Monday, March 19, 2007

Arsip Laporan Bupati Grobogan Di Perpus Belanda


http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=34544

Rakyat Merdeka, Senin, 19 Maret 2007, 10:04:06


Arsip Laporan Bupati Grobogan Di Perpus Belanda

Catatan Sejarawan Partikelir Di Negeri Kincir Angin (1)

Bonnie Triyana (27 tahun) nama yang cukup kondang saat ini. Selain sebagai sejarawan muda, dia juga penulis yang sangat produktif. Sebagai sejarawan muda, Bonnie tidak mau disebut sebagai pakar sejarah. Dia lebih senang menyebut diri sebagai “sejarawan partikelir”.

SUDAH lebih seminggu Bonnie Triyana “kelayapan” ke berbagai kota di negeri “Kincir Angin”. Selain duduk di perpustakaan KITLV (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies) Leiden dan IISH (International Institute for Social History –Institut Internasional Sejarah Sosial) Amsterdam, Bonnie juga memberikan ceramah.

“Kunjungan saya ke Negeri Be­landa ini dalam rangka penelitian di KITLV Leiden dan juga di IISH Am­ster­dam untuk melengkapi bahan-ba­han penulisan sejarah. Penelitian ini ber­kaitan skripsi saya tentang pem­bunuhan massal di Purwodadi 1965-1969”, ujar Bonnie, kepada ko­responden Rakyat Merdeka di Negeri Be­landa, A Supardi Adiwidjaya.

Selama beberapa hari berada di Be­landa, menurut Bonnie, boleh dibilang se­tiap hari dia pulang pergi ke KITLV un­tuk mencari bahan-bahan terutama arsip-arsip buat penelitian, karena tidak semua arsip itu ada di Indonesia. Di Belanda, khususnya di KITLV, ternyata banyak sekali arsip mengenai Purwodadi yang berkaitan soal sejarah, politik, ekonomi. Pekerjaan yang dia lakukan selama seminggu me­nekuni arsip-arsip yang ada di Indonesia ini bisa dia kerjakan selama ha­nya dua tiga jam di KITLV. “Jadi sa­ya cuma klik saja komputer di sini, ke­luar semua itu bahan-bahan arsip yang saya butuhkan. Sedang di Indone­sia, saya selama seminggu le­bih harus cari ke sana ke mari, karena ba­han-bahan atau arsip tidak ter­pusat”, tegas Bonnie. Di KITLV, menurut Bonnie, ditemukan laporan Bupati Kabupaten Grobogan tahun 1969.

Laporan bupati ini di Indonesia belum tentu bisa ditemukannya. Laporan bupati dimaksud berisi ma­cam-macam soal: statistik ekonomi, po­litik. Sebagai peneliti Bonnie me­nekankan, dia harus tahu dengan baik ten­tang keadaan Purwodadi waktu itu. Jadi untuk pendalaman pengetahuan, yang bahan-bahan dari arsip yang dit­emukannya di sini itu bagus sekali. Peristiwa pembunuhan massal pen­duduk di Purwodadi yang dia teliti ini tidak hanya menjadi isu nasional, tapi juga internasional. Dalam konteks ini, Bonnie berusaha keras bertemu Prof Dr J M Pluvier. Dan berkat bantuan tiga orang teman: Sekretaris “Wer­theim Foundation” Ibrahim Isa, Suwarto dan Gogol, Bonnie bisa ber­kun­jung ke kota Soest, ke rumah Prof Pluvier dan berbincang-bincang de­ngannya.

“Saya memaksakan diri bertemu Pluvier karena dia seorang pakar ten­tang Indonesia yang punya perhatian yang serius. Yang hebat dari Pluvier, dia bukan hanya menulis tetapi juga melakukan aksi membentuk Komite Indonesia. Ketika kasus Purwodadi me­ledak, dia adalah orang yang tahun 1969-1970 yang pertama kali di Belanda dan juga Prof Dr Wim F. Wertheim (alm.) berbicara kepada du­nia tentang pembunuhan massal di Purwodadi”, ujar Bonnie.

Berkaitan dengan sejarah, Bonnie menekankan perlunya meniru Belanda dalam upaya menyelamatkan sejarah (reserve memory). “Untuk sejarah sosial saya temukan banyak hal di IISH di Cruquiusweg 31, Am­sterdam, yang tidak saya temukan di Indonesia. Dalam sejarah, kita jauh ter­tinggal. Mungkin apology-nya di si­ni katanya negeri yang sudah maju, sehingga orang punya perhatian ba­nyak. Tetapi itu bukan apology yang benar, dalam artian kitapun sebagai bang­sa seharusnya melakukan itu”, ujar Bonnie. RM

Bersambung

0 Comments:

Post a Comment

<< Home