Monday, March 19, 2007

Tentang Kasus HAM Dan Eksil Masa Lalu Itu

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=34561

Rakyat Merdeka, Selasa, 20 Maret 2007, 00:26:51


Tentang Kasus HAM Dan Eksil Masa Lalu Itu
Catatan Sejarawan Partikelir Di Negeri Kincir Angin (2)

Berikut adalah lanjutan catatan perjalanan Bonnie Triyana (27 tahun) sejarawan muda Indonesia, yang melakukan riset di perpus­takaan KITLV (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies) Leiden dan IISH (International Institute for Social History –Institut Internasional Sejarah Sosial) Amsterdam. Catatan ini disarikan oleh koresponden Rakyat Merdeka di Negeri Belanda, A Supardi Adiwidjaya.

MENURUT Bonnie, sejarah di Indonesia selama ini selalu dijadikan alat politik, alat le­gi­timasi kekuasaan. Karya sejarah digu­nakan sebagai media propagada dan alat le­gi­timasi kekuasaan Orde Baru telah me­nancap erat pada memori kolektif bangsa Indonesia. Monopoli kebenaran sejarah peristiwa Gestok 1965 oleh pemerintah Orde Baru yang digunakan sebagai justifikasi peralihan kekuasaan Soekarno ke Soeharto merupakan bukti nyata betapa sejarah telah dilacurkan. Keharusan adanya karya sejarah komprehensif tentang tragedi nasional ini menjadi ujian bagi sejarawan profesional untuk membuktikan, mereka bukan bidak politik yang mudah diombang-ambingkan kepentingan penguasa.

“Jadi ada penyelewengan sejarah, ada disfungsi sejarah. Sejarah itu digunakan sebagai alat legitimasi. Sekarang saatnya memperbaiki semua, sehingga ke depan tidak ada lagi disfungsi terhadap sejarah”, tegas Bonnie Triyana. Yang menjadi korban kesewenang-wena­ngan rezim otoriter Orde Baru di bawah Jen­deral Soeharto itu tidak hanya warga Indonesia di dalam negeri, tetapi juga mereka yang ber­ada di mancanegara ketika meletusnya peristiwa 30 September 1965 di Jakarta. Jumlah korban peristiwa 1965 di luar negeri ten­tu sangat kecil dibanding jumlah korban di tanah air. Mereka sedang melakukan tugas (bekerja ataupun sebagai mahasiswa/mahasiswi ikatan dinas) di luar negeri, yang ti­dak mendukung rezim Orde Baru, dituduh me­lakukan perbuatan makar dan paspor mereka dicabut rezim Orba.

“Pencabutan paspor itu ekstra judisial, ke­pu­tusan di luar hukum. Itu melanggar hak asasi manusia. Pencabutan paspor terhadap mahasiswa ikatan dinas Indonesia dengan tuduhan yang tidak pernah terbuktikan sampai sekarang adalah pelanggaran hukum paling berat”, lanjut Bonnie.

Pada intinya, dia mendorong pemerintah segera menuntaskan persoalan HAM masa lalu, tak hanya soal eksil, tapi juga kasus lainnya. Khusus soal eksil, Bonnie mengaku punya usul agar pemerintah kembali memberlakukan paspor yang selama ini dicabut dan kembali mengakui eksil sebagai Warga Negara Indonesia yang sah. Dulu pada era Gus Dur, soal eksil mendapatkan per­ha­tian untuk soal kepulangan dan pengakuan ke­warganegaraannya. Tapi sampai kini tak jelas ka­barnya.

Selama ini, khususnya pada masa Orde Baru, eksil dianggap pengkhianat karena dituduh terlibat G30S. Jelas ini tidak masuk akal. Karena eksil sedang berada di luar negeri untuk kuliah atau bekerja dan itu pun atas tugas pemerintah Indonesia yang resmi yang pada saat itu dipimpin Soekarno.

Kemudian ada juga pandangan yang menyatakan, eksil adalah pengkhianat bangsa Indonesia karena memilih tetap tinggal di luar negeri dan bukannya pulang. ”Saya pikir masyarakat pula perlu tahu keadaan saat itu. Sebagian besar eksil ingin pulang, tapi terhalang pulang karena paspor mereka dicabut dan dianggap (dipukul rata) terlibat PKI. Sementara eksil (baca: mahid) juga takut pulang karena pintu penjara sudah terbuka lebar bagi mereka yang pulang. Contohnya adalah adiknya almarhum Pramoedya Ananta Toer, Soesilo Toer yang saat itu baru saja menyabet gelar doktor dari Moskow ditahan sepulangnya ke Indonesia”, kata Bonnie.

Akhirnya, masih menurut Bonnie, peme­rin­tah harus bisa menuntaskan beban masa la­lu. Tentu saja semua masalah tidak bisa di­selesaikan dalam satu hari. Tetapi paling tidak ada itikad, political will dari pemerintah untuk membawa Indonesia ke suasana demok­ra­ti­sasi yang lebih baik dan lebih maju dibanding se­belumnya. RM

1 Comments:

At 10:57 PM, Blogger Bonnie said...

Pak Pardi, foto saya kok mirip copet ketangkep basah ya? hehehehe

Tabik,

Bonnie Triyana

 

Post a Comment

<< Home