Monday, December 26, 2005

Widjanarko, Ajudan Pengkhianat Bung Karno

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=7420

Widjanarko, Ajudan Pengkhianat Bung Karno
Rakyat Merdeka, Senin, 26 Desember 2005 36:56 : WIB

Membantah Imajinasi Antonie CA Dake Tentang Dalang G30S (3)

Catatan Burhan Azis dan A Supardi Adiwidjaya Di Belanda

Adapun bahan pokok andalan dalam menarik kesimpulan oleh Dake untuk mencap bahwa presiden Soekarno sebagai “mastermind peristiwa G30S” adalah apa yang ia sebut sebagai pengakuan Bambang Widjanarko yang dipujinya sebagai “laporan intelijen yang paling dapat diandalkan”, yang “..... datang dari ajudan Sukarno, Bambang Widjanarko. ... Secara umum, ia (Widjanarko —penulis) merupakan saksi yang paling konsisten dan ia merupakan saksi yang paling dapat dipercaya.” (“Soekarno File”, hal 53).

DAKE menulis, pada 30 Sep­tem­ber malam, presiden Sukarno se­dang berbicara pada konferensi pa­ra teknisi seluruh Indonesia di Is­tora Senayan, “Ketika waktu men­dekati pukul 22.00, Presiden be­lum juga berbicara; ia berdiri dan dengan didampingi sejumlah pe­ngawalnya, antara lain Kolonel Sae­lan, Ko­mi­saris Polisi Mangil dan Kolonel Wi­­dja­narko. Sebe­lum Presiden me­­ning­galkan tem­pat, ia me­nerima su­rat dari Widja­narko yang baru di­terimanya me­lalui kurir dan berasal da­ri Un­tung; Pre­siden bermaksud mem­­ba­ca su­rat itu secara santai, ma­ka itu ia me­nu­ju salah satu ruangan sam­ping di stadion; surat itu ke­mudian di­masukkan dalam kan­tong jasnya dan ia mulai dengan pi­da­tonya. Su­rat Untung itu an­ta­ra lain be­risi daf­tar para anggota De­wan Revo­lusi, yang akan di­umum­kan pada ke­esokkan ha­ri­nya melalui Ra­dio Re­publik In­donesia”. (“Soe­kar­no File ….”, hal 78).

Menurut H Maulwi Saelan: “Ha­nya seorang ajudan beliau (Bung Kar­no –penulis) yang be­ra­sal dari Ang­katan Laut, Kolonel Bam­bang Wi­djanarko mau me­nan­datangani BAP yang telah di­re­kayasa. Saya de­ngan tegas telah mem­bantah pe­nga­kuan ajudan ter­sebut. Berita ter­­sebut ingin mem­beri gambaran yang salah ten­tang kondisi Pre­si­den RI, pada wak­tu itu”. (H Maul­wi Saelan, Da­ri Revolusi ’45 Sam­pai Kudeta ’66. Kesaksian Wakil Ko­mandan Tja­krabirawa”, Pener­bit Yayasan Hk Bangsa, Jakarta, 2001, hal 316).

Kolonel Saelan, kepala staf pa­su­­kan pengawal presiden yaitu re­­simen Cakrabirawa yang pada 30 September malam itu bertin­dak sebagai komandan pasukan penga­wal, karena Brigjen Sabur se­dang kembali ke rumahnya di Ban­dung, dalam bukunya “Dari Re­volusi ’45 Sampai Kudeta ‘66” me­nulis: “Penga­kuan Widjanarko bu­kan fak­ta, seluruhnya adalah ka­rangan yang diarahkan untuk ke­­perluan men­cari-cari kesalahan Bung Kar­no. Saya yang terus men­­dampingi Bung Karno dan ti­dak pernah me­ninggalkannya wa­lau­­pun sebentar, ti­dak melihat ke­da­tangan pelayan So­gul yang me­ni­­tipkan sepucuk su­rat yang ka­ta­­nya dari Untung un­tuk di­se­rah­kan kepada Bung Kar­no. Juga Bung Karno tidak benar ma­lam itu pernah meninggalkan tem­pat du­­duk untuk pergi ke toilet dan ti­dak benar berhenti sejenak di te­ras ISTORA yang terang lam­pu­nya untuk membaca surat.

Jelas sekali pengakuan itu, Bam­bang Widjanarko sebagai Ajudan, te­lah mengkhianati Pre­siden. Saya yang membantah ke­saks­ian itu ke­­ti­ka diperiksa oleh Team Pe­me­­rik­sa Pusat, harus mem­bayarnya de­ngan men­dekam dalam tahanan ber­tahun-tahun (4 tahun 8 bulan). …Be­runtung kemudian saya di­re­habilitasi dan dipensiunkan serta me­nerima tanda peng­har­ga­an dari KSAD.”(h 190). Se­dang­kan pe­nga­kuan palsu Bambang Wi­dja­nar­ko “yang kemudian di­bukukan dan di­edit kedalam ba­hasa Inggris oleh Rahandi S Kar­ni, Leiden dengan judul “Devious Da­lang”, dinya­ta­kan buku la­rang­an dan ditarik dari pe­redaran oleh Jaksa Agung pada 14 Agus­tus 1990”. (H Maulwi Sae­lan, “Da­ri Revolusi ’45 Sampai Ku­­deta ‘66”, Jakarta 2001, h 190). Seperti dikatakan Saelan, ke­ti­ka itu memang ada usaha Su­har­to mencari-cari hubungan G30S de­ngan Bung Karno. Di samping te­lah menulis buku “Gerakan 30 Sep­­tember 1965”, sebagai sedikit sak­­si yang masih hidup, Letkol (PNB) Heru Atmojo menyatakan, “Ka­­rena itu, supaya semua orang ta­hu, bahwa saya juga diminta un­tuk menandatangani skenario “Ka­but Halim”. Saya menolak. Omar Dh­ani juga menolak. Ske­nario itu meng­gambarkan bahwa jen­­deral-jen­deral itu dibawa ke Ha­lim dulu se­belum dibawa ke Lu­­bang Buaya, untuk mendapat “goed gekeurd” (persetujuan -pe­nulis) dari Bung Kar­no, Aidit dan Omar Dhani di rumah Komodor Su­­santo” (ber­da­­sar­kan kete­rang­an langsung He­ru Atmodjo ke­pa­da penulis pada Ming­gu, 4 Desem­ber 2005). Selanjutnya mengenai surat Un­tung kepada Bung Karno itu, He­ru At­­­mojo menyatakan “Saya ber­kum­­pul dengan Untung di pen­jara mi­liter Cimahi, bersama Suparjo dan Subandrio sebelum mereka di­ek­sekusi. Hal kat­te­bel­le­tje (surat sing­kat –penulis) itu ja­di pem­bi­caraan. Untung menga­ta­kan “Itu bohong, karangan, tidak be­nar, ..”. RM

Bersambung

3 Comments:

At 4:52 AM, Blogger suluh indra said...

Inalillahi Wa Inna Lillahi Rooji'un
Telah berpulang ke Rahmatullah....
Alrm.Heru Atmojo pada hari sabtu 29 Januari 2011 di Jakarta.
Disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pd Pukul 13:00 WIB.

 
At 1:45 AM, Blogger Unknown said...

Ya Rabb ku .....berikanlah kepada kami generasi penerus bangsa sejarah yang sebenar2nya sejarah. Jangan Engkau biarkan seseorang atau sekelompok orang siapapun jua, untuk dengan mudah mengubah ubah sejarah negeri ini, nampakkanlah bahwa yang benar itu adalah benar, dan yang salah itu adalah salah. Aamiin yra.

 
At 1:45 AM, Blogger Unknown said...

Ya Rabb ku .....berikanlah kepada kami generasi penerus bangsa sejarah yang sebenar2nya sejarah. Jangan Engkau biarkan seseorang atau sekelompok orang siapapun jua, untuk dengan mudah mengubah ubah sejarah negeri ini, nampakkanlah bahwa yang benar itu adalah benar, dan yang salah itu adalah salah. Aamiin yra.

 

Post a Comment

<< Home