Mayjen Soeharto Pelaku Pembunuhan
http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=7597
Mayjen Soeharto Pelaku Pembunuhan
Rakyat Merdeka, Kamis, 29 Desember 2005 Feb:16:31 : WIB
Membantah Imajinasi Antonie CA Dake Tentang Dalang G30S (6)
Catatan Burhan Azis dan A Supardi Adiwidjaya Di Belanda
Bahkan ketika Soeharto berusaha melakukan kup (coup) merangkak dengan menentang dan memaksakan keinginannya kepada Bung Karno dan pemerintah RI yang sah pun, Bung Karno tetap tidak bersedia mengerahkan pendukungnya menentang Soeharto demi pertimbangan menjaga persatuan bangsa. Bung Karno dalam gerak dan tindakannya (pada masa epilog G30S) selalu berusaha menghindari pertumpahan darah yang lebih besar dan ingin mencegah kemungkinan tindakan semena-mena dari mana pun.
KARENA itu, adalah fitnah keji melemparkan tanggung jawab pembunuhan enam jenderal TNI AD yang terjadi pada tanggl 30 September 1965 malam itu kepada Bung Karno yang bahkan sama sekali tidak mengetahui kejadian tersebut.
Lebih-lebih lagi tidak masuk akal tuduhan Dake yang mengatakan, secara tidak langsung Bung Karno bertanggung jawab juga untuk pembantaian antara komunis dan bukan komunis yang berlangsung kemudian. Apakah Dake pura-pura tidak tahu, sejak 1 Oktober 1965, Jenderal Soeharto mengambil-alih pimpinan Angkatan Darat dan secara perlahan pimpinan Angkatan Bersenjata RI untuk merangkak naik menjadi presiden RI?
Setelah mengetahui Panglima TNI Jenderal A Yani terbunuh, Bung Karno selaku Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi, pada tanggal 1 Oktober 1965 mengeluarkan pengumuman yang isinya antara lain, “Bahwa kami berada dalam keadaan sehat wal'afiat dan tetap memegang pimpinan negara dan revolusi. Bahwa Pimpinan Angkatan Darat sementara berada langsung dalam tangan Presiden/Pangti Angkatan Bersenjata. Bahwa untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam Angkatan Darat ditunjuk sementara Mayor Jenderal TNI Pranoto Reksosamodra, Asisten III Menteri/Pangad. Kepada seluruh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, saya perintahkan untuk mempertinggi kesiapsiagaan kembali dan tinggal di pos masing-masing dan hanya bergerak atas perintah.” (Gerakan 30 September, Pemberontakan Partai Komunis Indonesia, Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, Sekretariat Negara RI, 1994; lampiran 9)
Seperti diketahui, Mayor Jenderal Soeharto tidak mematuhi perintah Presiden/Pangti ABRI tersebut dengan cara melarang Jenderal Pranoto Reksosamodra dan Jenderal Umar memenuhi panggilan Presiden/Panglima ABRI di Halim pada tanggal 1 Oktober 1965. Menurut pengakuan Jenderal Nasution: “Justru Presiden (Soekarno – penulis) dengan Order 1 Oktober 65 tidak membenarkan tindakan Jenderal Soeharto, sebagai Pd Pimpinan AD menurut vaste Order AD, akan tetapi sebaliknya: mengangkat Presiden sebagai pimpinan AD sementara dan Mayjen Pranoto sebagai caretaker …”(Lihat Dokumen Bekas Menko Jenderal Dr A.H.Nasution berhubung dengan “PEL-NAWAKSARA”, h 9-10). Dengan demikian Mayor Jenderal Soeharto menyerobot pimpinan TNI Angkatan Darat dan sejak itu pula ia melakukan penangkapan, pemenjaraan dan pembunuhan terhadap orang komunis dan non-komunis Indonesia.
Dari bahan-bahan tertulis yang dipublikasi Sekneg (1994), kita lihat, semenjak 30 September 1965, Soeharto telah mengambil alih kepemimpinan TNI Angkatan Darat. Dan tentu, dialah yang harus memikul tanggung jawab terhadap penangkapan, pemenjaraan dan pembunuhan setelah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 itu. RM
Bersambung
0 Comments:
Post a Comment
<< Home