beberapa poin penting dari amandemen UU Pengawasan tersebut, adalah sebagai berikut: mereka yang lahir sebelum 1 Agustus 1972 dan memegang jabatan di pemerintahan atau BUMN, diharuskan membuat pernyataan tertulis tentang ada tidaknya keterlibatan mereka dengan agen rahasia komunis. Pernyataan tersebut akan diselidiki kebenarannya oleh Institute for National Remembrance (IPN) dan pengadilan daerah. Bagi mereka yang terbukti memalsukan pernyataannya, akan dicopot dari jabatan mereka saat ini dan dilarang memegang jabatan selama 10 tahun.

Amandemen UU Pengawasan tersebut didukung penuh oleh koalisi partai yang berkuasa sekarang ini: PiS, Self-Defence (Samoobrona, Partai Petani), Ligi Polskich Rodzin (LPR), Polskie Stronnictwo Ludowe (PSL). Pengawasan dan penyelidikan mutlak diperlukan demi kehidupan masyarakat yang sehat.

Sedang partai oposisi, Sojusz Lewicy Demokratyczne (Partai Sosialis, bekas Partai Komunis Polandia/SLD/) keberatan dengan Vetting Law karena data dalam dokumen yang berasal dari agen rahasia komunis itu sering dimanipulasi sehingga diragukan kebenarannya. Kritik terhadap UU Pengawasan yang baru tersebut, sebagian besar menyatakan kekhawatiran bahwa UU itu hanya akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan justru tidak membawa kebenaran akan masa lalu Polandia.

Konspirasi Si Kembar

Tetapi, ada pula pengamat yang mencermati bahwa di balik gencarnya proses de-komunisasi itu, tersembunyi langkah politik yang jitu demi kepentingan politik pula. dengan amandemen Vetting Law itu, si kembar Kaczynski dan PiS ingin melanggengkan kekuasaan partai, dengan menyerang pihak-pihak oposisi dan para pendukungnya yang tersebar di mana-mana, melakukan konspirasi, terlibat dengan kegiatan mata-mata, komunisme dan KKN.

Keharusan membuat pernyataan tertulis juga menimbulkan reaksi di kalangan BUMN dan jurnalis yang rata-rata khawatir akan menimbulkan chaos. Menurut Dubes Indonesia di Warsawa Hazairin Pohan yang sudah ketiga kalinya bertugas di Eropa Timur, de-komunisasi bukanlah hal baru di Eropa Timur pasca komunisme.

Ada euforia masyarakat untuk berdemokrasi, komunisme dianggap sebagai proses pembodohan, biang keladi kegagalan dalam mengejar ketertinggalan dengan Barat. Seringkali, de-komunisasi itu menjadi purge (pembersihan) terhadap kekuasaan dan tokoh-tokoh lama. Pada awal tahun 1990-an, jabatan-jabatan politis dijabat orang-orang yang kurang berkompeten. Bahkan, parlemen yang “dikuasai” orang-orang jalanan dan petani di zaman itu, sering mengorbankan etika berpolitik yang sehat sampai perkelahian yang memalukan.

Dengan demikian, “bersih lingkungan” ala Eropa Timur ditujukan untuk “purge” bagi tokoh-tokoh di masa lalu, berapa pun ongkosnya. Memang, menurut Dubes Hazairin Pohan, pada zaman pasca euforia demokrasi, pembangunan tidak jalan, ekonomi carut-marut dan kesejahteraan masyarakat jauh menurun. Sehingga tidak heran partai-partai sosialis (baca: bekas partai komunis), akhirnya pada pertengahan 1990-an kembali memenangkan pemilu.

“Format dan substansi demokrasi mereka mengacu pada Eropa Barat,” jelas Dubes Pohan.

Meskipun “bekas komunis”, tetapi dalam proses yang berlangsung ketika itu untuk integrasi ke institusi-institusi Eropa (UE, NATO, WEU, CSCE) berlangsung cepat. Menurut Dubes Pohan, ini tidak masalah bagi politisi-politisi lama yang sangat piawai berpolitik, mengalahkan tokoh-tokoh “amatiran”.

Di Polandia, meskipun partai komunis berkuasa pada zaman sosialis, namun institusi gereja “diakui” dan dibiarkan tumbuh “menghibur” rakyat sepanjang mereka loyal. Nah, kata “loyal” ini tampaknya digunakan partai berkuasa, PiS, untuk melacak seberapa banyak informan-informan yang bekerja sama dengan rezim komunis menjadi “spion”.

“Di zaman komunis, gereja menjadi sanctuary bagi masyarakat Polandia yang dari dulu tetap religius. Ironisnya, seiring kemerdekaan, terikut pula kebebasan di semua hal, sehingga berbagai institusi kian menjamur menampung berbagai aspirasi yang tidak terbatas pada gereja Khatolik. Pengunjung gereja, terutama di kalangan muda, mulai menurun,” ujar seorang pengamat politik Eropa Timur.

Adapula spekulasi pers lokal, mensinyalir de-komunisasi secara intensif oleh si kembar Kaczynski dan PiS sebagai manuver untuk mengkikis kekuatan partai SLD, maupun dalam bentuk serangan lainnya terhadap partai oposisi terbesar PO (Platforma Obywatelska-The Civic Platform). Baik PiS maupun PO adalah partai pewaris Solidarnos, yang merupakan tokoh-tokoh yang bergabung dengan Lech Walesa di awal tahun 1980-an.

Strategi “bersih lingkungan” melalui Vetting Law, dibarengi dengan pembubaran dinas intelijen militer WSI dan perang terhadap korupsi (baca: tycoon), merupakan senjata ampuh yang dilancarkan PiS terhadap lawan-lawan politiknya. Memang strategi tersebut mampu menggetarkan lawan-lawan politik PiS karena banyak pihak yang sulit melepaskan diri dari pemerintah yang berkuasa di zaman komunisme. Atau tidak “bekerja sama” dengan dinas rahasia. Atau menjadi elit yang dikooptasi oleh rezim komunis untuk keuntungan-keuntungan ekonomi atau sikap-sikap yang oportunistis. Namun strategi ini dikhawatirkan berbagai pihak akan menyebabkan Polandia distracted atau bimbang dari jalan menuju kemajuan ekonomi dalam rangka UE.

Belum selesai soal “bersih lingkungan”, muncul pula soal baru ketika Parlemen Polandia mengesahkan UU untuk penghapusan 3.000 monumen peringatan jasa-jasa Tentara Merah Uni Soviet dalam membebaskan Polandia dari Jerman. Seperti di Latvia, isu ini membuat marah Presiden Rusia Vladimir Putin, ketika makam dua perajurit Tentara Merah dengan monumen di tengah kota dipindahkan ke pinggiran kota nan jauh. Spiritnya sama, mengikis habis pengaruh komunisme dan masa lalu di bawah cengkeraman Uni Soviet (bisa dibaca: Rusia). Sebaiknya para sejarawan netral dari Eropa dapat membantu untuk “menuliskan kembali” sejarah masa lalu secara proporsional dan autoritatif! rm

Bersambung

1 Comments:

At 12:57 PM, Blogger thehost said...

pak, saya tertarik sekali dengan tulisan bapak yang kebetulan sedikit membantu tugas saya. bisakah bapak memberikan referensi mengenai kepentingan polandia dalam bidang politik, keamanan, dan ekonomi? adakah referensi itu dalam bentuk ebook/pdf?. jika bapak berkenan, bisakah dikirimkan via email. sebelumnya terimakasih

 

Post a Comment

<< Home