Wertheim Award 2005 Untuk 2 Kuli Tinta Indonesia
Wertheim Award 2005 Untuk 2 Kuli Tinta Indonesia
RAKYAT MERDEKA, 19 Sep 2005 20:12 WIB
Laporan Wartawan ‘Rakyat Merdeka’ A.Supardi Adiwidjaya Dari Belanda
Dua tokoh pers Indonesia kembali dianugerahi penghargaan dari Wertheim Foundation, Leiden, Amsterdam, Belanda. Kedua tokoh tersebut adalah bekas pimpinan Harian Merdeka semasa Presiden Sukarno, sekarang pemimpin penerbit Hasta Mitra, Joesoef Isak dan bekas pemimpin majalah Tempo dan budayawan, Goenawan Mohamad. PENGHARGAAN tersebut diberikan Wertheim Foundation, dengan mempertimbangkan saran sebuah Komisi Anjuran Internasional, yang diketuai Prof Dr Jan Breman, sebagai penghargaan atas peranan, karya dan perjuangan mereka mempertahankan hak-hak demokrasi di Indonesia, khususnya kemerdekaan menyatakan pendapat, berkarya dan kemerdekaan pers, sebagai bagian dari perjuangan bangsa Indonesia untuk demokrasi dan usaha besar emansipasi bangsa yang masih berlangsung terus. Penyerahan Wertheim Award itu akan digelar pada pertengahan Desember 2005 mendatang, di ruangan Nusantara Kedutaan Besar Republik Indonesia di Amsterdam. Berkaitan anugerah Wertheim Award 2005 untuk dua wartawan Indonesia, berikut bincang-bincang wartawan Rakyat Merdeka di Belanda dengan Ketua Yayasan Wertheim (Stichting Wertheim), Coen Holtzappel, di kediamannya di kota Leiden (Belanda).
Coen Holtzappel lahir pada 2 Februari 1941 di Den Haag. “Saya seorang Aquarius”, ujarnya. Dia tamatan Universitas Amsterdam jurusan antropologi. Tahun 1971, dia bertugas menangani sebuah proyek di Jawa Timur (Malang) untuk pendidikan petani kecil. “Saya ikut kursus pendidikan LSD (Lembaga Sosial Desa). Hal itu bisa terjadi berdasarkan inisiatif Menteri Sosial Dr AM Tambunan tahun 19 71. “Waktu itu saya punya dua tugas. Mendirikan LSD di Malang; dan mengadakan riset mengenai pikiran dan ideologi petani kecil di pedesaan”, kata Coen. Menurut Coen, jika kita berkeinginan ikut dalam gerakan LSD – itu suatu koperasi- kita harus tahu pikiran penduduk di pedesaan, khususnya para petani. Ini berguna, menurut Coen, jika kita ingin membuat proyek ekonomi pedesaan, harus tahu mengenai keuangan, tentang apa itu ekonomi, bagaimana bisnis harus dikelola dan sebagainya. “Itu semua termasuk kurikulum LSD itu. Saya ikut di dalam sebagai sosiolog atau antropolog” jelas Coen. Disamping itu, lanjut Coen Holtzappel, saya sendiri juga mengadakan riset pada tahun 1971 sampai tahun 1974 mengenai pikiran petani kecil di daerah Jatim dalam rangka persiapan desertasi saya di Lanbouw School Wageningan (sekarang Universitas Pertanian Wageningen). Amir Mahmud (Menteri Dalam Negeri waktu itu) telah mengambil sedikit program LSD itu untuk kepentingan departemen yang dipimpinnya. “Ketika saya kembali ke Belanda, di Universitas Leiden ada satu lowongan kerja (vacature),” kenangnya lagi. Mereka perlu seorang yang mengadakan riset mengenai sistem politik dan kebudayaan di Indonesia. Dan dia mengajukan lamaran untuk mendapatkan posisi tersebut. Sejak itu, lanjutnya, dia bekerja di Fakultas Ilmu–ilmu Sosial di Universitas Leiden jurusan antropologi. Dia memasuki masa pensiun tahun 2002 dari Universitas Leiden.
Mengenai Yayasan Wertheim, menurut Coen, kemungkinan didirikannya, mulai didiskusikan pada tahun 1987, karena waktu itu Wertheim sudah berumur 80 tahun. Teman-teman dan para koleganya berfikir, tugasnya sebagai Indonesianis dan aktivis di bidang hak-hak asasi manusia itu harus diteruskan. Untuk itu dipikirkan untuk mendirikan Yayasan Wertheim. Dan diharapkan, Yayasan Wertheim bisa meneruskan kedua tugas tersebut. Sehubungan dengan ini, penting membuat analisa secara kritis tentang keadaan di Indonesia dan juga memberikan perhatian serius dukungan untuk aksi-aksi HAM, bukan aktivisme di jalan-jalan, misalnya dengan demonstrasi-demonstrasi, tapi untuk menolong orang-orang Indonesia, misalnya wartawan, peneliti, artis, dengan kerja mereka dalam proses emansipasi, social equality dari bawah, juga kalangan elite-semua mereka yang berjuang untuk kebebasan/kemerdekaan untuk menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan/kemerdekaan pers (freedom of press) dan kebebasan berorganisasi (freedom of organization). Kriteria bagi seseorang mendapat penghargaan Wertheim, menurutnya semua aktivitas orang Indonesia, yang bisa memberikan andilnya untuk maksud kebebasan atau kemerdekaan dan yang juga mengeksposnya lewat publikasi, bukan hanya aksi tapi juga publikasi bisa mendapat penghargaan Wertheim Award. Di antara mereka yang sudah pernah meraih penghargaan ini antara lain adalah WS Rendra (1991), Wiji Thukul (1991), Pramudya Ananta Toer (1995). Dan kali ini, Joesoef Isak dan Gunawan Mohammad akan menjadi peraih selanjutnya.
Menurut Coen, Joesoef Isak semasa zaman Suharto, berani menolong penulis-penulis progresif yang menentang rezim Suharto untuk mempublikasikan karya pikirannya. Dia juga telah banyak menerbitkan terutama karya–karya Pramudya Ananta Toer. Sebagai seorang wartawan, karya tulisnya dipublikasi. Dia juga menolong mempublisir karya-karya orang lain yang progresif, bermutu, dan yang juga mendapat perhatian dari orang Indonesia.
Sementara Goenawan Mohammad, sewaktu Soeharto berkuasa, juga berani mengkritisi kebijakan Soeharto, kelakuan anak–anak Suharto, misalnya Tommy. Goenawan juga sering mengkritik posisi TNI dalam politik dan sebagainya. Selain itu, Goenawan adalah budayawan. Meski bukan ilmuwan, tapi dia tahu persis analisa politik, sosial– ekonomi. Komentar-komentar yang dilontarkannya lewat media sangat kritis sampai sekarang. Anugerah ini juga sebagai penghargaan atas peran, karya dan perjuangan mereka untuk mempertahankan hak-hak demokrasi di Indonesia, khususnya kemerdekaan menyatakan pendapat dan kemerdekaan pers.[R]
0 Comments:
Post a Comment
<< Home