Thursday, November 22, 2007

“Rakyat Papua Miskin Di Atas Kekayaannya Sendiri”

http://www.rakyatmerdeka.co.id/edisicetak/?pilih=lihat&id=48998
Rakyat Merdeka, Minggu, 04 November 2007, 01:34:39

“Rakyat Papua Miskin Di Atas Kekayaannya Sendiri”

Gubernur Barnabas Suebu Curhat Di Belanda

Di hari yang cerah, Sabtu (27/10) yang lalu, suasana di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Den Haag, Belanda, lebih meriah dari biasanya. Maklum, hari itu digelar acara “Dialog Untuk Pembangunan Papua” dengan nara sumber Gubernur Papua Barnabas Suebu. Pertemuan itu dibuka oleh Dubes Junus Effendi Habibie.

SEBELUM tiba di Negeri “Kincir Angin”, Gubernur Suebu bercerita bahwa dia dan rombongan berada di London, Inggris, selama dua hari. Di ibu kota Kerajaan Inggris itu, Barnabas menerima penghargaan “Heroes of Environment”, yang diberikan oleh majalah Time.

Menurut Barnabas, di KBRI London rombongannya juga bertemu dengan masyarakat Indonesia. “Kami juga bertemu dengan menteri luar negeri dan menteri-menteri di kabinet Inggris yang sekarang dan pihak oposisi. Kami berdiskusi secara terbuka dengan mereka, berbicara dari hati ke hati untuk mengetahui lebih dalam hal-hal apa yang banyak terjadi di Papua,” papar Barnabas.

Menurut Barnabas, keadaan Papua hari ini adalah paradox, karena otonomi khusus yang dimiliki dengan kekuasaan yang cukup besar. Kekuasaan melalui otonomi khusus adalah hampir kekuasaan satu negara merdeka.

Akibat dari kekuasaan otonomi khusus itu, kata Barnabas, Papua mendapat anggaran yang sangat besar, yaitu 2 miliar dolar AS. Apalagi Papua memiliki kekayaan alam yang luar biasa. “Tetapi kok rakyat Papua yang jumlahnya sedikit itu tetap hidup dalam keadaan miskin di atas kekayaannya sendiri. Karena apa? Karena leadership (kepemimpinan), karena mismanagement, karena penyalahgunaan dana yang besar itu,” ungkapnya.

“Jadi saya jujur mengatakan bahwa pemerintahan di sana haruslah pemerintahan yang baik dan bersih (good governance) dan yang melayani rakyatnya dengan sebaik-baiknya,” ujar Barnabas.

Rakyat Papua, lanjut Barnabas, ada di kampung-kampung. Penduduk Papua asli itu 100 persen ada di kampung-kampung. “Karena itu, tugas utama kita adalah membuat pemerintahan ini suatu pemerintahan yang baik dan bersih. Jadi kita menetapkan agenda membangun pemerintahan di Papua pada semua tingkatan, pemerintahan yang baik, yang bersih, yang melayani rakyat. Ini yang kita sebut bureaucracy reform (reformasi birokrasi), yang di dalamnya mengandung apa yang disebut budgetary reform (reformasi keuangan),” paparnya.

Dengan begitu, diharapkan budget yang jumlahnya 2 miliar dolar AS itu, dimanfaatkan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat Papua di kampung-kampung. Dan dalam hubungan itu, Barnabas melangsir satu konsep baru yang kita sebut People Driven Development Concept.

Menurut Barnabas, pada saat rakyat sudah mandiri (self standing), inilah yang disebut People Driven Development Strategy. “Tujuannya sederhana saja, tidak muluk-muluk: supaya rakyat punya makanan, minuman, gizi mereka dari ke hari bertambah baik, pendidikan, kesehatan dan rumah mereka harus bertambah baik. Ekonomi rakyat juga harus bertambah baik. Anggaran pendapatan kampung harus naik dari 100 juta menjadi Rp 500 juta sampai 1 miliar setiap kampung,” papar Barnabas.

Dia menyatakan, ini adalah anggaran umum, bukan pribadi. “Tetapi pada waktu yang sama, ketika ekonomi ini bertumbuh, raksasa yang tidur ini bangkit... kekayaan alam yang tidur itu bangkit... kekayaan ini tidak membunuh rakyatnya sendiri. Maka kampung kita siapkan, supaya melalui anggaran publik kampung ini, dana dari emas, tembaga, minyak, kayu masuk ke kantong rakyat sehingga mereka dapat membangun dirinya sendiri,” jelasnya.

Barnabas berpendapat, People Driven Development Strategy dimulai dari kampung. “Memang Indonesia ini terkenal sebagai negara proyek, negara yang penuh upacara. Nah, mari kita ubah konsep negara yang begitu, kita harus ubah secara total.”

Menjawab pertanyaan Rakyat Merdeka, apakah kegiatan gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) masih bergema, Agus Sumule, Staf Ahli Gubernur Papua menyatakan, gerakan Papua Merdeka saat ini sudah banyak berkurang. Tetapi pada saat yang sama kita juga menyadari bahwa persoalan itu kan lebih banyak pada persoalan ketidakadilan.

“Tantangan kita sekarang adalah bagaimana menyelesaikan masalah-masalah separatisme itu dengan menyelesaikan hak-hak rakyat. Hak rakyat Papua untuk mendapat kehidupan yang layak, hak supaya rakyat Papua mendapat keadilan dan kesejahteraan,” ujar Sumule.

Mengenai persoalan gerakan separatisme di Papua, lanjutnya, kita berprinsip, kalau ada asap, pasti ada api. Kalau mau menyelesaikan asap, selesaikan apinya dulu. “Api itu kita ibaratkan persoalan kesejahteraan dan keadilan. Mari kita selesaikan persoalan itu dulu. Jika persoalan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat itu bisa diselesaikan, pasti persoalan separatisme itu bisa diatasi,” tegasnya. rm

0 Comments:

Post a Comment

<< Home