Thursday, March 23, 2006

Ada Trend, Agama-agama Mulai Bangkit

(Rakyat Merdeka, Selasa, 14 Maret 2006)

Ada Trend, Agama-agama Mulai Bangkit

Membincang Agama Di Negeri Belanda (1)

ANTARA 28 Februari hingga 1 Maret lalu, KBRI Den Haag bekerjasama dengan organisasi-organisasi non pemerintah setempat - Cordaid, Islamic University of Rot­terdam, Kerkinactie, dan Radio Nederland serta dukungan Kemlu Indonesia dan Ke­mlu Belanda, menggelar Dialog Antar Aga­ma Indonesia-Belanda (The Indonesia-Nether­lands Interfaith Dialogue).

Dialog antar agama ini, menurut Wakapri Djau­hari Oratmangun, bertujuan antara lain mem­bangun saling pengertian dan meng­hor­mati dalam hubungan antara umat ber­ba­gai agama, yang menjadi lebih aktual, ter­utama setelah timbulnya cartoon crises.

Berbicara dalam acara pembukaan Dialog Antar Agama tersebut Dirjen In­for­masi dan Diplomasi Publik Kementrian Luar Negeri RI Mangasi Sihombing, Mene­teri Kerjasama Pembangunan Belanda Ag­nes van Ardenne-Van der Hoeven.

Selain dari wakil pemerintah kedua ne­ge­ri tersebut, dialog melibatkan para pe­muka agama, para ilmuwan Indonesia dan Be­landa. Para pemuka agama yang menjadi pe­serta dialog antara lain KH Hasyim Mu­zadi (Ketua Umum PB NU), Prof Dr Din Syam­sudin (Ketua Umum PP Muham­ma­di­yah dan Wakil Ketua Umum MUI), Ig­natius Ismartono SJ (Bishops’ Conference of Indonesia/Konferensi Wali Gereja Indonesia/KWI), I Nyoman Suwandha (Pa­ri­sa­da Hindu Dharma Indonesia).

Sedang kalangan intelektual yang men­ja­di peserta dialog, antara lain Prof Dr Ah­med Akgunduz (Rektor Universitas Islam Rotterdam), Muhamad Ali (Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta), dan Dr Tam­rin A Tomagola (Universitas Indonesia).

Berikut adalah perbincangan kores­pon­den Rakyat Merdeka di Belanda, A Supardi Adiwidjaya dengan Ke­tua Umum PB NU KH Hasyima Muza­di.

Komentar Anda mengenai dialog antar agama (interfaith) Indonesia-Belanda ini?
Pertama, ini untuk menunjukkan, di Indo­nesia hubungan antar agama itu tidak ada ma­salah. Umpamanya dalam menyikapi ma­salah-masalah nasional, baik yang ber­si­fat kasus maupun masalah-masalah kru­sial yang bersifat kenegaraan. Kedua ingin di­tam­pilkan, sikap agama-agama di In­donesia terhadap masalah internasional cukup de­wasa. Belakangan, ada trend menggembirakan, aga­ma-agama mulai bangkit mem­bersih­kan dirinya dari anggapan-anggapan yang negatif. Misalnya masalah teror, kekerasan dan juga masalah konflik civilization (per­adaban). Dalam perjalanan saya yang di Indonesia, baik dari NU, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan juga Muhammadiyah, ini telah se­pakat, mempunyai satu pandangan, kon­flik-konflik yang terjadi di Indonesia itu se­benarnya tidak riil konflik agama. Tetapi ada­lah konflik kepentingan yang membawa na­ma agama dan mempertentangkan umat ber­agama. Dan itu tidak merupakan watak do­mestik Indonesia tetapi pengaruh gera­kan-gerakan konflik internasional, yang ke­mudian ma­suk ke Indonesia. Dan kemudian me­ngem­bang­kan konflik itu di negara Indonesia. Pandangan ini satu kemajuan. Selanjutnya, ketika terjadi konflik-kon­flik internasional seperti AS dan Irak, se­karang ini juga mengenai masalah di Pa­les­tina, masalah di Syria dan Iran. Kita dari aga­ma-agama juga sepakat dengan Vatikan, se­sungguhnya agama itu tidak terlibat da­lam konflik itu.

Mengenai reaksi keras umat Islam ter­ha­dap karikatur Nabi Muhammad SAW? Karenanya, maka saya sampaikan, reak­si-reaksi umat Islam seluruh dunia ini wa­jar. Yang tidak wajar, reaksi kekerasan. Ka­re­n­a reaksi kekerasan akan kena kepada ling­kungan orang Islam itu sendiri. Sesuatu yang sangat emosional. Tetapi hal itu me­nunjukkan, betapa tersinggungnya umat Islam di dunia ini. Saya katakan kepada me­rek­a, sikap emosional ini akan segera reda, ka­rena tidak ada emosi yang mampu berada pada titik kulminasi terus menerus. Tetapi yang paling penting harus dipahami adalah, Barat telah melukai Islam sebagai agama; bu­kan Islam sebagai politik atau Islam se­bagai komunitas negara. Tetapi Islam sebagai agama. Di sini memberikan justifikasi, teror-te­ror itu seakan mendapatkan pembenaran. Ka­rena adanya teror mental yang dilakukan da­ri Denmark itu. Dan ini sangat ber­ba­haya, sehingga perlu antisipasi bersama. Hari ini, seluruh umat Islam di dunia, baik yang berfikir keras, maupun yang berfikir mo­derat, semuanya terluka dengan kari­ka­tur itu. Semuanya menganggap, memang Is­l­a­mofobi (takut pada Islam - red) itu ada. Ma­salah ini akan mempersulit gerakan-gera­kan melawan terorisme yang berse­lu­bung aga­ma dan akan memberikan justia­fi­kasi ke­pada mereka, untuk melakukan pornoakasi lebih hebat. Inilah sebabnya mengapa daerah-daerah per­golakan ini kelompok-kelompok garis keras ini selalu mendapatkan kemenangan: baik di Palestina, Irak, yang kemudian juga di Iran. Ini sebuah gejala, moderasi keli­hatan­nya kurang dipercaya oleh umat Islam sehubungan dengan serangan keras dari pihak yang memusuhinya. Hal se­ma­cam ini perlu disadari. RM

0 Comments:

Post a Comment

<< Home