Sunday, July 08, 2007

Melihat Indonesia dengan Hati (2)

HET BERICHT, kabar dari Eropa

http://www.myrmnews.com/indexframe.php?url=situsberita/index.php?pilih=het_bericht
Rakyat Merdeka, Kamis, 05 Juli 2007, 14:54:19 WIB

Melihat Indonesia dengan Hati (2)

BERBICARA mengenai film Naga Bonar Jadi 2, Dedy Mizwar mengemukakan: “Ada alasan kenapa 20 tahun setelah film Nagabonar beredar di bioskop tahun 1987 kembali film ini kami hidupkan”. Menurut Dedy, seperti pada saat Naga Bonar pertama, dalam film “Naga Bonar Jadi 2” ini ia memberikan apresiasi kepada Asrul Sani.

Asrul Sani adalah pencipta tokoh rekaan Naga Bonar, seorang pencopet yang menjadi jenderal di zaman perang kemerdekaan. Dia hanya ingin mengajak, mari sejenak menoleh ke belakang, agar kita tahu sampai sejauh mana bangsa ini telah melangkah. Jangan-jangan salah arah. Pak Asrul Sani mengkritisinya dengan sangat jenaka. “Sampai waktu itu seluruh Kabinet Pembangunan IV disuruh Pak Harto menonton Naga Bonar,” kata Dedy

“Bagaimana film di tahun 80-an, seorang pencopet menjadi jenderal, yang sudah sangat tidak mungkin kalau bicara soal militer, dalam kaitan politik represif pada waktu itu. Tapi seorang Asrul Sani, sastrawan, dia meniti buih di antara rambu-rambu dalam film Indonesia. Dan akhirnya Naga Bonar lolos dan diterima oleh masyarakat secara luar biasa”, ujar Dedy.

Nah, dalam keprihatinan sekarang, lanjut Dedy, di tengah banyaknya anak-anak sekolah saling tawuran, antaragama saling bantai, suku-suku saling bunuh, partai saling hujat, golongan saling memfitnah, film ini dibuat. “Saya ingin mengajak kembali melihat Indonesia dengan hati.
Mungkin anda tertawa tadi, saya melihat sebagian menangis, padahal ini hanya sebuah film. Sebuah hipnotis dari sebuah film, yang diputar di depan Anda. Betapa kekuatan sebuah film sehingga kita menangis dan tertawa,” ungkap Dedy.

Menurut Dedy, sejak industri televisi menjadi booming di Indonesia, duabelas sampai limabelas tahun yang lalu, kebutuhan film begitu besar. Tapi sumber daya manusia tentang film sangat sedikit. Buntutnya, semua orang bisa masuk ke dunia film.
Akibatnya televisi di Indonesia seperti sekarang, macam-macam, semuanya serba instan. Padahal, kata Dedy, kita tahu dan sadar sekali, bahwa film bisa mempengaruhi cara berfikir.

“Film sangat mempengaruhi pola pikir (mindset) kita sebuah bangsa, sebuah komunikasi massa yang luar biasa sebagai industri. Nah inilah sebuah keprihatinan,” kata Dedy.

Dedy mengaku mencoba membuat film yang bisa menggugah kecintaan masyarakat Indonesia kepada negerinya. Dedy mengajak melihat perbedaan dengan cinta.

“Karena tidak mungkinlah semua kita sama-samain. Dari Sabang sampai ke Merauke kita sama-samain tidak mungkin. Komitmen oke. Negara Kesatuan Republik Indonesia oke. Tapi bagaimana bisa disama-samain, bahasanya juga beda-beda setiap daerah, demikian juga agamanya pun beragam”, tegas Dedy yang mewarnai televisi Indonesia dengan sinetron religinya.

Mari kita melihat perbedaan dengan cinta, lanjutnya, karena fitrah manusia juga memiliki cinta. Dalam film Naga Bonar ini para pemain terdiri dari berbagai suku bangsa. Tapi tidak ada tokoh antagonis dalam film ini. Kita tidak sadar hal itu. Biasanya setiap film ada tokoh jahat.
“Saya optimistis sebenarnya, kita memiliki niat baik. Kita tidak mempunyai niat jahat untuk menghancurkan negeri kita. Mari kita mengkritisi sesuatu itu dengan cinta”, kata Dedy Mizwar.

Juga ada kesadaran, lanjutnya, bahwa agama itu penting dalam kehidupan. Bahwa ahlak, moral adalah substansi yang amat penting, bukan hanya kepandaian saja.
“Siapakah yang marah nonton film ini. Adakah yang tersinggung?”, tanya Dedy. Saya kira, lanjutnya, memang saya tidak ingin menyudutkan siapapun, pihak-pihak manapun yang ada di Indonesia.

“Saya ingin mengajak, ayo mari kita melihat kembali Indonesia dengan segala problemnya. Inilah sebenarnya yang memprihatinkan. Kalau kita melihat film-film di televisi di Indonesia, seolah-olah tidak ada persoalan apa pun di Indonesia, kecuali soal cinta remaja. Kalau kita melihat filmnya di bioskop, tidak ada persoalan bangsa ini, kecuali hantu bertaring beberapa senti. Itu yang menjadi kegelisahan kami, kenapa membuat film Naga Bonar. Kalau berbicara soal cinta, tiba-tiba cinta kok
harus remaja. Bagaimana tentang cinta anak terhadap orang tua, persahabatan. Juga cinta terhadap negeri ini,” ungkapnya panjang lebar.

Dedy berpendapat, film yang cukup baik adalah film yang menciptakan dialog antara penonton dengan apa yang ditonton. “Kita tidak ingin menyakiti siapapun, kita ingin saling menyayangi, nonton bersama-sama dan silakan Anda berdialog dengan hatinurani anda sendiri. Silakan Anda melihat ke dalam hati anda sendiri. Sudahkah saya memberikan sesuatu yang berharga bagi kehidupan berbangsa ini?”, demikian Dedy
beretoris. ***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home