Ada Trend, Agama-agama Mulai Bangkit
(Rakyat Merdeka, Selasa, 14 Maret 2006)
Ada Trend, Agama-agama Mulai Bangkit
Membincang Agama Di Negeri Belanda (1)
ANTARA 28 Februari hingga 1 Maret lalu, KBRI Den Haag bekerjasama dengan organisasi-organisasi non pemerintah setempat - Cordaid, Islamic University of Rotterdam, Kerkinactie, dan Radio Nederland serta dukungan Kemlu Indonesia dan Kemlu Belanda, menggelar Dialog Antar Agama Indonesia-Belanda (The Indonesia-Netherlands Interfaith Dialogue).
Dialog antar agama ini, menurut Wakapri Djauhari Oratmangun, bertujuan antara lain membangun saling pengertian dan menghormati dalam hubungan antara umat berbagai agama, yang menjadi lebih aktual, terutama setelah timbulnya cartoon crises.
Berbicara dalam acara pembukaan Dialog Antar Agama tersebut Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementrian Luar Negeri RI Mangasi Sihombing, Meneteri Kerjasama Pembangunan Belanda Agnes van Ardenne-Van der Hoeven.
Selain dari wakil pemerintah kedua negeri tersebut, dialog melibatkan para pemuka agama, para ilmuwan Indonesia dan Belanda. Para pemuka agama yang menjadi peserta dialog antara lain KH Hasyim Muzadi (Ketua Umum PB NU), Prof Dr Din Syamsudin (Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum MUI), Ignatius Ismartono SJ (Bishops’ Conference of Indonesia/Konferensi Wali Gereja Indonesia/KWI), I Nyoman Suwandha (Parisada Hindu Dharma Indonesia).
Sedang kalangan intelektual yang menjadi peserta dialog, antara lain Prof Dr Ahmed Akgunduz (Rektor Universitas Islam Rotterdam), Muhamad Ali (Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta), dan Dr Tamrin A Tomagola (Universitas Indonesia).
Berikut adalah perbincangan koresponden Rakyat Merdeka di Belanda, A Supardi Adiwidjaya dengan Ketua Umum PB NU KH Hasyima Muzadi.
Komentar Anda mengenai dialog antar agama (interfaith) Indonesia-Belanda ini?
Pertama, ini untuk menunjukkan, di Indonesia hubungan antar agama itu tidak ada masalah. Umpamanya dalam menyikapi masalah-masalah nasional, baik yang bersifat kasus maupun masalah-masalah krusial yang bersifat kenegaraan. Kedua ingin ditampilkan, sikap agama-agama di Indonesia terhadap masalah internasional cukup dewasa. Belakangan, ada trend menggembirakan, agama-agama mulai bangkit membersihkan dirinya dari anggapan-anggapan yang negatif. Misalnya masalah teror, kekerasan dan juga masalah konflik civilization (peradaban). Dalam perjalanan saya yang di Indonesia, baik dari NU, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan juga Muhammadiyah, ini telah sepakat, mempunyai satu pandangan, konflik-konflik yang terjadi di Indonesia itu sebenarnya tidak riil konflik agama. Tetapi adalah konflik kepentingan yang membawa nama agama dan mempertentangkan umat beragama. Dan itu tidak merupakan watak domestik Indonesia tetapi pengaruh gerakan-gerakan konflik internasional, yang kemudian masuk ke Indonesia. Dan kemudian mengembangkan konflik itu di negara Indonesia. Pandangan ini satu kemajuan. Selanjutnya, ketika terjadi konflik-konflik internasional seperti AS dan Irak, sekarang ini juga mengenai masalah di Palestina, masalah di Syria dan Iran. Kita dari agama-agama juga sepakat dengan Vatikan, sesungguhnya agama itu tidak terlibat dalam konflik itu.
Mengenai reaksi keras umat Islam terhadap karikatur Nabi Muhammad SAW? Karenanya, maka saya sampaikan, reaksi-reaksi umat Islam seluruh dunia ini wajar. Yang tidak wajar, reaksi kekerasan. Karena reaksi kekerasan akan kena kepada lingkungan orang Islam itu sendiri. Sesuatu yang sangat emosional. Tetapi hal itu menunjukkan, betapa tersinggungnya umat Islam di dunia ini. Saya katakan kepada mereka, sikap emosional ini akan segera reda, karena tidak ada emosi yang mampu berada pada titik kulminasi terus menerus. Tetapi yang paling penting harus dipahami adalah, Barat telah melukai Islam sebagai agama; bukan Islam sebagai politik atau Islam sebagai komunitas negara. Tetapi Islam sebagai agama. Di sini memberikan justifikasi, teror-teror itu seakan mendapatkan pembenaran. Karena adanya teror mental yang dilakukan dari Denmark itu. Dan ini sangat berbahaya, sehingga perlu antisipasi bersama. Hari ini, seluruh umat Islam di dunia, baik yang berfikir keras, maupun yang berfikir moderat, semuanya terluka dengan karikatur itu. Semuanya menganggap, memang Islamofobi (takut pada Islam - red) itu ada. Masalah ini akan mempersulit gerakan-gerakan melawan terorisme yang berselubung agama dan akan memberikan justiafikasi kepada mereka, untuk melakukan pornoakasi lebih hebat. Inilah sebabnya mengapa daerah-daerah pergolakan ini kelompok-kelompok garis keras ini selalu mendapatkan kemenangan: baik di Palestina, Irak, yang kemudian juga di Iran. Ini sebuah gejala, moderasi kelihatannya kurang dipercaya oleh umat Islam sehubungan dengan serangan keras dari pihak yang memusuhinya. Hal semacam ini perlu disadari. RM
0 Comments:
Post a Comment
<< Home