Tuesday, October 25, 2005

Kapal Tua Yang Jadi Museum Lautan


(Rakyat Merdeka, Sabtu, 3 September 2005)

Berlayar Bersama Kapal Perang RI Dewaruci (1)
Kapal Tua Yang Jadi Museum Lautan

Catatan A Supardi Adiwidjaya Dari Belanda

Ikut berlayar dengan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Dewaruci dari pelabuhan Amsterdam ke Vlissingen, rasanya seperti mimpi. Diputuskan secara mendadak, di luar rencana. Namun jelas, pelayaran dengan kapal latih untuk para Kadet Akademi ALRI tersebut bagi Rakyat Merdeka mempunyai arti dan bahkan kebanggaan tersendiri.

Sekitar pukul 10.00 pagi pada hari Sabtu (20/8) saya bersama isteri (Tatiana) dan anak perempuan bungsu kami (Hani) memutuskan melihat SAIL 2005, yang sudah dimulai sejak tanggal 17 Agustus 2005 lalu. Hari terakhir SAIL 2005 di Amsterdam adalah tanggal 21 Agustus. Keesokan harinya, Senin (22/8), semua tamu dan para pesertanya pulang meninggalkan pelabuhan Amsterdam untuk berlayar ke tempat tujuan atau negerimasing-masing.Dari kota Zaandam, di pagi hari Sabtu tersebut kami berangkat dengan naik bis ke Amsterdam Centraal - demikian orang menyebut nama stasiun ibu kota Negeri Belanda itu. Sekitar satu setengah jam kemudian kami sekeluarga sudah berada di galangan kapal tempat berbagai jenis kapal-peserta SAIL 2005 berlabuh. Di sepanjang dok (dermaga), yang berada tidak jauh dari stasiun Amsterdam Centraal, kami melihat ratusan pengunjung yang ingin melihat-lihat berbagai jenis kapal dari berbagai negeri. Ketika sudah sekitar tiga jam kami berada di wilayah dermaga sambil melihat berbagai jenis kapal-peserta SAIL 2005 ini, baru tahu, bendera merah putih berukuran besar yang berkibar dengan megahnya di tiang bendera KRI Dewaruci, ternyata berada jauh di seberang yang berlawanan di mana kami berada. Untuk mencapai seberang sana dan berada di dermaga, di mana KRI Dewaruci berlabuh (merapat), kami harus jalan balik lagi ke stasiun Amsterdam Centraal.Dari sana harus naik bis atau naik pont (kapal penyebrangan) lagi. Kami sudah merasa benar-benar lelah. Walhasil, hari Sabtu (20/8) kami tidak berhasil melihat KRI Dewaruci dari dekat. Baru keesokan harinya, Minggu (21/8) sekitar pukul 16.30, diantar teman dengan berkendaraan mobil, kami sampai ke tempat parkir, yang letaknya tidak jauh dari dermaga tempat berlabuh KRI Dewaruci. Setelah berjalan kaki sekitar 10 menit, kami baru bisa melihat KRI Dewaruci dari dekat. Para pengunjung, termasuk kami sekeluarga, diijinkan naik ke kapal untuk mengenal lebih dekat kapal layar tiang tinggi yang antik ini. Di ruangan tengah geladak kapal, dengan iringan hot musik membangkitkan orang bergoyang, para pengunjung tua-muda pada menari poco-poco. Dua-tiga kadet memandu para pengunjung tua dan muda berpoco-poco. Bukan main ramainya pengunjung kapal Dewaruci ini. Apalagi hari Minggu (21/8) adalah hari penghabisan SAIL 2005.Keesokan harinya kapal Dewaruci akan melanjutkan pelayaran ke pelabuhan Vlissingen dan berlabuh di sana sampai hari Kamis tanggal 25 Agustus. Setelah itu KRI Dewaruci akan melanjutkan perjalanan - singgah di pelabuhan-pelabuhan beberapa negara yang dilaluinya untuk kemudian kembali ke Tanah Air. Jika sesuai jadwal pelayarannya, KRI Dewaruci saat itu dijadwalkan tiba di Surabaya pada tanggal 8 Desember 2005. Di geladak kapal Dewaruci, saya bertemu rekan wartawan Radio Nederland Seksi Indonesia (Ranesi). Baru hari Minggu itu dan dari rekan itulah saya mengetahui, Ranesi sudah lebih seminggu yang lalu menerima pemberitahuan, jika mau, wartawan boleh ikut berlayar dari Amsterdam ke Vlissingen. Untuk itu wartawan harus mendaftar atau memberitahukan keinginannya pada Athan (Atase Pertahanan) KBRI Den Haag Kol Ahmad Subandi. Namun, Rakyat Merdeka tidak mendapat pemberitahuan tentang hal itu. Mungkin saja orang yang diberi tugas menyampaikan pengumuman tersebut kelupaan, misalnya. Mengetahui kemungkinan berlayar dengan KRI Dewaruci itu, jiwa muda dan rasa avontur timbul kembali dalam benak saya dan tak pikir panjang, spontan saya putuskan ikut berlayar. Sangat kebetulan sore hari Minggu (21/8) itu, Kolonel Ahmad Subandi berada di kapal bersama Komandan KRI Dewaruci Letkol Sutarmono. Rakyat Merdeka menyampaikan keinginan ikut berlayar ke Vlissingen. Tanpa masalah dan prosedur berbelit, kedua perwira TNI AL tersebut mengijinkan Rakyat Merdeka ikut berlayar dengan KRI Dewaruci.Untuk itu, Rakyat Merdeka harus sudah berada di geladak KRI Dewaruci pada hari Senin (22/8) sebelum pukul 09.00 pagi waktu setempat.

Ketika berada di dermaga, dilihat dari jarak beberapa meter, KRI Dewaruci adalah sebuah kapal layar tiang tinggi yang kelihatan antik, terawat baik. Dari keterangan brosur, kapal layar ini dibangun tahun 1952 di galangan kapal HC Stuicken & Sonh, Hamburg, (ketika itu masih) Jerman Barat. Kapal ini diresmikan menjadi jajaran Kapal Perang Republik Indonesia pada tanggal 24 Januari 1953. Jika dihitung dari waktu kapal ini selesai dibangun, KRI Dewaruci sudah berumur 53 tahun. Dari peralatannya yang bisa dilihat dengan kasat mata, kapal layar ini sudah tidak mungkin dijadikan sebagai kapal perang.Memang, menurut Komandan KRI Dewaruci -Letkol Laut (P) Sutarmono, dalam pelayarannya ke luar negeri KRI Dewaruci mempunyai misi: (1) Sebagai kapal latih bagi para Kadet Akademi TNI Angkatan Laut ; (2) Sebagai Duta Bangsa, duta pariwisata, kebudayaan dan sarana informasi tentang Indonesia ; (3) Membina hubungan persahabatan internasional.

Di KRI Dewaruci terdapat dua patung Dewaruci. Patung Dewaruci yang satu berada di cocor haluan dan yang satu lagi di bagian tengah geladak kapal di wilayah haluan. Di geladak H (pertama) terdapat ruangan yang disebut anjungan untuk tempat pengoperasian kapal. Bagian luar dinding-dinding kayu anjungan dan dua pintu masuk (sebelah kiri dan kanan) dihiasi ukiran-ukiran, membuat bagian luar anjungan itu kelihatan indah dan sedap dipandang mata. Pintu masuk khusus (untuk awak kapal menuju ruangan bawah) terbuat dari kayu jati (atau mungkin juga pintu besi yang dilapis kayu jati) penuh dengan ukiran. Bagian bawah dua tiang layar utama juga dilapisi dengan kayu ukiran. Dan sebenarnyalah, ukiran-ukiran kayu tersebut menambah keindahan dan semarak pemandangan di geladak kapal KRI Dewaruci. Di depan anjungan ada dua kemudi berbentuk lingkaran. Untuk mengoperasikan dua kemudi lingkaran ketika berlayar selalu siap empat kadet, yang bekerja bergiliran. Tiap giliran bekerja masing-masing dua kadet. Juga di haluan selalu berdiri/bertugas jaga sebanyak empat kadet. Jadi di geladak kapal selama 24 jam selalu siap melakukan tugas sebanyak delapan kadet. Setiap empat jam sekali, delapan kadet yang bertugas di geladak kapal mengalami pergantian atau mendapat giliran diganti. Jika kita turun ke bawah melalui salah satu pintu anjungan, maka sampai di lantai bawah di sebelah kiri terletak kamar besar atau salon untuk ruangan tamu. Lantai salon ditutup karpet merah. Di ruang kiri dan kanan dalam salon ini terdapat dua sofa/divan ukuran besar dan dua meja kaca masing-masing dengan tiang penyangga kayu-kayu yang diukir indah. Letak peralatan yang disebut belakangan ini simetris. Motif ukiran-ukiran kayu yang ada di KRI Dewaruci ini kelihatannya ukiran-ukiran Bali dan Jawa (Jepara).Masih di lantai bawah ketika turun dari anjungan, di sebelah kanan terletak kamar komandan. Tepat di depan kamar komandan terdapat kamar berukuran kira-kira separuh ukuran salon untuk menerima tamu. Kamar ini untuk tempat para perwira Dewaruci berkumpul, bekerja, sekaligus sebagai ruang makan dan tempat istirahat. Di kamar inilah Rakyat Merdeka menginap. Di geladak kapal Dewaruci ini banyak sekali terlihat ukiran-ukiran membuat kapal kelihatan cantik dan unik. «Ini mah bukan kapal perang, tapi kapal pesiar sekaligus 'museum berjalan' » , ucap seorang pengunjung.Selain berbagai atraksi kesenian yang ditunjukkan para kadet, memang benar, karena keantikan dan keunikannya, KRI Dewaruci sangat menarik dan disenangi ratusan dan bahkan ribuan pengunjung. Tidak kelirulah jika dikatakan, KRI Dewaruci juga bagaikan 'museum berjalan'.

Belum dua jam berlayar, sudah sempat merasakan kesibukan di kapal. Masing-masing awak kapal punya tugas tertentu dan jelas kelihatan dilaksanakan dengan disiplin tinggi. Di sela-sela kesibukan di kapal tersebut, Rakyat Merdeka sempat ngobrol dengan para perwira dan kadet yang kebetulan sedang bebas. Keramah-tamahan para perwira dan beberapa kadet AAL yang sempat ditemui dan omong-omong serta rasa akrab yang ditunjukkan mereka membuat Rakyat Merdeka langsung dan cepat betah berada di kapal Dewaruci. Untuk mengetahui secara singkat tentang pelayaran KRI Dewaruci dan kegiatannya selama di negeri Kincir Angin , khususnya di Amsterdam, Rakyat Merdeka sempat bincang-bincang dengan Komandan Latihan (Danlat) KRI Dewaruci Letkol Laut (P) Edi Sucipto dan juga dengan Serka Kamal Taufiq dari Dispenal (Dinas Penerangan AL).
Menurut Edi Sucipto, KRI Dewaruci merupakan kapal latih bagi Kadet Akademi Angkatan Laut (AAL). Pada pelayaran Kartika Jala Krida kali ini, Kri Dewaruci bertolak dari pangkalannya di Surabaya awal April yang lalu, telah melintasi dan singgah di beberapa negara : India, Oman, Arab Saudi, Mesir, Libya, Aljazair, Spanyol. Inggris, Irlandia, Perancis, Norwegia, Jerman. Khusus mengenai kegiatan KRI Dewaruci di Jerman, menurut Serka dari Dispenal, Kamal Taufiq, selama enam hari KRI Dewaruci berlabuh di Bremerhaven, Jerman. Kegiatan Open Ship dan Cocktail Party selama kapal merapat di dermaga Bremerhaven berlangsung meriah, terutama adanya pertunjukan kesenian Indonesia, antara lain, Tari Badinding (dari Sumatra), Rampak Kendang (Jawa Barat), Reog dari Ponorogo dan tidak ketinggalan berpoco-poco. Hadir dalam acara tersebut Duta Besar RI untuk Jerman Makmur Widodo beserta isteri, Walikota Bremerhaven Yorg Schultz, Athan RI KBRI Berlin Kolonel Inf Yoedhi Swastono, Ketua Federasi Kapal Layar Internasional (KTI) Jostein Haukali.

Pada 16 Agustus menjelang 60 tahun Kemerdekaan Indonesia, lanjut Sucipto, KRI Dewaruci tiba di Ijmuiden, Belanda, setelah mengikuti Internasional Fleet Review dan Tallship Race 2005 Eropa. Bertepatan 60 tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus merupakan awal pelaksanaan «SAIL Amsterdam 2005», dengan didampingi ratusan perahu kecil KRI Dewaruci melintasi IJ-Haven, yang disambut sangat meriah oleh ratusan ribu penonton SAIL 2005. Berkumandang lagu kebangsaan RI lewat atraksi Drum Band Kadet AAL yang sedang beraksi di atas geladak utama KRI Dewaruci. Demikian pula bendera Merah Putih dengan ukuran sebesar 15 x 20 M berkibar dengan megah di buritan kapal mengundang tepuk tangan ribuan penonton yang melihat langsung di sepanjang perjalanan , kata Kamal Taufiq.Dentuman meriam sebanyak 5 kali, lanjut Taufiq, lagu kebangsaan Indonesia Raya dan ucapan selamat 60 Tahun Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus dari Panitia SAIL 2005 lewat pengeras suara - menyambut kedatangan Duta Bangsa Indonesia KRI Dewaruci di Amsterdam. «Sungguh suasana yang amat membanggakan dan mengharukan », ujar Kamal Taufiq.« Kedatangan KRI Dewaruci ke Amsterdam tampaknya juga merupakan pengobat rindu akan Tanah Air bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang berdomisili di Belanda, khususnya Amsterdam », ucap Edi Sucipto.Setiap hari masyarakat Indonesia selalu hadir selama KRI Dewaruci berpartisipasi dalam SAIL Amsterdam 2005, lanjut Edi Sucipto, dan tentunya tak ketinggalan masyarakat Amsterdam dan para peserta awak kapal partisipan onboard untuk melihat keunikan yang ada di KRI Dewaruci. Dukungan dan sambutan kepada Kadet AAL yang merupakan peserta dari Indonesia dan terpanjang terlihat jelas sangat meriah, ketika pada 19 Agustus panitia menyelenggarakan Street Parade (Kirap kota) di mana Genderang Suling (GS) Gita Jala Taruna menambah ramai hiruk pikuk kota Amsterdam. « Dari Indonesia ? », « Congratulation, Merdeka», demikian beberapa ungkapan masyarakat Amsterdam sepanjang Kirab Kota.(Bersambung)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home