Soekarno File Berdasar Bukti Palsu
http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=7437
Soekarno File Berdasar Bukti Palsu
Rakyat Merdeka, Selasa, 27 Desember 2005 23:25:24 : WIB
Membantah Imajinasi Antonie CA Dake Tentang Dalang G30S (4)
Catatan Burhan Azis dan A Supardi Adiwidjaya Di Belanda
Tepat apa yang dikemukakan Peneliti LIPI Asvi Warman Adam. “Dokumen Widjanarko itu sangat lemah dari sudut metodologi sejarah. Sebab, beberapa tahun setelah itu, ketika mendiskusikan buku “Sewindu Bersama Bung Karno”, Widjanarko mengakui bahwa dia mengalami siksaan selama ditahan dan pengakuan tersebut diberikan secara paksa.” (Asvi Warman Adam, De-Soekarnoisasi Jilid Dua, Kompas, Sabtu, 3/12/2005).
JELAS pengakuan pertama Bambang Wijanarko ini tidak dapat dijadikan titik tolak penulisan setelah yang bersangkutan sendiri tanpa tekanan dan ancaman siapapun dikemudian hari mencabut pengakuan tersebut.
Pengakuan palsu Bambang Widjanarko yang dibuat di bawah tekanan interogator Orba yang telah dibantah sendiri oleh yang bersangkutan demikian itulah yang jadi dasar tulisan Dake. Lalu, apa kita bisa mempercayai tulisan berdasarkan bukti palsu tersebut? Lebih-lebih lagi, tidak mungkin menghitamkan Soekarno, salah satu founding father’s Republik Indonesia yang telah berhasil memimpin bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya melawan penjajahan Belanda.
Bila bukan karena ada tujuan-tujuan tersembunyi, mengapa Dake tidak menyebutkan adanya pencabutan kesaksian ini oleh Bambang Widjanarko? Sekurangnya, sebagai yang mengaku ahli sejarah, Dake perlu mempertanyakan mana yang benar di antara kedua pengakuan Widjanarko ini. Lalu mengapa Dake tidak mempertimbangkan mempelajari dengan serius kesaksian kedua saksi lainnya, yaitu Kolonel Saelan dan Komisaris Besar Polisi Mangil yang menurut Dake juga hadir ketika itu? Dalam konteks ini, keterangan Saelan yang menjelaskan kehadiran Presiden Sukarno di Halim seperti yang ditentukan SOP dan bahwa pada umumnya, jika kepala negara berada dalam bahaya, ia seharusnya pergi ke Halim dan bukan ke tempat lain – dinilai oleh Dake sebagai “keterangan post factum, digunakan setelah kematian dalam rangka melindungi Sukarno”.(“Soekarno File …”, hal 102-103).
Bukankah bahan-bahan yang dipakai mengungkapkan imajinasi fiktifnya itu, Dake juga menggunakan berbagai keterangan (untuk tidak mengatakan seluruhnya) post factum? Mengapa ia menulis imajinasi fiktif tersebut? Secara objektif, imajinasi fiktif Dake ini mengarahkan pandangan pembaca, seolah Bung Karno sebagai salah seorang founding father’s Republik Indonesia telah menghancurkan bangsanya sendiri, dan dengan demikian, Dake dapat menutup rapat campur tangan Blok Barat terhadap urusan dalam negeri Indonesia selama perang dingin berlangsung serta sekaligus menyelamatkan bekas presiden Suharto yang telah bertindak sebagai perpanjangan tangan Blok Barat di Indonesia. Dake menulis, “Karena itu ia (Sukarno —penulis) secara langsung harus memikul tanggungjawab atas pembunuhan enam jenderal dan secara tidak langsung juga untuk pembantaian antara komunis dan bukan komunis yang berlangsung kemudian” ( “Soekarno File…” hal 4). Ini fitnah keji yang tidak berdasar sama sekali.
Seperti diketahui, dalam memimpin perjuangan bangsa Indonesia, Bung Karno dikenal sebagai pemimpin yang selalu berusaha mempersatukan semua elemen bangsa mencapai kemerdekaan demi mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Bung Karno selalu menghindari tindakan yang bisa memecah belah bangsa dan hanya menggunakan tindakan-tindakan yang sesuai hukum yang berlaku dalam menghadapi lawan-lawan politiknya. RM
Bersambung
0 Comments:
Post a Comment
<< Home