Saturday, August 04, 2007

Pernah Ditraktir Hotel, Ditembak Pun Pernah

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=43054
Rakyat Merdeka, Minggu, 05 Agustus 2007, 03:48:42

Pernah Ditraktir Hotel, Ditembak Pun Pernah

Kang JJ, Keliling Dunia Dengan Misi Perdamaian


Kang JJ -demikian panggilan akrab Jeffrey Ronny Polnaya- sang pengeliling dunia yang berdarah Maluku ini lahir di Bandung (1962). Ia menghabiskan masa kecilnya di kota “kembang”. Sekolah SD, SMP dan SMAnya di Bandung. Juga kuliahnya di Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung. Tidak kebetulan kiranya nama panggilannya itu Kang JJ, karena dia merasa jadi orang Bandung, Jawa Barat.

PERTEMUAN dan bincang-bincang Rakyat Merdeka dengan Kang JJ dilakukan setelah dia dengan sepeda motornya masuk pintu gerbang dan parkir di halaman dalam KBRI Den Haag. Hari itu, Jumat (27/07) sekitar pukul 17.30 sore waktu Holland. Kami langsung akrab. Ketika masing-masing tahu sama-sama “orang Pasundan”, secara spontan keluarlah bahasa Sunda di permulaan bincang-bincang kami. Tetapi wawancara Kang JJ dengan A. Supardi Adiwidjaya, koresponden Rakyat Merdeka di Belanda itu berlangsung tentu saja dalam bahasa Indonesia. Berikut ini petikannya.

Anda sudah berkeluarga?
Saya sudah berkeluarga. Isteri saya mojang Priangan, Ermilia. Kami mempunyai dua anak. Yang paling besar sudah kuliah di Unpad, jurusan hukum. Yang kecil masih duduk di SMA-V kelas 3. Yang besar, Rangga Erlangga berumur 21 tahun. Yang kecil, Rendra Tasta berumur 17 tahun.

Bagaimana pendapat isteri dan anak-anak ketika mereka tahu, Anda memutuskan keliling dunia dengan sepeda motor?
Rasanya semua hal itu harus berangkat dari dalam dulu. Karena ketika itu isteri saya sangat mendukung sekali. Ketika saya katakan kepada isteri, saya mau keliling dunia dengan sepeda motor, jawaban isteri saya: “Kamu bisa lakukan itu, You can do it !” Terus, anak-anak mengatakan, bapak pasti bisa. Karena mungkin, mereka melihat saya selalu dengan motor, ke mana-mana naik motor, sampai ke Amerika. Lalu, apalagi keliling dunia ini kan punya misi, untuk perdamaian.

Apa yang mendorong Anda melakukan perjalanan keliling dunia ini?
Pada tahun 1978 saya mulai naik sepeda motor. Motor pertama saya CB-100. Saat itu, ketika saya ngajak kawan-kawan jalan ke Bali dengan naik motor, jawaban mereka: “Waduh, naik bus saja makan waktu tiga hari, bagaimana jika naik motor ...” Teman-teman ternyata nggak pada mau. Ya, sudahlah, saya jadi jalan, naik motor sendiri.

Tapi dalam kesendirian itu, ternyata saya malah banyak-banyak sekali mendapatkan kawan. Karena kita sendiri, ketika itu pulalah kita tidak pernah jadi sendiri. Ketika kita sedang berhenti, orang-orang pada mendekat dan bertanya: “Dari mana?” Ketika saya jawab, dari Bandung. Mereka merasa heran: “Wah dari jauh bener”. Dan mereka jadi kawan. Dan di perjalanan ini membawa banyak pengalaman dan manfaat. Dan akhirnya menjadikan saya senang sekali untuk bertualang, berkeliling. Hampir seluruh Indonesia sudah saya kelilingi.

Suatu saat terbetik pertanyaan dalam diri saya: “Setelah Indonesia, lalu apa?” Melihat situasi dunia yang seperti ini, saya terpanggil ikut menggemakan perdamaian. Ikut menggemakan persaudaraan. Dan tentunya, kalau kita datang dengan cara yang mudah, kita naik pesawat. Itu cara yang biasa. Dan cara yang biasa itu, tiap orang bisa melakukannya. Lalu oke, saya coba naik motor keliling dunia dengan pesan perdamaian. Judulnya: “Ride for Peace”. Dari Indonesia untuk Dunia. Dan ini dilakukan tentu bukan untuk saya pribadi, bukan juga untuk bapak-bapak kawan-kawan saya yang sudah tua-tua, tetapi ini untuk anak-cucu kita. Alangkah bahagianya kalau kita katakanlah lima tahun, bahkan 100 tahun yang akan datang mereka berjabatan tangan, hand by hand membangun dunia yang lebih baik dari dunia yang kita pernah tahu.

Seperti yang kita tahu, banyak orang berpandangan negatif tentang Indonesia. Mungkin karena mereka tidak tahu apa itu Indonesia sebenarnya. Lalu tiba-tiba ketika mereka melihat ada orang Indonesia datang dengan misi perdamaian, mereka menjadi curious, ingin tahu dan bertanya-tanya. Ketika mereka ngobrol dengan saya, lalu mereka mendapatkan berita yang sebenar-benarnya. “Wah, di negara Anda itu banyak bom meletus,” ucap mereka. Lalu saya bilang, sejak lahir sampai saya berusia sebelum meninggalkan Indonesia 40 tahun lebih, satu kali pun saya belum pernah mendengar bom meletus.

“Ah, apa bener?” sergah mereka. Saya dengan tegas menyatakan, saya belum pernah dengar bom di Indonesia. Tetapi, ketika saya dalam perjalanan keliling dunia ini, saya dengar di beberapa negara bom-bom meletus. Saya dengan sendiri, saya merasakan sendiri bom meletus, dan bahkan saya ditembak. Nah itu tidak pernah terjadi di negeri saya, di mana saya ditembak orang. Tentu saja, saya tidak menyebutkan negaranya di mana saya pernah ditembak, karena saya juga menjaga hubungan dengan negara itu tetap baik lah.

Tetapi mereka kan mendengar kabar beberapa bom pernah meletus di Indonesia. misalnya beberapa tahun yang lalu di Bali.
Ya, memang benar di beberapa tempat, misalnya seperti di Bali pernah terjadi bom bunuh diri, Tetapi di negara, katakanlah yang sudah sedemikian maju, sebagai super power, bom juga meledak-ledak. Dua gedung ultra modern yang sedemikian tinggi dan besar itu bisa runtuh, dan ribuan orang tewas menjadi korban karena bom. Tetapi orang tidak melarang datang ke negara itu. Jadi kejadian bom itu adalah bagian dari international terrorism. Satu hal yang kita tidak bisa duga. Rasanya, kita bisa memakluminya, tanpa bermaksud membela. Ya memang sudah terjadi, bomnya ada.

Menurut rencana, keliling dunia ini akan Anda tempuh dalam dua tahap. Tiba di Belanda ini sudah masuk tahapan kedua?
Masih tahap pertama. Tahap kedua baru tahun 2009, insya Allah, akan saya laksanakan. Saya akan berada di Belanda ini masih beberapa hari.

Dari Belanda, Anda akan menuju ke mana lagi?
Dari sini saya kan menunju ke negara-negara Skandinavia. Karena sebentar lagi di Eropa ini kan musim dingin. Jadi saya berusaha cepat naik ke atas, ke Denmark, Swedia, Finlandia, Norwegia. Dan Insya Allah, kalau perwakilan kita mendukung, saya akan menuju negara di ujung paling utara Eropa. Dari sana lalu turun, melalui Oslo ke Inggris. Tahun depan (2008) saya baru pulang ke Indonesia.

Karena kita akan menempuh seluruh negara Eropa, jadi tahap pertama ini rencananya berkunjung ke 45 negara, tetapi kelihatannya kita akan menginjakkan kaki di lebih 50 negara.

Peristiwa apa yang paling berkesan bagi Anda dalam perjalanan keliling dunia sekarang ini?
Ternyata perdamaian itu suatu yang universal. Persaudaran itu tidak mengenal lintas batas dan lintas ras. Dalam banyak hal saya menjumpai orang-orang yang sangat baik di perjalanan, sampai mereka menawarkan tempat-tempat yang baik. Juga akomodasi, misalnya di Thailand , di mana tiba-tiba ada seseorang berhenti menyetop saya, lalu tanya: “Mau ke mana?”. Saya jawab, mau ke Phuket. Ayo saya antar, katanya. Lalu, sampai di Phuket, orang itu sendiri mencarikan hotel untuk saya menginap. Hotel yang saya minta harganya 50 Dolar semalam, ternyata harganya 350 Dolar semalam. Pada akhirnya, ketika saya keluar hotel itu untuk melanjutkan perjalanan, ternyata saya tidak usah keluar uang sepeser pun. Jadi hal ini membuat saya terharu.

Orang kulit putih, kulit hitam, kulit kuning semua mereka merasa bersaudara sebenarnya. Mudah-mudahan saja dengan kedatangan saya di negara-negara tersebut, yang jelas mereka menjadi sahabat-sahabat saya. Mereka selalu mengontak saya. Mudah-mudahan persaudaraan ini semakin menyebar dan tentunya dari Indonesia untuk dunia.

Setelah keliling dunia, apakah anda akan keliling Indonesia lagi dengan misi “Ride for Peace”, mengingat di berbagai wilayah di tanah air kita ini banyak terjadi konflik?
Saya rasa, di Indonesia saya akan mengungkap misi perdamaian dan persaudaraan dalam bentuk tulisan. Mungkin banyak tulisan saya yang sudah dibaca rekan-rekan di Indonesia, bahwa konotasinya kalau bicara petualangan/adventure itu sangat keras. Konotasinya sebuah petualangan itu hanya dilakukan orang-orang yang amat sangat hebat. Di situ saya mengulas, semua manusia pada prinsipnya lahir dengan jiwa petualangan. Tapi ada yang besar, ada yang kecil. Dan suasana dan situasi yang membentuk jiwa petualangan itu bertambah besar atau tidak dalam diri seseorang. Saya menulis, bahwa di mana ada persaudaraan sebenarnya di situ ada perdamaian. Dan insya Allah, kalau saya sudah pulang, melakukan presentasi atau berbagi bahwa persaudaraan itu penting, karena dalam persaudaraan itulah terjadi perdamaian.

Jadi itulah, kalau kita lihat di Afghanistan, atau di manapun itu di negara yang sudah terlibat konflik, rata-rata pelakunya akhirnya menyesal sendiri ––waduh–negara saya jadi hancur. Kenapa ya? Mungkin saya bisa berbagi bagaimana pentingnya persaudaraan. Dalam persaudaraan itulah terjadi perdamaian. rm

0 Comments:

Post a Comment

<< Home