Sunday, December 25, 2005

Soekarno File, Buku Drama Fiktif

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=7358

Soekarno File, Buku Drama Fiktif
Rakyat Merdeka, Minggu, 25 Desember 2005 00:55:37 : WIB

Membantah Imajinasi Antonie CA Dake Tentang Dalang G30S (2)

Catatan Burhan Azis dan A Supardi Adiwidjaya Di Belanda

Dalam konteks tiga poin “Pelengkap Nawaksara” tersebut, menarik apa yang dikemukakan sejarawan dan peneliti senior LIPI Dr Asvi Warman Adam. Menurutnya, faktor pertama disebabkan Biro Khusus PKI yang dipimpin Sjam Kamaruzaman. Kedua, berkenaan keterlibatan pihak asing – seperti AS – dalam peristiwa 1965. Sedangkan “oknum yang tidak benar” itu bisa saja berasal dari AD (Angkatan Darat) seperti Soeharto atau pihak AURI sendiri seperti perwira yang kontroversial Mayor Sujono. (lihat buku: Gerakan 30 September 1965. Kesaksian Letkol (PNB) Heru Atmodjo. Jakarta: PEC, 2004, h xxvi).

SETELAH jatuhnya pe­merin­tah­an Orba oleh gerakan reformasi di­mana terdapat kebebasan ber­bicara dan kebebasan pers, mun­cul­lah berbagai bahan mengenai pe­ristiwa G30S, baik yang ditulis pe­laku kejadian, para korban mau­pun para ahli sejarah dalam dan luar negeri.

Berdasar bahan-bahan terse­but, yang memberikan berbagai va­riasi mengenai siapa se­benarnya dalang peristiwa G30S, pemerintah Indonesia setelah Or­ba menghapuskan kata PKI, se­hing­ga penyebutan peristiwa ‘G30S/PKI’ selama Orba diubah men­jadi peristiwa ‘G30S’. Pe­ru­bah­an ini menandakan, dengan mu­n­culnya berbagai bahan yang le­bih banyak setelah runtuhnya Or­ba, pemerintah Indonesia me­rasa perlu melakukan penye­li­dik­an ulang yang lebih lengkap ter­ha­dap siapa sebenarnya dalang G30S tersebut. Bahkan pemerin­tah­an Megawati minta dibentuk tim ahli sejarah untuk berda­sar­kan bahan-bahan tersebut me­laku­kan kaji ulang terhadap se­jarah Indonesia, termasuk ter­ha­dap peristiwa G30S.

Meskipun baru-baru ini, diu­lang kembali penyebutan pe­rs­i­ti­wa G30S/PKI dalam bahan-bahan pengajaran, tapi penyajian ter­se­but diajukan dalam bentuk sua­tu pan­dangan yang ada, tanpa me­nu­tup berbagai pandangan lainnya. Metode penulisan buku Dake ini seperti yang dia ungkapkan dalam wawancara dengan Gatra, “...saya memutuskan membuat buku secara kronologis. Hari demi hari, jam demi jam, tentang apa yang terjadi waktu itu” (Gatra, Nomor 3, 28/11/2005).

Bila dibaca sepintas, cara pe­nu­lisan buku Dake ini dapat mem­beri kesan seolah ia sedang me­nyuguhkan peristiwa sesung­guh­nya. Ini mungkin benar, bila ke­ja­dian hari demi hari, jam demi jam tersebut merupakan catatan ha­rian yang ditulis sempurna oleh se­seorang yang mengalami pe­ris­tiwanya atau yang dengan mata ke­pala sendiri menyaksikan ke­jadiannya.

Tapi tidaklah demikian dengan ba­han-bahan yang jadi sumber pe­nu­lisan buku Dake. Bahan-ba­han yang dirangkaikannya be­ra­sal dari berbagai sumber. Ada yang dari sumber-sumber yang da­pat diper­caya, tapi juga ada yang kebe­na­rannya sangat di­ra­gukan, bahkan bahan utama pe­nu­lisan telah di­bantah sendiri kebenarannya oleh yang bersang­kutan.

Memang tidak mudah me­nying­kap otak G30S, karena pe­ris­t­iwa itu adalah usaha kudeta yang dilakukan dengan sangat ra­hasia. Tidak mungkin mem­pe­ro­leh gam­baran sesungguhnya da­ri ba­­han-bahan yang demikian itu, ke­cuali jika si penulis me­re­kayasa se­bagian isi cerita ter­se­but. Dalam kon­­teks ini, membaca bu­ku di­mak­­­­sud kita seolah se­dang mem­­­­­ba­ca sebuah buku dra­ma fiktif, yang jalan ceriteranya se­penuhnya merupakan ima­gi­na­si penga­rang­nya. Disini keli­ha­tan­­nya Dake lebih me­nam­pilkan di­ri sebagai pe­nulis drama da­­­­ripada ahli se­jarah. Apa mung­kin men­da­pat­kan kesimpulan yang be­­­nar menge­nai peristiwa se­sung­­guhnya da­ri bahan-bahan dan cara pe­nulisan demikian? RM

(bersambung)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home