Sekali Lagi, Korban Orde Baru Di Luar Negeri Menuntut (2)
http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=24807
Rakyat Merdeka, Minggu, 15 Oktober 2006
Akuilah, HAM Kami Telah Dilanggar
Sekali Lagi, Korban Orde Baru Di Luar Negeri Menuntut (2)
MENURUT Tom Iljas —bekas mahasiswa ikatan dinas (eks Mahid) yang secara sewenang-wenang dicabut paspornya oleh rezim Orba, jika memang ada maksud baik pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut, diharapkan kearifan pemerintah menyelesaikan masalah pelanggaran HAM tersebut dengan didasari penegakan kebenaran, keadilan dan rekonsiliasi (KKR). Sesuai jiwa UU KKR, pelaku kejahatan harus mengakui kesalahannya, kebenaran harus diungkapkan, keadilan harus ditegakkan termasuk rehabilitasi para korban dan sesudah itu barulah rekonsiliasi mungkin diwujudkan.
Pemerintah harus mengakui, telah terjadi pelanggaran HAM oleh penguasa negara (Orde Baru) terhadap warganya di luar negeri. Pemulihan hak-hak kewarganegaraan tanpa pengakuan merupakan pelanggaran HAM oleh Orde Baru sama saja dengan pengingkaran terselubung atas tindak kejahatan HAM terhadap sekelompok besar warganya di luar negeri. Telah beredar berita-berita di media massa tentang rencana Pemerintah untuk mempersilahkan “eks-mahasiswa era Orde Lama” yang kini berdomisili di luar negeri agar pulang ke tanah air, untuk memproses pemulihan kewarganegaraannya dan pengembalian paspor di Indonesia. Meskipun baru berupa wacana-kebijakan pemerintah yang belum dituangkan dalam wujud Keputusan/Peraturan kongkrit namun sudah tampak kesalahan pandang Pemerintah seakan-akan masalah pokok berkaitan dengan para “eks-mahid” adalah semata-mata soal kepulangan ke tanah air dan pemilikan paspor/kewarganegaraan. Padahal masalah-masalah tersebut merupakan bagian kecil saja dari masalah keseluruhan.
Masalah pokok adalah penegakan Kebenaran dan Keadilan. Masalah rehabilitasi tak akan ada bila penguasa Negara tidak menegakkan Penyelesaian masalah “eks-mahid” sering juga dihubung-hubungkan dengan pelaksanaan Undang Undang Kewarganegaraan yang baru, khususnya menyangkut pasal-pasal yang mengatur naturalisasi. KBRI-KBRI di Eropa bahkan telah mendapat instruksi dari pemerintah di Jakarta untuk mendata “eks-mahid” sehubungan dengan telah disahkannya UU Kewarganegaraan yang baru. Mengenai ini, perlu dikemukakan, masalah “eks-mahid” bukanlah masalah naturalisasi. Karena itu tidak semestinya dikaitkan dengan Undang Undang Kewarganegaraan itu. Pencabutan paspor sekelompok besar warganegara yang mengakibatkan mereka kehilangan kewarganegaraannya di luar kemauan mereka sendiri adalah tindakan politik, yang penyelesaiannya harus pula melalui kebijakan politik dengan menjunjung kaidah-kaidah Hak-hak Asasi Manusia yang adil dan bermartabat.
Tanpa adanya kebijakan politik yang mencakup hal-hal pokok tersebut di atas, menurut Tom Iljas, dikhawatirkan usaha Menteri Hukum dan HAM Bapak Hamid Awaludin - yang tampaknya akan berkisar pada soal-soal teknis-administratif pengembalian paspor dan pemulihan kewarganegaraan - akan sia-sia. Masalah-masalah pelaksanaan yang bersifat teknis-administratif hanya bisa dibicarakan setelah adanya Keputusan Pemerintah (Keppres) yang benar-benar menegakkan Kebenaran dan Keadilan. Dari dialog dengan Hamid, jelas bahwa Pemerintah akan menyelesaikan soal eks-mahid “secara diam-diam”, artinya mau menyelesaikan pengembalian paspor/pemulihan kewarganegaraan melalui UU Kewarganegaraan yang baru, tanpa menyentuh aspek politiknya (bahwa telah terjadi pelanggaran HAM di masa lalu — pencabutan paspor).
Tepat sekali apa yang dikonstatasi oleh eks Mahid MD Kartaprawira. “Pemulihan hak-hak kewarganegaraan tanpa pengakuan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM oleh Orde Baru sama saja dengan pengingkaran terselubung atas tindak kejahatan HAM terhadap sekelompok besar warganya di luar negeri”. RM
Laporan A. Supardi Adiwidjaya dari Belanda.
Habis
0 Comments:
Post a Comment
<< Home