Tentang Kasus HAM Dan Eksil Masa Lalu Itu
http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=34561
Rakyat Merdeka, Selasa, 20 Maret 2007, 00:26:51
Tentang Kasus HAM Dan Eksil Masa Lalu Itu
Catatan Sejarawan Partikelir Di Negeri Kincir Angin (2)
Berikut adalah lanjutan catatan perjalanan Bonnie Triyana (27 tahun) sejarawan muda Indonesia, yang melakukan riset di perpustakaan KITLV (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies) Leiden dan IISH (International Institute for Social History –Institut Internasional Sejarah Sosial) Amsterdam. Catatan ini disarikan oleh koresponden Rakyat Merdeka di Negeri Belanda, A Supardi Adiwidjaya.
MENURUT Bonnie, sejarah di Indonesia selama ini selalu dijadikan alat politik, alat legitimasi kekuasaan. Karya sejarah digunakan sebagai media propagada dan alat legitimasi kekuasaan Orde Baru telah menancap erat pada memori kolektif bangsa Indonesia. Monopoli kebenaran sejarah peristiwa Gestok 1965 oleh pemerintah Orde Baru yang digunakan sebagai justifikasi peralihan kekuasaan Soekarno ke Soeharto merupakan bukti nyata betapa sejarah telah dilacurkan. Keharusan adanya karya sejarah komprehensif tentang tragedi nasional ini menjadi ujian bagi sejarawan profesional untuk membuktikan, mereka bukan bidak politik yang mudah diombang-ambingkan kepentingan penguasa.
“Jadi ada penyelewengan sejarah, ada disfungsi sejarah. Sejarah itu digunakan sebagai alat legitimasi. Sekarang saatnya memperbaiki semua, sehingga ke depan tidak ada lagi disfungsi terhadap sejarah”, tegas Bonnie Triyana. Yang menjadi korban kesewenang-wenangan rezim otoriter Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto itu tidak hanya warga Indonesia di dalam negeri, tetapi juga mereka yang berada di mancanegara ketika meletusnya peristiwa 30 September 1965 di Jakarta. Jumlah korban peristiwa 1965 di luar negeri tentu sangat kecil dibanding jumlah korban di tanah air. Mereka sedang melakukan tugas (bekerja ataupun sebagai mahasiswa/mahasiswi ikatan dinas) di luar negeri, yang tidak mendukung rezim Orde Baru, dituduh melakukan perbuatan makar dan paspor mereka dicabut rezim Orba.
“Pencabutan paspor itu ekstra judisial, keputusan di luar hukum. Itu melanggar hak asasi manusia. Pencabutan paspor terhadap mahasiswa ikatan dinas Indonesia dengan tuduhan yang tidak pernah terbuktikan sampai sekarang adalah pelanggaran hukum paling berat”, lanjut Bonnie.
Pada intinya, dia mendorong pemerintah segera menuntaskan persoalan HAM masa lalu, tak hanya soal eksil, tapi juga kasus lainnya. Khusus soal eksil, Bonnie mengaku punya usul agar pemerintah kembali memberlakukan paspor yang selama ini dicabut dan kembali mengakui eksil sebagai Warga Negara Indonesia yang sah. Dulu pada era Gus Dur, soal eksil mendapatkan perhatian untuk soal kepulangan dan pengakuan kewarganegaraannya. Tapi sampai kini tak jelas kabarnya.
Selama ini, khususnya pada masa Orde Baru, eksil dianggap pengkhianat karena dituduh terlibat G30S. Jelas ini tidak masuk akal. Karena eksil sedang berada di luar negeri untuk kuliah atau bekerja dan itu pun atas tugas pemerintah Indonesia yang resmi yang pada saat itu dipimpin Soekarno.
Kemudian ada juga pandangan yang menyatakan, eksil adalah pengkhianat bangsa Indonesia karena memilih tetap tinggal di luar negeri dan bukannya pulang. ”Saya pikir masyarakat pula perlu tahu keadaan saat itu. Sebagian besar eksil ingin pulang, tapi terhalang pulang karena paspor mereka dicabut dan dianggap (dipukul rata) terlibat PKI. Sementara eksil (baca: mahid) juga takut pulang karena pintu penjara sudah terbuka lebar bagi mereka yang pulang. Contohnya adalah adiknya almarhum Pramoedya Ananta Toer, Soesilo Toer yang saat itu baru saja menyabet gelar doktor dari Moskow ditahan sepulangnya ke Indonesia”, kata Bonnie.
Akhirnya, masih menurut Bonnie, pemerintah harus bisa menuntaskan beban masa lalu. Tentu saja semua masalah tidak bisa diselesaikan dalam satu hari. Tetapi paling tidak ada itikad, political will dari pemerintah untuk membawa Indonesia ke suasana demokratisasi yang lebih baik dan lebih maju dibanding sebelumnya. RM
1 Comments:
Pak Pardi, foto saya kok mirip copet ketangkep basah ya? hehehehe
Tabik,
Bonnie Triyana
Post a Comment
<< Home