Sunday, December 24, 2006

Mereka Menyengsarakan Rakyat

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=22924
Rakyat Merdeka, Minggu, 17 September 2006


Mereka Menyengsarakan Rakyat


Wawancara ‘Rakyat Merdeka’ Dengan Dita Indah Sari Di Belanda


Minggu kedua bulan September 2006, aktivis buruh Dita Indah Sari berada di Amsterdam, setelah sebelumnya selama sekitar enam hari berada di Helsinski, Finlandia, sebagai peserta pertemuan keenam Asia-Europe People’s Forum (AEFP). Pada 10 September 2006 lalu, ketika berada di Amsterdam, koresponden Rakyat Merdeka di Belanda A.Supardi Adiwidjaya berkesempatan mewawancarainya. Berikut petikannya.

Apa tujuan anda ke Eropa kali ini?
Saya diundang oleh Panitia Pertemuan AEPF (Asia-Europe People’s Forum) menghadiri pertemuan yang keenam, yang diselengarakan di Helsinski pada tanggal 3-6 September. Jumlah delegasi Indonesia yang diundang ke pertemuan AEPF tersebut nomor dua yang terbesar (sebanyak 32 orang) setelah delegasi RRC.

Pertemuan di Helsinski itu untuk merumuskan sikap para aktivis gerakan sosial dari Asia dan Eropa menyambut pertemuan puncak ASEM, yang digelar pada tanggal 10-13 September di Helsinski, di mana sejumlah kepala negara berkumpul membicarakan masalah masa depan dunia.

Maksud kita agar dalam pertemuan AEPF ini bisa membuat kesimpulan, rekomendasi yang kita serahkan dalam pertemuan ASEM itu. Kita mengkritik mereka, para pemimpin itu, karena banyak menyengsarakan rakyatnya, termasuk presiden SBY. Apa yang mau kita kritik terhadap pemimpin itu, julukan apa yang mau kita berikan kepada mereka, sebutan apa, apa dosa-dosa mereka yang kita angkat untuk menginsafkan mereka.

Bagi kami pemimpin-pemimpin ASEM yang akan bertemu di Helsinski itu bermasalah. Jadi AEPF bertemu di Helsinski sebelum mereka (pemimpin-pemimpin/para peserta ASEM – red) bersidang.

SBY termasuk dalam pemimpin yang bermasalah seperti juga pemimpin-pemimpin lainnya yang memerintah di negara-negara dunia ketiga. Mereka sangat membeo kepentingan-kepentingan lembaga asing, seperti misalnya IMF. Lebih banyak mengikuti kepentingan lembaga-lembaga, negara-negera asing ketimbang kepentingan rakyatnya sendiri. Pemerintah yang seperti ini memang pemerintah yang tidak punya kedaulatan sebetulnya secara politik. Karena tidak mandiri itu, memang macam-macam: ketergantungan secara ekonomi, dari dulu sudah melakukan perekongkolan politik yang secara historis berlangsung lama. Misalnya, pemerintah Orba sejak tahun 1965 sudah bekerjasama dengan pemerintah Amerika Serikat untuk membunuhi orang yang dianggap terlibat dalam peristiwa apa yang disebut G30S, membunuhi orang-orang PKI.

Jalan keluarnya?
Setelah memberikan “kesempatan” kepada presiden SBY selama dua tahun ini terbukti hitam di atas putih SBY gagal, berbohong terhadap apa yang telah dijanjikannya kepada rakyat, berbohong terhadap apa yang dia katakan, gagal secara ekonomi menyelenggarakan kesejahteraan untuk rakyat, gagal secara politik dalam membangun dan mepertahankan demokrasi.

Melihat kegagalan-kegagalan itu, jalan keluarnya hanyalah harus ada pemerintah alternatif yang mengambil alih kekuasaan mereka dan memegang kekuasaan baru, sehingga bisa dilakukan perubahan-perubahan mendasar, tidak hanya sekedar reformasi sedikit-sedikit.

Siapakah kekuatan alternatif itu?
Para tokoh demokrasi, pergerakan, pimpinan ormas, pimpinan partai yang selama ini terlibat dalam perjuangan, integritas mereka yang bersih, nggak korup, nggak kolusi, nggak terima uang suap, dan punya program mandiri. Orang-orang inilah yang harus bersatu menjadi kekuatan alternatif dan tidak bisa lagi percaya kepada para elit yang sudah berkuasa, termasuk pemerintah SBY.

Bagaimana jalannya?
Jalannya bisa melalui Pemilu tahun 2009. Ini kesempatan baik bagi kita menunjukkan kekuatan alternatif itu ada dan bisa menjadi harapan rakyat di masa depan. Tetapi, jika rakyat menghendaki mengapa tidak ditempuh jalan di luar pemilu? Suharto saja jatuh dengan proses di luar Pemilu, padahal dia begitu kuat kekuasaanya. Kalau rakyat memang tidak sabar lagi dan menghendaki, serta mampu teroraginisir, ya jalannya pun seperti seperti jatuhnya Suharto, di luar Pemilu.

Tapi itu kan kaitannya tergantung dengan adanya situasi revolusioner?
Makanya tergantung rakyat, bukan kita. Kalau memang rakyat sudah tidak bisa menunggu sampai tahun 2009, marah, rakyat sudah tidak sabar, karena merasa sudah menanggung kesulitan yang tidak tertahankan lagi kesulitannya, sehubungan dengan itu mungkin pertimbangannya lain lagi.

Apa langkah-langkah anda menghadapi Pemilu 2009?
Kami berusaha menyatukan tokoh-tokoh, orang-orang baik, bersih, tidak terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme dalam sebuah partai politik. Kenapa harus partai politik, karena kita mau ikut Pemilu 2009. Partai aliansi ini kami namakan Papernas – Partai Persatuan Pembebasan Nasional. Dalam partai aliansi ini bergabung serikat buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota, organisasi perempuan, organisasi keagamaan, termasuk juga para eks tapol, para korban kejahatan rezim Orba.

Dalam rangka mendirikan Papernas, kita sudah mendeklarasikan Komite Persiapan pada tanggal 23 Juli lalu Perpustakaan Nasional Jakarta, yang dihadiri sekitar 2000-an orang, dari berbagai latar belakang. Saya duduk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan. RM

0 Comments:

Post a Comment

<< Home