Sunday, December 18, 2005

Dari Rawagede Ke Parlemen Belanda

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=6918

Dari Rawagede Ke Parlemen Belanda
Rakyat Merdeka, 19 Desember 2005 23:32 WIB

Laporan wartawan ‘Rakyat Merdeka’ A Supardi Adiwidjaya Dari Belanda

KAMIS (15/12) lalu, di gedung par­lemen (tweede kamer) Belan­da, Den Haag, berlangsung perte­mu­an Ketua Komite Utang Ke­hor­matan Belanda (KUKB) Ba­tara Hutagalung, Ketua Dewan Ke­hormatan KUKB Laksma TNI (Purn) Mulyo Wibisono dengan Bert Koenders —juru bicara frak­si Partai Buruh Belanda (PvDA) dan Angelien Eisjink — anggota frak­si PvDA di parlemen Belanda.

Hadir dalam pertemuan terse­but Ketua KUKB di Belanda Jef­fry Pondaag dan tiga aktivis orga­ni­sasi tersebut. Pertemuan ini di­rin­tis Jeffry. Jauh sebelum per­te­muan ini, Jeffry mengadakan per­te­muan dengan wakil partai CDA, dan ren­­cananya, Januari nan­­ti, akan ber­temu Partai Rakyat un­tuk De­mokrasi dan Kebebasan (VVD) dan secara berturut-turut akan diu­sahakan bertemu ang­go­ta fraksi par­tai-partai lainnya di par­­­­lemen Belanda.

Dalam pertemuan dengan dua ang­gota parlemen Belanda dari Fraksi PvDA tersebut, Batara me­nyam­paikan berbagai permasa­lah­­­an yang ada antara bangsa Indo­nesia dan bangsa Belanda yang di­ang­gap KUKB belum disele­sai­­kan. Pertama, hingga kini Be­lan­da tetap tidak menga­kui ke­mer­dekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Kedua, Belanda tetap tak mau minta maaf kepada bangsa In­donesia dan tidak pernah mem­per­hatikan nasib para korban agre­si militer Belanda, yang me­reka sebut aksi polisionil ke I dan ke II di Indonesia.

Dalam konteks ini, KUKB me­nga­jukan tuntutan kepada Pe­me­rintah Belanda untuk: Pertama, me­­ngakui Kemerdekaan RI 17 Agu­stus 1945; dan Kedua, minta maaf kepada bangsa Indonesia atas pen­jajahan, perbudakan, pe­langa­ran HAM berat dan kejaha­tan atas ke­manusiaan. Sejarah mencatat, pada 9 De­sem­­ber 1947 tentara Belanda te­lah membantai 431 penduduk Ra­wa­­gede. Pembantaian di Ra­wa­ge­de (Bekasi) dan di Sulawesi Selatan adalah kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan ka­rena itu jelas melanggar kon­ven­­si Jenewa, yaitu dilarang mem­­bunuh penduduk sipil (non com­batant).

Dan di Rawagede, bah­kan yang dibunuh waktu itu adalah remaja-remaja bukan saja yang berumur 15 tahun, tapi ada yang masih be­rumur 12 tahun. Saat ini masih hi­dup 22 janda korban, 11 di an­ta­ranya sudah tinggal di panti jompo dan 11 orang hadir pada acara peringa­tan Pem­bantaian di Ra­wa­­ge­de, yang dise­lenggarakan 13 Desember lalu.

Dan Selasa (13/12) pekan lalu, dalam pembicaraan dengan para korban pembantaian yang masih hidup di Rawagede, Batara dan Mul­yo menanyakan, apakah me­re­ka tidak pernah menuntut ke­pa­da pemerintah Belanda menge­nai masalah konpensasi.

Mereka je­las tidak mengetahui mengenai hal-hal tersebut dan sa­ma sekali ti­dak pernah me­ne­rima bantuan atau konpensasi apa­pun da­ri pe­merintah Belanda. Dan me­reka men­yatakan per­se­­­tujuan­nya, agar ke­dua orang pim­­­pinan Komite mewakili me­reka untuk menyam­pai­kan tun­tu­tan me­reka kepada pemeritah Be­landa.

Berkenaan permasalahan yang diung­kap Batara, Koenders me­nya­­takan, mereka dari ge­ne­rasi yang lebih muda tak punya be­ban. Ma­salahnya menurut Koen­ders, sam­pai sekarang memang ada veteran-ve­teran Belanda ma­sih bersikukuh tak mau mengakui dan tidak mau me­minta maaf.

Dia me­nanyakan dua butir Petisi yang dikemukakan apa­kah su­dah men­­dapat respon peme­rin­tah Be­landa. Menjawab pertanya­an ini, Ba­ta­ra menyatakan, ke­gia­tan KUKB sudah berlangsung ti­ga se­tengah ta­hun, tetapi sama se­­kali ti­dak ada respon dari pe­merintah Belanda. Be­da dengan pemerintah Inggris, lan­jut Batara, se­telah pi­haknya me­­­­­ngadakan de­mo pada 10 No­vem­­ber 1999 si­lam, pada 1 April 2000 kemudian su­dah di­ki­rim orang dari De­par­temen Luar Ne­­geri Inggris ber­te­mu pihaknya di Surabaya.

Koenders lalu berjanji me­nyam­­­paikan dan memper­tanya­kan hal ini kepada pemerintah Be­­­­landa lewat parlemen, menga­pa tidak ada respons sama sekali da­­­ri pemerintah Belanda. Koen­de­rs menilai, ini harusnya tidak bo­leh terjadi. RM

0 Comments:

Post a Comment

<< Home