Tuesday, October 25, 2005

Bendera Bajak Laut Pun Dikibarkan


(Rakyat Merdeka, Minggu, 4 September 2005)

Berlayar Bersama Kapal Perang RI Dewaruci (2)
Bendera Bajak Laut Pun Dikibarkan

Catatan A Supardi Adiwidjaya Dari Belanda

Secara kebetulan Menteri Luar Negeri Belanda Ben Bot yang menghadiri Acara Peringatan HUT Proklamasi RI yang ke-60 itu disiarkan oleh TV Belanda dan diekspos lewat media cetak negeri Bunga Tulip ini.Menurut Sucipto, tiga hari setelah peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke-60 itu, para Kadet dan seluruh ABK (anak buah kapal) bergembira bersama dalam kemasan kegiatan Cocktail Party. Dalam acara tersebut, para Kadet menggelar keterampilan seni musik dan tariyang khusus mereka kemas guna dipersembahkan kepada saudara-saudaranya dan masyarakat di Amsterdam. Di puncak acara, para Kadet memandu para pengunjung yang berada di atas kapal dan di dermaga untuk berpoco-poco bersama. Antusias pun mengalahkan dinginnya udara malam, suasana meriah tak dapat terbendung, berjalan seiring larutnya malam, matahari terbenam pukul 21.20 (waktu setempat) mengantar pengunjung menghabiskan waktu hingga jauh malam.

Hari Senin tanggal 22 Agustus merupakan akhir kegiatan SAIL Amsterdam 2005. Sekitar pukul 09.15 waktu Amsterdam, diiringi GS Gita Jala Taruna syair lagu perpisahan mengiringi lepasnya tali dari daratan Amsterdam. Peran Parade Roll, seiring isyarat tersebut 85 Kadet AAL seakan berlomba menaiki, menempati tiang layar dari yang terendah hingga yang tertinggi 35 m untuk bersiap memberikan penghormatan.Di awali dentuman meriam, Lagu Indonesia Raya dikumandangkan Panitia SAIL 2005 di daratan Amsterdam sebagai penghormatan kepada Duta Bangsa Indonesia. Dan kembali bendera raksasa sang Merah Putih berkibar membalas penghormatan.Beberapa jam kemudian, ketika KRI Dewaruci melintasi Fort Eiland, hal yang sama terjadi kembali - di daratan dikumandangkan lagu Kebangsaan Indonesia Raya sebagai penghormatan dan ucapan selamat jalan kepada KRI Dewaruci.Selanjutnya, KRI Dewaruci melanjutkan pelayaran menuju pelabuhan Vlissingen (masih di Belanda) untuk kunjungan yang sama sebagai Duta Bangsa Indonesia.

Berlayar dengan KRI Dewaruci selama sekitar 27 jam (sudah termasuk manuver yang memakan waktu lebih 3 jam untuk bisa merapat ke darmaga) dari pelabuhan Amsterdam sampai ke Vlissingen merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Berkat pelayaran tersebut, paling tidak kita melihat dengan mata kepala sendiri dan bahkan merasakan sendiri bagaimana beratnya kehidupan para pelaut dan apalagi tentara Angkatan Laut.
Melihat KRI Dewaruci, orang bukan saja melihat bendera Merah Putih yang megah berkibar di buritan, tapi juga bendera "bajak laut" tidak luput dari perhatian orang. Kapal Perang RI Dewaruci kok mengibarkan bendera "bajak laut", bendera hitam dengan gambar tengkorak warna putih. Tentang bendera "bajak laut" ini memang juga termasuk hal yang boleh dibilang luar biasa dan banyak menarik perhatian orang, termasuk Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda Mohammad Jusuf.
Perihal bendera bajak laut ini, menurut Komandan KRI Dewaruci Letkol Laut (P) Sutarmono, dulu memang betul dikenal sebagai bendera bajak laut. Sekarang, lanjut Sutarmono, KRI Dewaruci sudah mengibarkan bendera "bajak laut" (dalam tanda kutip) sejak tahun 1983.Mengenai sejarahnya, dia mengaku tidak tahu. Yang pasti TNI AL tidak memberikan perintah atau juga melarang bendera "bajak laut" itu dikibarkan di buritan KRI Dewaruci. Begitulah, sampai sekarang bendera warna hitam dengan gambar tengkorak itu ya berkibar atau dikibarkan di buritan KRI Dewaruci. "Menurut saya, bendera tersebut itu untuk menarik perhatian masyarakat. Kemudian setelah itu, KRI Dewaruci melakukan usaha untuk merebut hati masyarakat", ujar Sutarmono. Setelah masyarakat mengetahui, lanjutnya, melihat dan merasakan sendiri dalam praktek apa yang dikerjakan KRI Dewaruci dan apa misinya, maka masyarakat menghargainya. Gambaran (image) jelek yang dulu atas bendera "bajak laut" itu, sekarang ini malah jadi sebaliknya - punya gambaran (image) baik. Terbukti, masyarakat berduyun-duyun dengan antusias dan senang hati mengunjungi KRI Dewaruci. Oleh karena itu bendera hitam dengan gambar tengkorak, yang dulu dikenal sebagai bendera "bajak laut" itu malah merupakan kebanggaan, karena bisa menarik perhatian dan merebut hati masyarakat di mana-mana, di negeri-negeri yang disinggahi KRI Dewaruci.

Setiap pelayaran mengarungi lautan selalu mengandung risiko. Dalam kaitan ini, yang penting dikerjakan, melakukan tindakan preventif atau mengantisipasinya, memikirkan dan mengusahakan bagaimana mengatasinya. Sehubungan dengan ini, apa yang dialami awak kapal KRI Dewaruci ketika berada di daerah badai di perairan Pasifik Barat (perairan Jepang) pada tanggal 20 Juni 2004 menarik untuk diketahui. Ferry Hutagaol, Asisten Perwira Layar KRI Dewaruci adalah salah seorang yang mengalami sendiri badai di perairan Pasifik Barat itu."Anda kenal Dian? Apakah Dian ini nama seorang artis atau nama sebutan seorang gadis?", tanya Ferry. Jika Anda berfikir Dian adalah nama seorang artis atau gadis, menurut Ferry, itu keliru. Dian atau lengkapnya ditulis Dian 0406 adalah nama badai yang terdapat di perairan Pasifik Barat (perairan Jepang). Nomor 0406 adalah nomor badai tersebut. Dua nomor pertama (04) menunjukkan tahun 2004 dan dua nomor terakhir (06) menunjukkan urutan badai, artinya badai ke-enam pada tahun 2004. Tanggal 16 Juni 2004 KRI Dewaruci menerima informasi lewat Weather Fax dan Navtex, yang mengabarkan akan adanya badai. Dari informasi ini, Komandan langsung memberi perintah kepada petugas/perwira jaga (Paga) untuk membuat ploting posisi badai. Setiap Paga wajib melaporkan setiap pergerakan badai. Dua hari kemudian, pada hari Jumat (18/06/2004) sekitar pukul 12.00 (waktu setempat) melihat pergerakan badai, maka kemungkinan besar KRI Dewaruci akan melintasi badai apabila tetap pada halu dan cepat sesuai track yang telah dibuat. Oleh karena situasi demikian, akhirnya Komandan memerintahkan Paga untuk merubah haluan kapal ke arah barat menelusuri pulau-pulau Jepang. Walhasil, untuk sementara KRI Dewaruci dapat menghindari badai.Pada 19 Juni 2004 pukul 10.00 KRI Dewaruci mendapat informasi dari Pasukan Beladiri Jepang, dermaga Okinawa sudah ditutup sementara karena badai. Sehubungan dengan itu, pemerintah Jepang menyarankan KRI Dewaruci berlindung guna menghindari badai. Jepang menyarankan KRI Dewaruci sementara lego jangkar di Kepulauan Amamio Shima. Pukul 21.00 Dewaruci lego jangkar. Saat itu posisi badai masih dalam jarak 120 NM ; kecepatan angin masih normal kisaran 20 Knot dan sea state masih antara 4 dan 5. Pada saat lego terus diusahakan untuk memperoleh informasi yang akurat tentang badai. Lewat TV, anak buah kapal (ABK) dapat melihat kota Okinawa sedang dilanda hujan deras dan banyak pohon yang tumbang akibat badai. Pukul 24.00 waktu jaga larut malam, kecepatan angin bertambah menjadi 30 knot ; barometer turun secara perlahan menjadi 1005 ; sebelumnya masih normal - 1013 mbar. Karena posisi kapal dalam keadaan lego, yang perlu diwaspadai adalah larutnya jangkar dan putusnya tali layar. Sekaitan ini kewaspadaan Paga perlu ditingkatkan. Pukul 02.00 waktu setempat kecepatan angin yang ditunjukkan Wind Direction: kisaran 30-40, sedang barometer turun lagi menjadi 1001 dan pada saat itu Komandan berada di anjungan. Seperti biasanya, pada setiap setengah jam dilaksanakan pengeplotan posisi kapal dari ploting. Itu didapat kalau posisi kapal sudah berubah sejauh 1500 yard. Saat itu Komandan dan perwira kapal berada di anjungan sehingga diputuskan untuk melabuhkan jangkar yang satu lagi. Komandan memerintahkan untuk melabuhkan kedua jangkar sepanjang 6 segel (1 segel = 25 meter). Saat itu situasi masih terkendali dan keadaan kapal masih aman. Setelah peran jangkar selesai, penjagaan kembali dikendalikan oleh perwira jaga dibantu asisten perwira jaga. Mereka yang tidak terlibat jaga boleh istirahat malam. Saat itu acara TV menyiarkan pertandingan sepakbola Euro Cup. Dan setiap iklan acara TV selalu memberitahukan situasi cuaca dan terutama informasi tentang badai, sehingga setiap ABK selalu tahu tentang perkembangan situasi cuaca. Minggu (20/08/2005) pukul 06.00 waktu setempat, Komandan mendengar pecahan gelas kaca dari patri kapal. Sejak itu kemiringan kapal mulai berubah secara drastis. Komandan naik ke anjungan kapal. Di sana Komandan mendapat laporan dari Perwira Jaga, posisi kapal sudah berubah lagi sejauh 100 yard. Padahal kapal sudah melegokan kedua jangkarnya. Komandan memberi perintah kepada anggota jaga untuk menstart mesin kapal guna mengimbangi perubahan posisi kapal yang hampir mendekati kedangkalan.Pada jam 08.00 waktu setempat, dengan alasan pertimbangan keselamatan kapal dan juga mengejar jadwal yang telah disusun oleh pemerintah Jepang, akhirnya Komandan memutuskan untuk melaut. Sebelum melaut, melalui pengeras suara Komandan memimpin langsung doa bersama, semoga Tuhan YME memberkati perjalanan KRI Dewaruci hingga lolos dari badai Dian.Dari anjungan, Komandan memimpin langsung proses pelayaran kapal melewati badai. Setiap perintah yang diberikan selalu melalui pengeras suara sehingga setiap ABK mengetahui setiap pergerakan kapal. Ini penting untuk menambah semangat ABK dan Kadet untuk tidak menyerah, tetapi tetap bertahan. Secara perlahan kapal bergerak walaupun dengan kecepatan yang sangat lambat.

Dalam keadaan darurat ini, semua personil kapal tetap tenang, tidak panik dan mampu mengandalikan situasi yang ada. Kejadian terus berlanjut hingga pukul 15.15 waktu setempat, kecepatan angin mencapai 78 knot dan kemiringan kapal mencapai 35 derajat; barometer terendah menunjukkan angka 978 mbar dari ploting. Dalam situasi yang seperti ini, ombak sudah memasuki geladak kapal. Para ABK dan perwira yang masih bisa bertahan berusaha mengikat bagian-bagian kapal yang mudah bergerak dan kendali anjungan masih berada di tangan Komandar KRI Dewaruci.Kucuran air ombak yang masuk geladak membasahi stop kontak koridor perwira, sehingga terjadi percikan api di koridor. Tapi kejadian tersebut segera bisa diatasi dengan baik, karena sebelumnya, personil kapal sudah sering latihan PEK (penyelamatan kapal) selama kapal melaut. "Ombak yang begitu besar, ditambah kemiringan kapal memaksa kita untuk bertahan. Dan bagi personil yang sudah tidak dapat bertahan supaya cepat berlindung, termasuk para Kadet untuk sementara dibebas-tugaskan dan segera berlindung ke daerah tertutup", terang Ferry Hutagaol.Secara perlahan, lanjut Ferry, KRI Dewaruci dengan haluan ke arah selatan mulai meninggalkan badai. Pada pukul 19.00 waktu setempat kapal lolos dari badai. Kecepatan angin mulai kembali normal dan ombak mulai rendah. Namun hujan tetap turun dengan deras. Setelah situasi kelihatan memungkinkan, personil kapal mengecek semua semua bagian kapal, setelah itu mereka dapat istirahat. Pada pukul 19.15 Komandan menyerahkan kembali kendali komando kapal kepada Perwira Jaga.

"Itulah sekilas cerita tentang pelayaran KRI Dewaruci menelusuri pantai Asia Timur jauh hingga berani menembus badai. Yang jadi catatan penting, dalam peristiwa ini tidak ada korban jiwa. Tetapi Merah Putih yang terus berkibar selama berlayar, saat melewati badai robek dan yang tinggal hanya putihnya saja, sedang yang merahnya hilang tak tentu rimbanya. Seakan bendera turut menyatakan prihatin atas fenomena alam ini", kenang Hutagaol menutup ceriteranya.Tahun 2004 itu KRI Dewaruci berlayar dengan rute Surabaya - Jakarta - Singapura - Vietnam - Hongkong - Syanghai - Inchon - Pusan - Vladivostok (Rusia) - Tokyo (Jepang) - Naha - Manila (Philipina) - Menado - Palu - Makassar dan kembali ke pangkalan Surabaya. (Habis)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home