Friday, August 03, 2007

Rombak Struktur Komando Teritorial

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=41741
Rakyat Merdeka, Sabtu, 14 Juli 2007, 01:06:00

Rombak Struktur Komando Teritorial


M. Najib Azca, Kandidat Doktor Di Universtas Amsterdam







Persoalan reformasi TNI yang hingga kini belum tuntas, mendapat perhatian khusus M. Najib Azca. Tak cuma itu, dosen sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta dan peneliti pada Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM ini juga menyoroti tragedi penembakan warga sipil di Pasuruan oleh oknum anggota Marinir beberapa waktu lalu. Saat ini, Najib sedang menempuh program doktoral di Universtas Amsterdam.

Tema penelitiannya tentang gerakan sosial agama, khususnya pasca konflik Ambon dan Poso. Tesis masternya “Peranan Militer Dalam Konflik Ambon” di Australian National University, Canberra. Topik ini terkait juga dengan skripsi S1-nya mengenai ideologi dwi fungsi ABRI di jurusan sosiologi Universitas Gajah Mada.

Dalam pertemuan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) se-Eropa bertemakan “Indonesia Masa Depan: Peran Kaum Muda”, yang digelar antara 22-24 Juni lalu, Najib menjadi salah seorang kontributor dengan makalah berjudul Visi dan Strategi Transformasi Politik Pertahanan dan Keamanan Indonesia. Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan Rakyat Merdeka di Belanda, A Supardi Adiwidjaya.


BELUM lama ini telah terjadi penembakan terhadap beberapa warga di Pasuruan oleh marinir karena kasus tanah. Bagaimana penilaian Anda?
Kasus ini menyentakkan kita semua, bahwa sebenarnya ternyata reformasi militer belum selesai atau bahkan jauh dari selesai. Aneh sekali, bagaimana militer angkatan laut sampai melakukan penembakan karena kasus tanah. Peristiwa ini sama sekali jauh jika dikaitkan dengan fungsi TNI yang seharusnya melindungi rakyat. Ini membuktikan untuk kesekian kalinya, keterlibatan militer dalam urusan-urusan non militer ternyata masih banyak atau terus berlangsung.


Apa yang telah dilakukan Indonesia dalam soal reformasi militer sejauh ini?

Paling tidak masih ada beberapa wilayah yang selama ini mungkin terabaikan dalam proses reformasi militer. Seharusnya wilayah-wilayah ini penting dilakukan reformasi, tetapi sampai sekarang belum sepenuhnya tersentuh.

Pertama, yang terpenting menyangkut struktur teritorial militer, khususnya Angkatan Darat (AD). Struktrul teritorial militer: mulai dari pusat - Mabes, sampai tingkat kodam, korem, kodim, koramil, dan seterusnya. Struktur teritorial ini sampai sekarang masih terus berjalan, menjadi salah satu sorotan dari proses reformasi. Sistem teritorial inilah yang akan mengawetkan peranan politik AD. Dengan struktur yang luas dan luar biasa kuatnya dari pusat sampai ke pelosok-pelosok. Itu memberi jangkar kepada peranan politik militer.

Struktur teritorial militer ini sebenarnya warisan perang gerilya yang membuat kantong-kantong perlawanan sampai ke pelosok-pelosok desa untuk melawan kaum penjajah. Tetapi kemudian struktur teritorial ini diawetkan melalui proses politik, mulai periode baik zaman Bung Karno, dan terutama dibangun lagi dan diperkuat ketika zaman Soeharto.

Ini merupakan salah satu agenda yang sangat penting dalam melakukan proses reformasi, merombak struktur komando teritorial militer (terutama AD), yang selama ini belum disentuh. Hal ini memang isu yang sangat sensitif untuk AD. Karena selama ini AD menganggap struktur teritorial -mengutip, misalnya, pernyataan Jenderal (Purn) Ryamizard Rycudu— dan komando teritorial itu adalah rohnya AD. Kalau roh ini dihilangkan, artinya jadi almarhum namanya. Struktur teritorial ini abadi, merupakan roh dan jatidiri AD. Mereka mengabsolutkan ini.

Kedua, terkait bidang intelijen. Sampai saat ini sebenarnya intelijen ini masih dikuasai oleh militer, khususnya oleh AD. Ini warisan otoritarianisme sebenarnya. Penguasaan Bakin/Badan Koordinasi Intelijen Negara/ (sekarang namanya jadi BIN/Badan Intelijen Negara/) itu kan lembaga intelijen sipil, bukan bagian militer. Tetapi dari zaman Orba sampai sekarang ini masih terus dipertahankan. Sampai hari ini yang jadi Kepala BIN itu (adalah seorang Jenderal). Di era reformasi pada zaman BJ Habibie (Kepala BIN Arie Kumaat) sampai hari ini (saat ini Kepala BIN - Syamsir Siregar) adalah militer berpangkat jenderal. Struktur-strukturnya militer. Persoalan yang perlu dipecahkan adalah bagaimana lembaga BIN (jelmaan Bakin/Badan Koordinasi Intelijen Negara) ini diupayakan dipimpin seorang sipil.

Ketiga, bisnis militer. Militer ini memiliki sumber-sumber ekonomi yang independen. Independen itu artinya tidak transparan dan tidak terkontrol oleh negara. Ketika sebuah lembaga militer memiliki kemampuan melakukan kegiatan bisnis dana sendiri, otonomi yang independen, maka kontrol atau mekanisme kontrol negara tidak bisa dilakukan terhadap kegiatan bisnis militer ini. Sampai sekarang ini yang terjadi adalah, melalui berbagai mekanisme yang formal, semi formal maupun informal militer itu mempunyai resursi ekonomi yang besar sekali.

Masih cukup signifikan peranan militer di lembaga bisnis sektor formal dan juga sektor-sektor informal (jenderal-jenderal yang menjadi penasehat, komisaris di berbagai lembaga bisnis). Bisnis “abu-abu”, yang menyangkut illegal logging di berbagai tempat, tempat-tempat perjudian peranan militer juga terlihat. Area di situ masih ada. Jaring-jaring bisnis “abu-abu” ini yang dikuasai militer ini masih ada. Meskipun harus diakui sekarang ini sudah jauh berkurang. Belakangan berkurang karena terutama sebagian diambil alih oleh kepolisian. Hal yang disebut belakangan ini sebenarnya adalah dari sisi lain. Hal ini bisa dielaborasi lebih jauh. Namun, yang terlihat jelas sampai sekarang ini militer masih juga mempunyai jaring-jaring ekonomi yang sangat besar.

Masih banyak sekali jenderal-jenderal yang memiliki sumber-sumber ekonomi yang di luar jalur resmi, yang kemudian membuat mereka jadi susah terkontrol. Nah ini satu isu lain yang juga harus ditangani dengan baik. Saya kira, kebijakan sampai hari ini dari Kementrian/Departemen Pertahanan untuk melakukan reformasi bisnis TNI itu ambigu (tidak jelas). Misalnya, pertama, lembaga-lembaga bisnis yang dianggap sebagai bisnis militer yang boleh diambil oleh negara itu adalah bisnis-bisnis yang nilai asetnya (saya lupa, ini kira-kira) sekitar Rp 5 atau Rp 15 miliar ke atas.

Artinya bisnis militer yang kecil-kecil diperbolehkan. Itu kan namanya ambigu juga. Jika demikian artinya militer masih boleh berbisnis, dong. Seharusnya jika memang militer dilarang berbisnis, ya dilarang. Meskipun bagaimana caranya kita harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Itu sisi lain yang tidak mudah diselesaikan. Tetapi ini area yang harus dikenali dan harus dituntaskan reformasi bisnis militer ini.


Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka yang Anda katakan, bagaimana pendapat anda dengan kegiatan bisnis militer dalam sektor koperasi? Untuk memenuhi kebutuhan hidup militer, pengadaan sektor koperasi, mungkin masih bisa ditolerir. Dalam arti tidak untuk bisnis luar, melainkan untuk kepentingan memenuhi kebutuhan ke dalam sendiri, untuk kebutuhan anggota-anggota koperasi itu sendiri, misalnya untuk kebutuhan sehari-hari, perumahan, atau macam-macam.


Satu aspek yang juga penting berkaitan dengan reformasi peranan militer adalah soal yang menyangkut peradilan militer. Pendapat Anda?
Sehubungan dengan reformasi peranan militer, pengadilan militer juga menjadi salah satu isu yang sekarang menjadi perhatian penting. Pada saat ini militer yang melakukan kesalahan-kesalahan, yang menyangkut tindakan-tindakan pelanggaran yang bersifat pidana itu diadili melalui pengadilan militer. Meskipun kesalahan-kesalahan yang diperbuat itu tidak ada kaitannya dengan perang, dengan situasi tempur. Mereka, misalnya, kriminal, membunuh, tetapi pengadilannya adalah pengadilan militer. Nah, pengadilan militer ini tidak melalui mekanisme transparan. Tidak ada kontrol yang jelas terhadap pengadilan militer. Hal ini menyulitkan adanya transparansi dan akuntabilitas. Ini yang sekarang sedang dalam proses untuk perubahan undang-undang di DPR itu ke arah sana. Jadi bagaimana dilakukan peradilan sipil untuk anggota-anggota militer yang melakukan pelanggaran sipil. Kecuali kalau memang militer itu melakukan pelanggaran-pelanggaran di medan perang, sekaitan ini yang berlaku harus peradilan militer. Misalnya dalam pertempuran mereka menembak musuh yang sudah menyerah. Nah, pemecahan kasus yang begini memang harus melalui peradilan militer.



Ada yang berpendapat, salah satu aspek yang juga penting berkenaan dengan reformasi militer adalah penataan kelembagaan militer. Menurut anda?

Memang benar, isu penting yang menyangkut peradilan militer, yang selama ini saya kira belum dituntaskan adalah penataan kelembagaaan militer. Jadi salah satu isu yang sampai saat ini belum berhasil digolkan itu adalah reformasi kelembagaan dalam arti menempatkan militer itu di bawah Departemen Pertahanan.

Sekarang yang terjadi di Indonesia itu kan Panglima TNI itu posisinya setara Menteri, menjadi bagian kabinet, yang ikut dalam rapat-rapat kabinet. Nah, ini menjadi simbol persoalan atau kerancuan, karena dia menjadi sebuah kekuatan politik atau menjadi lembaga politik. Seharusnya Panglima TNI itu termasuk lembaga operasional dan dia tidak boleh mengambil keputusan politik. Yang mengambil keputusan politik dalam hal ini adalah lembaga di atasnya, seperti yang terjadi di negara-negara demokratis, yakni di bawah Menteri Pertahanan. Jadi angkatan bersenjata atau TNI itu adalah sub pelaksana bidang pertahanan dan keamanan di bawah Menteri Pertahanan atau Departemen Pertahanan.

Nah, sudah lama dilakukan upaya ke arah sana, tetapi selalu gagal sampai hari ini. Dan selama ini masih belum berhasil ya TNI itu masih berpotensi, atau bahkan masih menjadi kekuatan politik sebenarnya. Karena TNI ini katakanlah masih di bawah langsung Presiden, masih menjadi anggota kabinet, ikut dalam rapat-rapat kabinet, yang mengambil keputusan-keputusan politik. Hal tersebut adalah satu agenda, saya kira perlu terus menerus dikawal. Meskipun saya paham juga, problemnya sebenarnya ini kemudian terkait dengan kepolisian.

Kenapa sampai hari ini angkatan bersenjata atau TNI ini berada di bawah Departemen Pertahanan, karena sekarang ini posisinya sama, yakni langsung di bawah Presiden. Kapolri itu sama seperti Panglima TNI, setara menteri, ikut dalam sidang-sidang kabinet. Seharusnya juga kepolisian itu menjadi sub pelaksana. Dalam hal ini ada dua opsi, yakni di bawah Departeman Kehakiman, atau di bawah Kementerian Dalam Negeri. rm

0 Comments:

Post a Comment

<< Home