Thursday, March 23, 2006

Tentang Pornografi dan Pornoaksi Itu ...

(Rakyat Merdeka, Rabu, 15 Maret 2006)

Tentang Pornografi dan Pronoaksi Itu…

Membincang Agama Di Negeri Belanda (2)

Di sela-sela acara Dialog Antar Agama Indonesia-Belanda, yang digelar antara 28 Februari hingga 1 Maret lalu oleh Kedutaan Besar RI (KBRI) Den Haag, bekerjasama dengan organisasi-organisasi non pemerintah setempat seperti Cordaid, Islamic University of Rotterdam, Kerkinactie, dan Radio Nederland serta dukungan Kemlu Indonesia dan Kemlu Belanda, koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A Supardi Adiwidjaya mewawancarai Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum MUI – Prof Dr Din Syamsudin. Berikut petikannya:

Pandangan Anda dialog antar agama ini?
Ke depan, kita harus mengedepankan dan mempromosikan dialog. Bahkan sekarang banyak pihak yang sudah lebih lagi dari pada sekedar dialog, yaitu kerjasama. Karena itu pertemuan ini penting, apalagi secara bilateral, beberapa tokoh berbagai agama di Indonesia dengan sejumlah tokoh agama dan tokoh kelompok umat beragama di Belanda. Saya berpendapat dialog di antara tokoh agama itu cukup berhasil kalau mereka sudah duduk berdampingan dalam forum. Apalagi kalau melahirkan kesepakatan-kesepakatan konkrIt untuk kerukunan dan perdamaian ke depan.

Komentar Anda tentang Ahmadiyah di Indonesia? Di Belanda Ahmadiyah tidak ada persoalan, mengapa di Indonesia menjadi masalah?
Mungkin karena di Indonesia sedang dilanda arus kebebasan, sehingga orang cenderung mengeritik dan menyalahkan pihak lain. Termasuk ada juga kelompok umat Islam sendiri yang sudah lama sekali tidak suka pada ulama dan khususnya MUI. Apapun yang dikeluarkan MUI ditanggapi sinis. Sikap semacam itu seharusnya tidak perlu, kalau betul-betul kita ingin menghargai perbedaan pendapat dan kebebasan berpendapat. Mereka mendua, mengkampanyekan kebebasan berpendapat, tetapi orang lain tidak boleh berpendapat. Sikap demikian ini sikap yang anti demokrasi. Kedua, mungkin, karena ada tindak kekerasan, pengrusakan , penghancuran terhadap hak milik kelompok Ahmadiyah – hal ini tidak ada yang bisa membenarkan; termasuk para pemuka Islam sangat mengecam, karena itu bertentangan dengan nilai-nilai Islam itu sendiri. Juga merusak citra Islam. Tetapi jangan kemudian kekerasan itu dikaitkan dengan fatwa MUI. Fatwa tentang Ahmadiyah oleh MUI itu adalah kewajiban ulama dan tanggungjawab para ulama untuk membimbing umat. Karena tidak dibenarkan, kalau ada yang berpendapat, menjadi keyakinan keagamaan bahwa ada Nabi baru setelah Nabi Muhammad -jelas itu bertentangan dengan ajaran Islam yang paling dasar.

Bagaimana kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah?
Kita tidak pernah mentolerir setiap bentuk kekerasan, pengrusakan, termasuk anarkisme dan terorisme. Karena itu juga bertentanganan dengan nilai-nilai Islam. Islam agama perdamaian, yang punya misi menyebarkan perdamaian dan kedamaian. Karena itu, sangat menekankan kasih sayang terhadap sesama manusia. Walaupun kita berbeda pendapat, berbeda paham keagamaan, tidak harus kemudian kita bersikap bertindak keras terhadap mereka. Oleh karena tindak kekerasan apapun, terorisme, termasuk terorisme negara atas negara itu adalah sesuatu yang kita tentang, yang kita tolak secara mutlak.

Kini ramai dibicarakan soal pornografi dan pornoaksi di Indonesia. Dibicarakan perlu tidaknya RUU tentang Antipornografi dan RUU tentang Antopornoaksi. Komentar Anda?
Sangat jelas, saya pribadi, pimpinan ormas Islam, Muhammadiyah maupun MUI itu menolak pornografi. Karena itu mendesak RUU tentang Antipornografi itu disahkan. Karena pornografi dan pornoaksi penyakit sosial yang sangat berbahaya, yang kalau dibiarkan merajalela berkembang dalam kehidupan masyarakat, ini akan meruntuhkan sendi-sendi moral bangsa. Karena itu salah satu caranya adalah bagaimana negara bisa mengambil peran sesuai dengan kewenangannya untuk mencegah, menghalangi merajalelanya pornografi, pornoaksi, dan tentu ke dalam umat Islam perlu membentengi diri dan umat, khususnya generas penerus untuk tidak terjebak. Dua langkah ini bagian strategis menghadapi pengaruh buruk pornografi itu. Tetapi kita melihat, pemerintah sangat penting bertindak, karena dialah yang berkewenangan bahkan berkewajiban menegakkan moral bangsa ini.

Bagaimana mengenai mereka yang tidak mendukung RUU tentang Antipornografi dan RUU tentang Antipornoaksi? Mereka antara lain mengkaitkannya dengan hak asasi kaum perempuan.
Mereka berhak menyampaikan pendapat itu. Tetapi harus diklarifikasi apa yang menjadi hak asasi perempuan itu? Apakah perempuan punya hak asasi bertelanjang bulat di depan umum? Saya tidak tahu itu hak asasi dari mana. Saya kira, tidak ada perempuan yang mau. Atau perempuan normal tidak akan mau bertelanjang bulat di depan umum. Karena itu, itu bukan hak asasi. Justru bertentangan dengan fitrah kemanusiaan.

Definisi pornografi itu bagaimana?
Definisinya jelas, kalau menurut agama Islam menolak – membuka aurat di depan umum itu tidak boleh, terlarang. Juga secara umum itu bertentangan dengan nilai-nilai budaya Indonesia. Ketiga, ya semuanya itu hati nurani. Coba tanya kepada mereka yang anti RUU Pornografi itu, mau nggak putra-putri mereka membuka aurat mereka, telanjang di depan umum. Itulah hati nurani. Definisi itu harus dibawa ke situ. Jangan dibawa kepada relativisme moral. Bahwa nilai moral itu bersifat relatif, nisbi. Kalau dibawa ke relativisme moral, tidak selesai semua urusan di dunia ini.

Apakah perlu khusus adanya UU Antipornografi itu?
Sebenarnya apapun judul UU itu tidak terlalu merupakan persoalan. Tetapi apakah ada pasal yang bisa menjerat pelaku pornografi, pornoaksi itu. Nah, karena mungkin selama ini, dari undang-undang yang ada itu kelihatannya tidak dipakai atau tidak bisa dipakai untuk menjerat itu. Maka diadakanlah secara khusus. Karena itu, saya kira baik-baik saja. Sebenarnya kalau semua kita punya kesadaran membangun akhlak bangsa ini, kita harus setuju dengan RUU Antipornografi dan Antipornoaksi itu. Saya justru berpikir, mengapa tidak setuju ? Saya lihat alasan-alasannya tidak kuat. Kalau dikaitkan dengan hak-hak asasi manusia, ternyata HAM bukan seperti itu. Kalau mereka mau, coba mau tidak mereka – para penolak itu - bebas sebebas-bebasnya di depan umum. Ini perlu dilihat sebagai sebuah keperluan kita sebagai bangsa untuk menyanggah keruntuhan bangsa akibat krisis multidimensional, krisis moral; kalau ini dibiarkan, bangsa ini rapuh. Karena itulah kita perlu instrumen. Cuma, undang-undang antipornografi dan antipornoaksi ini kan bukan satu-satunya instrumen. Proses penyadaran masyarakat juga jauh lebih penting dan strategis. RM

0 Comments:

Post a Comment

<< Home